Titip Salam kepada Rasulullah

321

Oleh: Drs. Muchlis Achmad (Ketua PD. Parmusi Gowa)

Titip Salam kepada Rasulullah bagi sebagian kaum muslimin ketika akan memasuki Masjid Nabawi atau pada saat “ziarah ke makam Nabi Saw” sudah tidak asing lagi, karena sudah berpengalaman menerima titpan salam dari orang lain entah seorang atau beberapa orang kemudian meneruskannya kepada Rasulullah, bahkan sudah memahami etika atau tata caranya, baik ucapan maupun perilaku

Akan tetapi bagi sebagian yang lain, salam kepada Rasulullah dianggap masih asing, disebabkan kurang mendapat informasi atau bisa juga karena belum pernah ke tanah suci (Makkah-Madinah). Walaupun sudah pernah ke tanah suci tetapi dalam kenyataannya masih sering kita temui jamaah yang melanggar adab kepada Rasulullah. Terutama disekitaran Raudah dan makam Rasulullah dan dua orang sahabat Nabi Abubakar dan Umar.

Oleh karena itu manakala ada seseorang bertanya atau hendak menitip salam kepada Rasulullah Saw. pasti yang ditempati bertanya bingung untuk menjawab. Padahal dalam tuntunan sebagaimana ditulis oleh Dr. Muh. Ilyas Abdul Ghani dalam bukunya “Sejarah Masjid Nabawi”, mengatakan bila seseorang menitip salam untuk Rasulullah maka hendaknya disampaikan dengan mengucapkan “Assalamu’alaika ya Rasulullah min fulan bin fulan atau fulan bin fulan Yusallim alaika ya Nabiyallah”.

Dahulu khalifah Umar bin Abd al-Aziz memberikan wasiat seperti itu dan mengirim pos dari Syam ke Madinah dengan menuliskan wasiat untuk menyampaikan salam kepada Nabi sebagaimana diriwayatkan pula dari Yazid bin Abi Said al-Harwi, berkata: “Aku mendatangi Umar bin Abd al-Aziz tatkala aku pamit, ia berkata: Aku ada keperluan denganmu, jika engkau datang ke Madinah engkau akan melihat makam Rasulullah, maka bacakanlah salamku untuknya.”

Dalam realitasnya, pelaksanaan haji dan umrah masih ada kesenjangan antara apa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat muslim dan bagaimana seharusnya menyikapi kesenjangan itu berdasar tuntunan, maka diperlukan semakin banyak informasi sebagai upaya menambah hasanah ilmu pengetahuan untuk mendekatkan ummat mengakses berbagai informasi yang segar terutama yang berkaitan dengan adab kepada Rasulullah yang sesungguhnya.

BACA JUGA: Muchlis Hanafi: Terjemahan Al-Quran Boleh Berubah

 

Titipan Salam dari Pamanku

Merujuk pada tulisan saya terdahulu tentang Masjid Al-Masy’aril Haram, nampaknya titpan salam dari Pamanku di kampung untuk Rasulullah masih sering mengusik saya. Betapa tidak saat itu di tahun 2004 saya masih awam, masih minim ilmu pengetahuan dan pengalaman karena kurang mendapat informasi juga belum berhaji.

Kata saya kepada paman: “Insya Allah saya akan sampaikan salamnya Om kepada Rasulullah setibanya saya dan rombongan di Masjid Nabawi Madinatul Munawwarah.”

Padahal dalam benak saya bagaimana mungkin saya bisa meneruskan salam dari Paman sementara saya sendiri belum paham apa yang saya harus ucapkan bagaimana tata caranya atau adabnya kepada Rasulullah dan sebagainya.

Di tengah kegalauan, saya berusaha untuk selalu berpikir positif (positif thinking), sebab dengan berpikir positif saya yakin akan menemukan jalan keluar, dan benar saja… yang datang juga positif. Ketika kami masih berada di Makkah saya menemukan banyak informasi terkait Adab kepada Rasulullah dari buku “Sejarah Masjid Nabawi” yang ditulis oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani yang saya temukan di toko buku seputaran Masjidil Haram.

Saya kemudian menyampaikan salam dari Paman kepada Rasulullah setibanya kami di Madinah berdasarkan tuntunan yang sudah diperoleh.

 

Titipan Salam dari Sahabatku

Tahun 2013 yang lalu, saya bersama keluarga ketiban rezeki melakukan perjalanan Umrah ke tanah suci yang ketiga kalinya. Seorang sahabat dari Kediri Jawa Timur, sebut saja namanya Drs. Abdullah menitip pula salam untuk Rasulullah Saw.

Titipan salam ini saya terima via telepon ketika saya sedang berada di Masjid Nabawi Madinatul Munawwarah. Rupanya beliau mengetahui dari media sosial Face book bahwa saya sedang berada di Madinah. Beliau langsung menelepon ke nomor kontak saya dan meminta saya menyampaikan salam kepada Rasulullah.

Kata beliau: “Pak Muchlis, Tolong, saya titip salam untuk Rasulullah”…. Saya menjawab: Baik Pak, Insya Allah akan saya sampaikan salamnya. Sambil mengingat-ingat apa ya bacaannya..? Saat itu ingatan saya tertuju pada buku sejarah Masjid Nabawi yang pernah saya beli dulu sewaktu berhaji tahun 2004 di Makkah, terutama ucapan sahabat Nabi Umar bin Abdul al-Aziz sewaktu beliau menitip salam pada Rasulullah. “Assalamu alaika ya Rasulullah, assalamu alika ya Habiballah min Fulan bin Fulan warahmatullahi wabarakatuh.” Di sini saya menyertakan menyebut nama sahabat saya Drs. Abdullah.

Saya berjalan sedikit berdesakan dari arah babussalam kearah pintu Baki. Setibanya di depan makam Rasul, kira-kira 1 meter sebelah kiri langsung saja dengan perasaan khusuk dan tawadhu perlahan-lahan saya mengucapkan salam kepada Rasulullah sesuai tuntunan diatas.

Seterusnya salam kepada sahabat nabi Abubakar al-shiddiq dan Umar bin Khattab yang berada disamping Rasulullah.

Setelah selesai saya keluar melalui pintu baki dan masuk kembali untuk shalat dan berdo’a serta dzikir di Raudah melalui pintu Nisa (pintu perempuan).

Alhamdulillah ketika masuk di Raudah saya mendapat tempat dekat dengan mimbar bahkan sejajar dengan makam Rasul. Mendapat tempat yang bagus karena saat itu para jamaah yang masuk ke Raudah sudah diatur perkelompok sehingga jamaah dapat shalat dengan khusuk dan tenang.

Dan Masya Allah betapa kaget saya, setelah shalat dan salam ke kanan kemudian kekiri… saya melihat seseorang Jamaah yang sedang shalat didepan mimbar sebelah kanan saya mirip persis dengan pak Abdullah sahabat saya yang menitip salam kepada Rasululullah. Nyaris saya batal berdoa karena hendak memanggil dan memeluk orang yang misterius tersebut.

Subhanallah….saya sedang tidak berhalusinasi saat itu,tetapi fakta phisik orang itu ada dan persis mirip dengan pak Abdullah … Inikah yang dimaksud dengan teori yang dalam bahasa perancis disebut Deja Vu (pernah melihat) seperti yang diungkapkan oleh seorang cendekiawan muslim populer Agus Mustafa dalam bukunya “Membongkar Tiga Rahasia”, bahwa sebetulnya Pak Abdullah sudah lebih dahulu tiba di Madinah sebelum beliau berngkat.

Mungkinkah setelah itu atau tahun depan beliau juga berangkat ke Madinah..? atau secara rohaniah salam kepada Rasulullah sudah diterima dan sudah dijawab dengan menampakkah phisik sang pengirim salam…? atau semata-mata karena kemulyaan Rasulullah Saw. Hanya Allah yang Maha Tahu. wallahu a’lam bissawab.

 

Adab kepada Rasulullah Saw.

Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani, dalam bukunya Sejarah Masjid Nabawi menjelaskan banyak hal terkait dengan adab kepada Rasulullah antara lain:

Bila seseorang mengirim salam kepada Rasulullah maka hendaknya disampaikan dengan mengucapkan “Assalamu alaika ya Rasulullah min fulan bin fulan atau fulan bin fulan yusallim alaika ya Nabiyullah”, sebutkan nama orang yang menitip salam dimaksud.

Dahulu khalifah Umar bin Al-Aziz memberikan wasiat seperti itu dan mengirim pos dari Syam ke Madinah menuliskan wasiat untuk menyampaikan salam kepada Nabi, sebagaimana dinyatakan pula dari Yazid bin Abi Said al-Harwi, berkata: “Aku mendatangi Umar bin Abd. Al-Aziz, tatkala aku pamit, ia berkata “Aku ada keperluan denganmu, jika engkau datang ke Madinah engkau akan melihat makam Rasulullah, maka bacakanlah salamku untuknya. Riwayat lain mengatakan bahwa dia mengirim pos dari Syam untuk keperluan itu.

Setelah mengucap salam kepada Rasulullah maka bergeserlah dari sebelah kanannya kira-kira satu depa (kira-kira satu langkah atau setengah meter) kekiri untuk memberikan salam kepada Abubakar, sebab posisi kepala Abubakar sejajar dengan pundak Nabi kemudian bergeraklah kekiri satu depa lagi, untuk memberi salam kepada Umar, sebab posisi bagian kepala Umar dari Abubakar seperti posisi kepala Abubakar dari pundak Rasulullah dan Abdullah bin Umar memberikan salam kepada ayahnya selepas pemberian salam kepada Abubakar.

Ibnu Taimiyah berkata, “Begitulah para sahabat seperti Umar, Anas, dan sahabat lain, mereka memberikan salam kepada Nabi dan kedua sahabatnya.”

Berdoalah sesudah ziarah ke makam Nabi, tetapi jangan berdoa dimakam nabi dengan menghadap ke makam, namun tetaplah menghadap ke kiblat.

Ibn al-Hammam menyatakan, “Jika selesai melakukan ziarah, pergilah ke Raudah untuk memperbanyak shalat dan doa. Para ahli fiqih juga menganjurkan hal yang sama jika seseorang telah mengucapkan salam kepada Nabi kemudian ingin berdoa, maka janganlah menghadap ke makam, tetapi menghadaplah ke kiblat”.

“Tidak diperbolehkan shalat menghadap ke makam Nabi sebab Ka’bahlah satu-satunya kiblat kaum muslimin, sesuai firman Allah dalam QS Al-baqarah ayat 144: “Sungguh kami sering melihat mukamu menengadah ke sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. Dari mana saja kamu berada, nasrani yang beralkitab Taurat dan Injil itu memang mengetahui bahwa tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan”.

 

***

Wujud cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah cinta kepada Rasul-Nya, dengan senantiasa bersalawat kepadanya dan semoga mendapat syafaat dari padanya di hari kemudian nanti.

Sampaikanlah titipan salam dari seseorang untuk Rasulullah dengan mengucapkan “Assalamu alaika ya Rasulullah min fulan bin fulan atau fulan bin fulan yusallim alaika ya Nabiyallah.” Sebutkan nama sang penitip salam. Titipan salam esensinya dapat pula dilakukan untuk beberapa orang misalnya istri, anak, keluarga maupun sahabat disertai doa semoga kelak mereka juga dapat menyampaikan salam langsung kepada Rasulullah.

Syekh Maulana Zakariyya al-Kandahlawi mengatakan: Semua orang menginginkan syafaat Rasulullah ketika berada di padang mahsyar yang sangat mengerikan. Alangkah beruntung orang yang dijamin Rasulullah bahwa beliau akan memberi syafaat kepadanya berupa syafaat khusus yaitu diangkatnya derajat atau mendapatkan jaminan keamanan pada hari yang sangat menakutkan. (Ali Yusuf : Republika 18 Juni 2022).

Begitu pentingnya mengucap salam kepada Rasulullah, sampai-sampai sahabat Nabi Saw. Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak seorangpun yang membaca salam padaku kecuali Allah mengembalikan ruh kepadaku, hingga aku membalas salamnya.” (HR. Abu Daud dan Baihaqi).

Rasulullah bersabda: “Barang siapa menziarahi aku dan dia hanya berniat menziarahi aku tidak ada tujuan lain, maka wajib bagiku untuk mensyafaatinya,” (HR. Thabrani). Sejumlah riwayat menyebutkan, barang siapa rajin berziarah ke makam Rasulullah saw. Pasti akan mendapat syafaatnya.

Setelah mengucap salam kepada Rasulullah, maka jangan lupa memberikan salam kepada Abubakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Ibnu Taimiyah berkata: “Begitulah para sahabat seperti Umar, Anas dan para sahabat lain, mereka memberikan salam kepada Nabi dan kedua sahabatnya”.

Berdoalah setelah ziarah, maka tetaplah menghadap ke Ka’bah, sebab Ka’bahlah satu-satunya kiblat kaum muslimin. Selanjutnya pergilah ke Raudah memperbanyak shalat dan doa, karena di sinilah doa-doa kita diijabah Allah Ta’la. Insya Allah, Aamiin ya Rabbal’alamiin…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here