Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-180)

IX. Nabi Muhammad.

478
Elang menyambar ular, ilustrasi untuk burung besar yang menyambar ular di dekat Ka’bah.

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Ternyata proses pinangan berjalan lancar. Shirah Shabiyah mengisahkan, Abu Thalib memberikan sambutannya sebagai berikut:

“Segala puji bagi Allah Ta’ala, yang telah menjadikan kita sebagai keturunan Ibrahim, keturunan Ismail, berasal dari Ma’ad dan unsur keturunan dari Mudhar. Kita telah dijadikan sebagai pemelihara rumah-Nya (Ka’bah) dan pengatur tanah suci-Nya. Dia telah memberi kita rumah (Ka’bah) yang terjaga, tanah suci yang aman sejahtera dan kita menjadi pemimpin manusia.

Saya harus menyampaikan, keponakanku ini, Muhammad bin Abdullah, jika dibandingkan dengan lelaki manapun, maka dia akan lebih unggul darinya. Baik dalam kebaikan, keutamaan, kemuliaan, kematangan berpikir, keagungan dan kehebatan. Meskipun jika dilihat dari segi harta dan kekayaan, maka dia tidaklah berarti apa-apa, akan tetapi harta hanyalah bayangan akan sirna, benda yang akan hilang dan pinjaman yang akan dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-179)

Muhammad adalah seorang lelaki yang telah kalian ketahui latar belakang keluarganya. Ia hendak bermaksud meminang Khadijah binti Khuwailid. Untuk itu, ia memberikan mahar sebanyak 20 ekor unta yang dipinjam dari hartaku dan akan dikembalikan sebatas kemampuannya, cepat ataupun lambat”.

Suatu pidato yang ringkas dan padat yang sangat sarat dengan makna, dengan kesepakatan yang tidak memberatkan Muhammad, yaitu berupa mahar dua puluh ekor unta, yang bagi tradisi arab termasuk mahar yang kecil, namun demikian Muhammad memperolehnya dari meminjam unta Abu Thalib dengan ikatan perjanjian pinjaman yang sangat longgar.

Muhammad berumur 25 tahun dan Khadijah binti Khuwailid bin Asad Abdul Uzza bin Qushay bin Khilab telah berumur 40 tahun saat menikah.

Pada saat menikah Muhammad merayakannya dengan memerdekakan budak perempuaan setianya yaitu Barakah, sesuatu yang tidak lazim yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Melihat hal itu, Khadijah memberikan hadiah budak laki-laki baru yang masih belia untuk Muhammad, yaitu Zaid.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-178)

Muhammad dalam perkawinan tersebut menunjukkan keagungan sikapnya karena, dalam suatu perkawinan biasanya ada pemberian hadiah budak tetapi Muhammad melakukan kebalikannya, yang hal itu menunjukkan visi Muhammad tentang budak yang berbeda dari sikap umum dunia saat itu.

Namun demikian Muhammad tidak menunjukkan sikap frontal terhadap tradisi kaumnya dengan menerima hadiah budak baru. Perkawinan itu juga menjadi perbincangan luas karena status sosial yang jauh berbeda yang dapat dilihat tradisi mahar unta. Namun semua pembicaraan akhirnya terbentur pada standar moral Muhammad yang terkenal dengan sebutan Al-Amin.

Ibnu Ishaq juga mengisahkan, suatu saat kaum Qurays berniat memperbaiki bangunan Ka’bah yang telah sangat tua sekaligus akan meninggikannya. Ketika dalam proses pengambilan kesepakatan, tiba-tiba muncul seekor ular yang besar yang keluar dari lubang di dekat tempat berhala dan menempatkan sesajian kaum Qurays yang letaknya sangat dekat dengan Ka’bah.

Tidak ada yang berani mendekati ular tersebut sampai beberapa hari. Namun tiba-tiba muncul seekor burung besar yang datang langsung menerkam ular tersebut dan kemudian membawanya terbang pergi dari Ka’bah. Pertanda tersebut dipahami oleh kaum Qurays bahwa pembangunan Ka’bah diridhai oleh Allah.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-177)

Setelah semua bani di Makkah sepakat, ketika pembongkaran bangunan dimulai, terdapat peristiwa yang aneh. Abu Wahb bin Amr bin Aidz bin Abd bin Imram bin Makzum mengambil batu dinding Ka’bah. Namun batu tersebut tiba-tiba terlepas dari tangannya dan kembali ke poisisinya semula.

Mengalami hal itu, kemudian Abu Wahb berkata pada kaum Qurays, “Wahai orang-orang Qurays, untuk pembangunan Ka’bah ini janganlah kalian menggunakan uang kecuali uang yang halal. Jangan sampai ada uang hasil pelacuran, uang dari hasil riba, dan uang yang diambil dari manusia dengan cara yang zhalim”.

Setelah itu kaum Qurays membagi-bagi pekerjaan pembongkaran. Pembongkaran pintu menjadi tanggung jawab bani Abd Manaf dan Zuhrah, tembok antara rukun aswad dan rukun yamani menjadi tanggung jawab bani Makzum dan kabilah kabilahnya, punggung ka’bah menjadi tanggung jawab Jumah dan Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka’ab bain Luay. Hajar Aswad menjadi tanggung jawab bani Abduddar bin Qushay, bani Asad bin al Uzza, dan bani Adi bin Ka’ab bin Luay.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-176)

Ketika pembongkaran dinding sudah selesai dan akan membongkar pondasi yang berupa batu-batu hijau berbentuk punuk unta yang lengket satu sama lain, karena sulit memisahkan batu-batunya, maka batu-batu tersebut mau diungkit. Ketika batu tersebut bergerak, ternyata membuat seluruh kota Makkah bergetar hebat seperti kena gempa bumi. Kaum Qurays kemudian tidak melanjutkan pembongkaran pondasi Ka’bah.

Kaum Qurays juga menemukan tulisan di tiang Ka’bah dalam bahasa Suryaniyah (Aram), namun mereka tidak bisa membacanya. Tidak diketahui bagaimana dan kapan terdapat tulisan dalam bahasa Suryaniyah tersebut.

Ketika ada orang yahudi lewat di Ka’bah, ternyata dapat membaca tulisan tersebut yang berbunyi: “Akulah Allah Pemilik Bakkah (Makkah) ini. Aku ciptakan ia saat Aku ciptakan langit dan bumi, dan saat aku ciptakan matahari dan bulan. Aku melindunginya dengan penjagaan tujuh malaikat yang lurus. Bakkah tidak akan hancur hingga dua gunung di Bakkah hancur. Penghuninya diberkahi air dan susu”.

Juga ditemukan tulisan lainnya di maqam Ibrahim (bekas telapak kaki Ibrahim) yang berbunyi: “Makkah adalah Rumah Allah yang haram. Rezekinya datang dari tiga jalur. Makkah tidak bisa menjadi tanah halal oleh penguasanya”.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-175)

Ketika pembangunan ulang Ka’bah selesai dan tinggal meletakkan Hajar Aswad di tempatnya, terjadi perselisihan karena setiap bani yang bertanggung jawab atas Hajar Aswad ingin meletakkannya. Terjadi perdebatan yang tidak ada titik temunya, bahkan mulai menunjukkan tanda-tanda mereka akan memperebutkan hak meletakkan Hajar Aswad dengan perang di antara mereka.

Namun, orang tertua di antara kaum Qurays, yaitu Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Umar bin Makzum dapat melerainya dengan berkata: “Hai orang-orang Qurays, biarlah konflik kalian ini diselesaikan oleh orang yang pertama kali masuk pintu Masjidil Haram, dia memutuskan perkara lain”. Mereka patuh dengan saran orang tua tersebut.

Esoknya, mereka ternyata menjumpai orang yang pertama kali masuk masjid adalah Muhammad. Mereka senang karena Al-Amin yang mereka jumpai. Mereka segera menceritakan permasalahannya.

Muhammad kemudian berkata: “Kalau demikian serahkan kain kepadaku”. Kain tersebut kemudian dibuka oleh Muhammad, dan diletakkannya Hajar Aswad di tengah-tengah kain, kemudian masing-masing dari bani tersebut dimintanya memegang ujung-ujung kain, lalu mengangkatnya bersama dan dibawa ke Ka’bah.

Dan ketika sampai pada tempat Hajar Aswad, Muhammad mendorong dan meletakkannya di tempatnya. Tidak diketahui selanjutnya siapa yang kemudian meletakkan kembali berhala suku-suku Qurays di Ka’bah dan sekitarnya usai pembangunan Ka’bah tersebut.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here