5 Keajaiban Al-Qur’an di Alam Semesta yang Sesuai dengan Temuan Sains

256

Jakarta, Muslim Obsession – Dalam Al Quran terdapat ayat yang berbicara mengenai alam semesta. Jauh sebelum ilmu pengetahuan modern berkembang saat ini, Nabi Muhammad melalui wahyu Allah dalam Al-Quran sudah mengungkap kejadian di alam semesta.

Ternyata, penemuan-penemuan saintifik yang dilakukan di era modern juga tak sedikit yang menunjukkan kesamaan dengan apa yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

Dalam Islam, alam semesta ini adalah salah satu ciptaan Allah yang Maha Besar dan Al-Qur’an menjelaskan pula bagaimana penciptaan dan cara kerja alam semesta.

Lantas apa saja keajaiban Al-Qur’an di alam semesta yang sejalan dengan temuan sains?

Keajaiban Al-Qur’an di alam semesta
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah Swt. pada masa hidup Rasulullah Saw., sekitar abad ke-6 dan ke-7 Masehi.

Dalam masa tersebut, perkembangan sains belum banyak mengalami kemajuan. Era Renaisans yang menjadi tonggak perkembangan sains baru berkembang pada abad 15 dan 16 Masehi.

Meski demikian, Al-Qur’an telah menunjukkan keajaiban dengan menjelaskan bagaimana alam semesta bekerja sebagai berikut.

1. Penciptaan alam semesta dan teori big bang

Berdasarkan teori big bang, alam semesta tercipta dari kumpulan gas yang disebut primary nebula yang kemudian terpecah dan menjadi bintang-bintang, planet-planet, dan sebagainya.

Dalam Al-Qur’an surah Al-Anbiya’ ayat 30 disebutkan:

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ

Artinya: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?”

Kata ratqan dalam ayat di atas berarti “perpaduan beberapa unsur untuk dijadikan suatu kumpulan yang homogen”. Sedangkan kata fataqa berarti memisahkan

2. Bentuk Bumi yang bulat-oval (Geo Spherical)

Pada abad-abad awal. orang beranggapan bahwa Bumi berbentuk datar sehingga orang takut berjalan terlalu jauh karena khawatir terjatuh ke jurang yang dalam.

Kemudian Sir Francis Drake pada tahun 1597 yang menyatakan Bumi berbentuk Geo Spherical (bulat telur) ketika dia menjelajahinya.

Sementara itu, dalam surah Al Zumar ayat 5 dikatakan:

خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّۚ يُكَوِّرُ الَّيْلَ عَلَى النَّهَارِ وَيُكَوِّرُ النَّهَارَ عَلَى الَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ يَّجْرِيْ لِاَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اَلَا هُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ

Artinya: “Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia memasukkan malam atas siang dan memasukkan siang atas malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Ingatlah! Dialah Yang Maha Mulia, Maha Pengampun.”

Kata kawwara-yukawwiru berarti “menggulung”. Sebelumnya, dalam tradisi Arab, kata kawwara digunakan dalam arti menggulung serban di kepala.

Seandainya Bumi berbentuk datar, tidak mungkin terjadi penggulungan (yukawwiru) malam terhadap siang atau sebaliknya secara perlahan.

3. Bulan memantulkan cahaya dan Matahari bersinar

Sebelum sains berkembang luas, manusia percaya bahwa Bulan dan Matahari bersinar karena kedua benda langit tersebut mengeluarkan sinar.

Akan tetapi, sains kemudian menemukan bahwa hanya Matahari yang memang bersinar karena dirinya sendiri. Bulan ternyata hanya memantulkan sinar Matahari ke Bumi.

Sementara itu, Al-Qur’an dalam surah Nuh ayat 16 menjelaskan:

وَّجَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَّجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا

Artinya: “Dan di sana Dia menciptakan Bulan yang bercahaya dan menjadikan Matahari sebagai pelita (yang cemerlang)?”

Melansir Kemenag, tafsir Halili atas ayat ini menunjukkan bahwa terdapat pembedaan antara sinar Bulan dan Matahari.

Pembedaan tersebut diyakini sebagai penjelasan bahwa muasal kedua sinar dari dua benda langit tersebut berbeda.

4. Matahari menjadi sumber rotasi

Sebelum teori heliosentrisme berkembang luas pada abad ke-15 Masehi, pengetahuan umum kala itu lebih meyakini geosentrisme (Bumi sebagai pusat alam semesta) sebagai pengetahuan yang benar.

Heliosentrisme (Matahari sebagai pusat alam semesta) baru diterima secara luas sejak abad ke-15 setelah para ilmuwan berhasil membuktikan teori tersebut dan menunjukkan bahwa geosentrisme adalah teori yang salah.

Sementara itu, Al-Qur’an menjelaskan tata letak alam semesta dalam surah Al-Anbiya ayat 33 sebagai berikut:

وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَۗ كُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ

Artinya: “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya.”

Melansir Al-Qur’an digital yang diterbitkan Kemenag, tafsir Halili atas ayat di atas merupakan penjelasan bahwa malam dan siang berhubungan dengan sistem edar Bumi di alam semesta.

5. Gunung sebagai pasak

Ilmu Geografi menunjukkan bahwa gunung merupakan akibat dari pergeseran lempeng bumi yang terjadi sepanjang waktu.

Lempeng yang saling bertumbukan kemudian menyeruak ke atas dan membuat gunung tinggi di muka bumi.

Hal tersebut kemudian menjadikan gunung sebagai “alat” memperlambat gesekan antar-lempeng di Bumi dan membuat Bumi lebih stabil.

Al-Qur’an sendiri telah menjelaskan hal tersebut dalam surah An Naba ayat 6-7 berikut:

اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ مِهٰدًاۙ (6) وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ (7)


Artinya: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan (ayat 6), dan gunung-gunung sebagai pasak (ayat 7)?”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here