Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-7)

II. Nabi Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq.

560
Kumpulan pohon Tarbantin di Palestina. Dikumpulan pohon Tarbantin seperti ini Nabi Ibrahim sering menemukan suku-suku Kana’an kuno bermukim.

Tidak diceritakan terdapat istana raja dan kuil. Hal tersebut menunjukkan penduduk pada tempat singgah Nabi Ibrahim belum terorganisir dalam sistem pemerintahan yang mengurusi keperluan penduduk. Penduduk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencarinya dari yang tersedia pada alam di sekitarnya.

Tidak adanya kuil menunjukkan sistem peribadatan pada kehidupan religius perkampungan tersebut tidak memerlukan tempat khusus yang diperlukan untuk pemujaan bersama. Dalam setiap persinggahan di wilayah Kana’an, Nabi Ibrahim menemukan perkampungan penduduk yang kebanyakan bermukim di dekat kumpulan pohon Tarbantin yang disucikan karena dianggap sebagai tempat bersemayamnya Tuhan. Buahnya disebut buah Tin yang dalam Al-Quran nama buah tersebut diabadikan dalam Surat At -Tin.

Kedatangan Nabi Ibrahim yang datang dari peradaban yang lebih tinggi dengan menunjukkan cara beternak hewan di padang rumput, hewan ternak tidak dilepas ke tempat bebas, dan memberikan makanan dedaunan pada hewan dan menunjukkan hasil beternak yang lebih baik menjadi sesuatu yang baru bagi penduduk.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-4)

Hal itu membuat Nabi Ibrahim bisa diterima oleh penduduk, apalagi kemudian Nabi Ibrahim bersedia mengajarkan cara berternak yang lebih baik dan sangat bermanfaat bagi penduduk membuat Nabi Ibrahim dapat berkomunikasi secara damai. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim kemudian dapat diterima ketika menunjukkan bagaimana Nabi Ibrahim dan rombongannya mempunyai cara beribadah sendiri yang menyembah Ellohim.

Kesempatan Nabi Ibrahim untuk berdakwah menjadi terbuka, kemudian mengajarkan cara menyembah El yaitu dengan menempatkan sebuah altar (mezbah) yang terbuat dari batu secara apa adanya tanpa dibentuk lagi, yang dijadikan pusat gerakan berputar ke arah kiri (gerakan thawaf memutari mezbah).

Sambil bergerak mengelilingi mezbah, berdoa kepada El. Agar mezbah batu tidak disembah, kemudian dijadikan meja penyembelihan ternak. Mezbah bukan sesuatu yang dipuja, hanya untuk menjadi titik atau kiblat pemujaan. Hal itu menjadi sesuatu yang baru karena tidak memuja benda.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-3)

Bergerak berputar menujukkan bahwa pemujaan pada El dapat dari mana saja dengan kiblatnya pada mezbah. Sedang El yang disembah tidak dapat diserupakan dengan bentuk apapun yang ada dibumi, karena El adalah penguasa bumi dan seluruh alam semesta dengan segala isinya.

Suku Kana’an kuno juga mengenal penyembelihan kurban. Nabi Ibrahim juga mempunyai ibadah kurban dan kemudian memperkenalkan bagaimana melakukan ibadah kurban sebagai bagian beribadah kepada El. Tempat penyembelihan kurban adalah batu mezbah, yang dengan demikian sekaligus menghindarkan penyembahan terhadap batu mezbah.

Kitab Kejadian menunjukkan, dalam setiap persinggahan, Nabi Ibrahim cukup lama berada di perkampungan tersebut, bisa selama dua tahun bahkan ada yang waktunya lebih panjang dari itu. Hal itu menunjukkan Nabi Ibrahim selama tinggal di perkampungan-perkampungan Kana’an kuno, cukup leluasa mengajarkan tauhid dan cara shalat dengan thawaf dengan titik perputaran atau kiblat adalah mezbah batu.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-2)

Dakwah tauhid dengan membawa ilmu dan peradaban yang lebih tinggi menjadi jalan yang memudahkan bagi Nabi Ibrahim. Oleh karena itu, baik dalam Al-Quran maupun Kitab Kejadian tidak ada kisah konflik antara Nabi Ibrahim dengan penduduk perkampungan tempat singgah karena memperebutkan sumber daya dan kekayaan atau karena mengajarkan keimanan yang berbeda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here