Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-88)

VII. Nabi Ilyas, Ilyasa, Yunus, Penghancuran Haikal Sulaiman (Masjidil Aqsha), Bani Israel Terjajah dan Diperbudak Lagi.

352
Lukisan pembunuhan Sanherib. (Collections, lagma.org)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Sanherib pergi ke Babilonia dengan pasukannya dan berhasil menghancurkan pasukan Merodach namun gagal menangkap Merodach yang lari kewilayah Elam. Dia kemudian menempatkan putra sulungnya yaitu Ashur Nadin Sumi untuk memerintah di Babilonia.

Setelah Babilonia dapat dikuasai, Sanherib kemudian bermaksud mengejar Merodack ke wilayah Elam. Untuk itu, Sanherib memperkuat pasukannya dengan pasukan bayaran dari Sidon dan Tyrus serta membuat kapal khusus untuk mengangkut pasukannya menelusuri sungai Tigris.

Kapal khusus dibuat agar dapat diangkat ke daratan kemudian diluncurkan ke sungai Eufrat sehingga bisa mencapai ke cekungan teluk Persia kemudian menyeberang ke wilayah suku yang juga terkenal tangguh dalam perang, yaitu suku Elam.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-87)

Penyeberangan berhasil, dan pasukannya mulai menaklukkan kota kota kecil di dekat teluk Persia. Namun ketika sampai di kota tempat perlindungan Merodack, didapatinya orang yang dikejar kejarnya tersebut telah meninggal karena usia tua. Sanherib bersama pasukannya pulang ke Niniveh dengan rasa dongkol.

Orang Elam dan Khaldea justru mengetahui bahwa yang di Babilonia adalah Ashur Nadhin. Bangsa Khaldea kembali merencanakan pemberontakan lagi dengan meminta bantuan suku Elam yang juga bernafsu melebarkan sayap kekuasaannya. Namun mereka sangat berhati hati dan tidak langsung menyerang, menunggu momentum yang tepat.

Sekitar enam tahun kemudian, Ashur Nadin ketika dipinggiran kota, dalam keadaan lengah, secara tak terduga diserang oleh penyusup dari Elam yang di dukung oleh orang-orang Khaldea. Sebelum Sanherib mengetahui peristiwa ini, Ashur Nadin dibawa keseberang perbatasan dan hilang jejaknya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-86)

Peristiwa tersebut membuat marah Sanherib yang kemudian mengerahkan pasukan yang kuat ke Babilonia. Terjadi perang besar antara Asyiria melawan Elam dan Khaldea. Perang berjalan selama empat tahun, dan tidak menghasilkan apapun. Sanherib mengambil keputusan mengajak pasukannya pulang dalam keadaan lelah dan kekuatan yang jauh berkurang.

Dia gagal membebaskan kembali anaknya, yang tidak ada lagi kabarnya dan dianggap telah dieksukesi mati oleh pemberontak Khaldea. Pasukan Asyiria tidak mampu menaklukkan bangsa Khaldea dan bangsa Elam di Babilonia, demikian pula tentara Asyiria tidak bisa dikalahkan. Sanherib harus membuat perhitungan ulang untuk menaklukkan Babilonia.

Ketika terdengar kabar raja Elam meninggal, sanherib mencoba peruntungan kembali.Karena ketidak hadiran pasukan dari Elam, bangsa Khaldea dengan mudah dikalahkan pasukan Sanherib. Sanherib menuntaskan balas dendamnya atas kematian anak sulungnya. Kota Babilonia diruntuhkan dan dibumi hanguskan.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-85)

Kuil Dewa Marduk diremukkan dan patung Dewa Marduk, patung dewa orang Khaldea dirobohkan dan diseret ke Niniveh. Orang-orang Khaldea dihinakan oleh Sanherib. Peristiwa yang sangat membekas di hati orang-orang Khaldea yang suatu saat akan meledak lagi.

Sanherib mampu menaklukkan seluruh wilayah Mesopotamia, Finisia, Aram, Israel Samaria, Meisr, hanya gagal menaklukkan Yudea. Namun meninggalnya Sanherib justru dibunuh oleh persekongkolan dua anaknya yang mungkin kesal dengan bapaknya. Raja perkasa tersebut dibunuh ketika sedang melakukan peribadatan kepada dewa Nabu. Peristiwa ini tercatat terjadi pada tahun 681 SM.

Kesibukan Sanherib di Babilonia membuatnya lupa dengan Yerusalem. Hal tersebut memberikan kesempatan kepada Raja Hizkia menjadi raja Yudea – Israel selama 29 tahun. Ketika Hizkia meninggal kedudukannya digantikan oleh anaknya yang bernama Manasye yang saat itu masih baru menginjak usia remaja, yaitu baru berumur 12 tahun.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-84)

d. Perubahan kekuasaan di kawasan, Reformasi Yosia, Hancurnya Asyiria dan munculnya Kerajaan Khaldea.

Pembunuhan Sanherib menyebabkan perang saudara di antara anak-anak Sanherib yang dimenangkan oleh anak yang lebih muda yaitu Esarhaddon. Namun perang saudara tersebut membuat hubungan antar negara di kawasan menjadi sangat longgar. Negara sekitar mulai membangun angkatan perangnya dan bahkan berani melepaskan diri dari kekuasaan Asyiria.

Sedang bangsa Khaldea belum bangkit dari kekalahan. Nanum demikian, untuk mengurangi sakit hati bangsa Khaldea, Esharhadon kembali membangun Babilonia yang hancur, meskipun dewa Marduk masih ditempatkan di Niniveh.

Selain itu, Esarhaddon juga berhasil menyatukan angkatan perang Asyiria yang terpecah karena perang saudara. Untuk memperkuat perbatasan di utara Esarhaddon lebih mengutamakan membentuk aliansi dengan tetangganya. Di wilayah utara sempat terjadi perubahan keseimbangan ketika kerjaan Cimmeria menganeksasi wilayah Frigia. Namun ulah kerajaan Cimmeria segera dapat diatasi oleh pasukan Esharhaddon.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-83)

Di Yerusalem, Manasye bin Hizkia ternyata melakukan yang berkebalikan dengan ayahnya. Manasye menghidupkan kembali penyembahan berhala asyera dan baal di bait EL, mengisi bait EL dengan mezbah mezbah untuk penyembahan berhala, mendirikan kembali bukit-bukit pengurbanan.

Bahkan dalam kitab 2 tawarikh 33 diriwayatkan bahwa Manasye juga menjadikan anaknya sebagai kurban bakaran di Lembah Ben Hinom. Banyak orang tidak berdosa menjadi kurban karena kemurtadan Manasye. Disamping itu ia juga suka melakukan ritual memanggil arwah untuk mendengarkan ramalan, dengan memanfaatkan sihir, dan lain lain.

Asyiria yang saat itu sedang berkampanye menertibkan negara taklukan. Ketika gerakan pasukannya sudah berada di dekat yerusalem, langsung membuat serangan yang mematikan bagi Yerusalem. Manasye ditangkap dan ditawan lalu dibawa ke Babel. Di penjara, Manasye bertobat memohon ampun kepada Allah atas semua perbuatannya.

Ketekunan dan kesungguhannya dalam bertaubat dan berdo’a membuakan hasil. Setelah beberapa lama di dalam penjara, tiba tiba Esharhaddon lebih memilih membebaskan Manasye dengan perjanjian dari pada mencari orang baru untuk diangkatnya menjadi raja Yudea. Manasye bersedia mengirimkan upeti ke Asyiria, kemudian dipulangkan kembali untuk ditetapkan sebagai raja Yerusalem.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here