Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-176)

IX. Nabi Muhammad.

292
Masyarakat badui padang pasir. (Sumber: datacore.id)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Pada saat Muhammad kecil bersama saudaranya menggembala kambing di belakang rumah, tiba-tiba Muhammad dihampiri oleh dua orang berbaju putih membawa nampan berisi es seperti salju.

Salah seorang memegangnya kemudian membelah perutnya, mengambil dan mencuci hati serta mengelurkan dan membuang gumpalan hitam dari hatinya kemudian menutup perutnya kembali.

Setelah itu, orang tersebut menimbang berat badan Muhammad yang ternyata timbangan Muhammad lebih berat dari seluruh umatnya.

Saudaranya sangat ketakutan melihat peristiwa itu kemudian bergegas masuk rumah dan melaporkan kejadian itu pada orang tuanya, yang segera keluar untuk mencari Muhammad. Halimah dan Al-Harits mendapati Muhammad sendirian, yang kemudian menceritakan apa yang dialaminya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-175)

Tentu kedua orang tua tersebut heran sekaligus ketakutan. Suatu ketika, Halimah di datangi orang asing yang mencurigakan yang berkata kepadanya bahwa mereka hendak mengambil Muhammad yang diasuhnya itu untuk di serahkan kepada rajanya karena kelak Muhammad akan menjadi orang yang terhormat.

Tentu Halimah menolaknya. Beberapa peristiwa aneh itu membuat Halimah dan Al-Harits menjadi ketakutan, dan mereka merasa ada orang yang mengincar dan membahayakan Muhammad, sehingga mereka kemudian sepakat mengembalikannya kepada Aminah.

Ketika sampai di Makkah, Muhammad tiba-tiba hilang di tengah banyak orang. Halimah kemudian melaporkan kepada Abdul Muthalib, yang kemudian pergi berdo’a di Ka’bah. Ternyata Muhammad ditemukan oleh Waraqah bin Naufal yang kemudian memberikan kepada Abdul Muthalib.

Abdul Muthalib sangat senang dan kemudian Muhammad digendongnya di punggungnya dibawa pulang bersama Halimah dan Al-Harits, dan diserahkan kepada Aminah. Melihat ketakutannya keluarga Al-Harits, Aminah kemudian menceritakan keajaiban keajaiban yang terjadi pada dirinya ketika mengandung dan melahirkan Muhammad. Aminah yakin bahwa nantinya Muhammad akan menjadi orang besar yang berpengaruh di bumi.

Pada umur sekitar 6 tahun, Muhammad dibawa oleh ibunya berkunjung ke saudara saudaranya dari garis ibunya di Yatsrib dengan ikut rombongan kafilah dagang ke Syam. Muhammad dari nasab Abul Mutuhalib juga mempunyai leluhur dari Yatsrib. Dengan demikian, Muhammad mempunyai nasab dengan suku-suku di Yatsrib baik dari garis keturunan ayahnya maupun ibunya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-174)

Keberadaan Muhammad di Yatsrib ternyata tidak mendapat gangguan dari suku-suku Bani Israel yang mempunyai permukiman cukup besar seperti perkampungan Bani Qaiunuqa’, Nadlir dan Quraidzah. Hal itu menunjukkan bahwa Bani Israel tidak mengetahui bahwa Muhammad adalah Ahmad.

Namun Bani Israel tidak menghentikan usahanya untuk mencari Ahmad. Mereka telah mencari bahkan ke kampung kampung badui pada pasir hingga ke tempat yang cukup jauh, namun usahanya juga tidak berhasil.

Tidak lama kemudian Aminah jatuh sakit. Ketika kafilah dagang kembali dari Syam, meskipun dalam keadaan sakit, Aminah ikut rombongan kabilah membawa Muhammad kembali ke Makkah. Perjalan sampai di Abwa’, kondisi Aminah semakin parah dan tidak dapat meneruskan perjalanan, sehingga oleh para kafilah terpaksa ditinggal di perkampungan kecil ditemani Barakah dan saudara saudaranya dari Bani An-Najjr.

Ibu Abdul Muthalib adalah Salma binti Amr An-Najjariyah dari Bani Adi bin An-Najjar. Ketika Muhammad sedang bermain, dihampiri oleh Barakah, diberitahukannya bahwa ibunya telah meninggal. Dengan sangat sedih dan menangis, Muhammad kemudian ikut mengubur ibunya.

Muhammad sekarang menjadi yatim piatu pada umur 6 tahun. Ketika ada kafilah dagang Makkah lainnya yang kembali dari Syam singgah di Abwa’, dengan ditemani Barakah, Muhammad ikut kembali ke Makkah. Sampai di Makkah, kakeknya, Abdul Muthalib yang sudah semakin tua tergopoh gopoh menyambutnya. Sejak saat itu, Muhammad diasuh oleh kakeknya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-173)

Muhammad betul betul sangat disayang oleh kakeknya itu. Sangat sering Muhammad di ajaknya ke Ka’bah, diajak thawaf, kemudian diajaknya tiduran di atas permadaninya yang empuk di dalam Ka’bah.

Tak seorangpun dari anak anak Abdul Muthalib berani duduk diatas permadaninya, hanya Muhammad yang diperbolehkannya berada diatas permadaninya. Abdul Muthalib bahkan sangat senang jika Muhammad bermain dengan duduk diatas punggungnya.

Namun, kegembiraan Muhammad hanya berjalan dua tahun. Ibnu Ishaq berkisah, Abdul Mutalib berwasiat jika dirinya meninggal agar Muhammad diasuh Abu Thalib karena ayah Muhammad yaitu Abdullah bersaudara kandung dengan Abu Thalib. Ibu mereka adalah Fathimah binti Amr bin Aidz bin Abd bin Imran bin Makhzum.

Abdul Muthalib sakit keras hingga akhirnya memanggil enam anak perempuannya yaitu Saffiyah, Barrah, Atikah, Ummu Hakim, Al-Baidha, Umaimah dan Arwa, meminta anak anaknya membacakan syair syairnya dan menangis untuknya dan mengantarkannya menuju kematiannya. Satu persatu anaknya membacakan syair untuknya sambil menangis hingga akhirnya Abdul Muthalib menghembuskan nafas terakhirnya.

Abu Thalib terpilih untuk menggantikan bapaknya sebagai kepala suku Qurays dan sekaligus bertugas mengelola Ka’bah, sedang pengelolaan sumur zam zam diambil alih oleh anak bungsu Abdul Muthalib yaitu Al-Abbas. Saat meninggalnya kakeknya, Muhammad mulai menginjak aqil baliq.

BACA JUGA: Para Rasul Dalam Peradaban (Seri ke-172)

Hingga sampai masa remaja Muhammad, Bizantium maupun Gereja tidak memberikan perhatian sama sekali terhadap kemunculan Ahmad, meskipun saat itu cukup banyak pendeta Kristen mengetahui dari kitabnya bahwa telah masuk pada masa lahirnya rasul terakhir.

Invasi bangsa Lombard membuat Paus Gregorius berkirim surat kepada kaisar Mauritius yang baru saja menggantikan mertuanya yaitu Tiberius yang meninggal tahun 582. Surat Gregorius meminta agar Mauritius memberikan perhatian yang serius atas bahaya yang ditimbulkan oleh invasi bangsa Lombard yang telah banyak merebut wilayah Italia dan sudah mendekati Roma.

Namun Mauritius sedang sibuk pula menghadapi invaasi bangsa Persia di bagian timur sehingga tidak dapat mengirimkan tambahan tentara di wilayah barat. Gregorius terpaksa harus menyibukkan dirinya menggunakan seluruh energinya menangani sendiri kondisi di Italia.

Dana gereja harus dikeluarkannya untuk ikut membayar bala tentara Italia. Dia harus mengeluarkan harta gereja sebesar 500 pound emas untuk membayar Agilulf pemimpin bangsa Lombard yang berkedudukan di Milan agar tidak menganeksasi Roma. Langkah tersebut membuat dirinya mendapat julukan Gregorius Agung.

BERSAMBUNG.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here