Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-179)

IX. Nabi Muhammad.

388
Lukisan ilustrasi: Maisarah bin Masruq diberi penjelasan seorang pendeta Kristen tentang dugaannya bahwa Muhammad akan menjadi nabi. (Sumber: Akurat.co)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Maisarah juga menyaksikan dan mengalami perjalanannya bersama Muhammad yang selalu terlindungi dari terik sinar matahari. Suatu pengalaman yang tidak pernah dialaminya sebelumnya sehingga membuatnya takjub.

Pulang dari perjalanan dagang, Maisarah menceritakan semua yang dialaminya bersama Muhammad kepada Khadijah yang membuat wanita terpandang ini semakin tertarik dengan saudara jauhnya tersebut.

Khadijah melaporkan pengamatan Maisarah kepada pamannya yaitu Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, pemeluk agama Kristen, yang sangat mungkin penganut Nestorian gereja timur atau Arian, karena orang arab bersentuhan erat dengan Syam yang di wilayah ini berkembang Kristen Nestorian dan Arian.

Ibnu Ishaq mengisahkan, mendengar laporan Khadijah kemudian Waraqah bin Naufal berkata pada Khadijah: “Jika ini benar wahai Khadijah, pastilah Muhammad adalah nabi untuk umat ini. Aku tahu bahwa umat ini akan mempunyai seorang nabi yang dinanti kedatangannya dan kini telah tiba waktu kemunculan nabi tersebut”.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-178)

Setelah itu Waraqah langsung menyenandungkan syairnya:

Telah lama kuingat dengan sabar

Dengan sedih kadang dengan air mata berlinang

Khadijah menggambarkannya dan senantiasa memberi gambaran

Sungguh telah lama masa tungguku wahai Khadijah

Di lembah Makkah kutunggu dengan penuh harap

Dari katamu kuharap dia muncul disana

Ku tak ingin apa yang dikatakan para pendeta

Menjadi sebuah ramalan yang palsu belaka

Muhammad akan menjadi pemimpin kami

Ia taklukkan lawannya lewat hujjah

Kilau cahanya kan menebar di seantero bumi

Ia luruskan jalannya manusia yang bengkok

Orang yang memeranginya pastilah mengalami kerugian

Sedang yang berdamai dengannya memperoleh kemenangan

Wahai, andai kuhidup di saat itu

Aku saksikan dia hingga aku menjadi orang yang paling beruntung

Walau apa yang dibenci orang Qurays itu demikian berat

Dengan pekik teriakan keras mereka di kota Makkah

Aku punya harapan dari apa yang mereka benci

Kepada pemangku Arasy, jika mereka turun dan naik

Bukankah sebuah kebodohan jika kita tak percaya pada-Nya

Dzat telah memilihnya dan mengangkatnya ke bintang bintang

Jika mereka masih ada dan aku juga ada kan terjadi banyak persoalan

Orang orang kafir itu kan berteriak dengan bising

Jika aku mati, sesungguhnya semua manusia

Akan menemui taqdirnya dan ia kan berakhir juga

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-177)

Dari ucapan Waraqah ini, maka baik Nestorian maupun Arian mengimani kitab suci yang di dalamnya terdapat nubuwah kedatangan Muhammad sebagai nabi terakhir, dan terdapat pula ayat ayat tentang tanda tanda waktu kemunculan nabi terakhir maupun ciri ciri orangnya.

Bahkan dalam syairnya, Waraqah sengaja menunggu kedatangannya di Makkah yang dengan demikian Waraqah juga mengetahui janji Allah kepada nabi Ibrahim. Dengan demikian kitab Kristen Nestorian maupun Arian memuat nubuwah bahwa nabi terakhir adalah keturunan Ismael.

Jika kitab Kristen Nestorian dan Arian menunjukkan nubuwah tersebut, maka pasti nubuwah tersebut berasal dari kitab kitab suci agama yahudi. Waraqah bin Naufal sangat yakin akan kedatangannya karena tidak mungkin ramalan dari kitabnya yang diucapkan para pendetanya hanyalah palsu belaka.

Waraqah sendiri dengan yakin mengatakan bahwa Dzat Pemangku Arasy telah memilihnya dan orang orang kafir akan berteriak dengan bising. Dengan demikian istilah Arasy dan kafir adalah bahasa arab yang sudah ada sebelum wahyu turun kepada Nabi Muhammad.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-176)

Waraqah juga menyebut -kata taqdir, yang dengan demikian kata dan makna taqdir telah diketahui oleh orang arab sebelum kerasulan Muhammad. Dari kata kata Arasy dan taqdir maka orang arab pada dasarnya meyakini adanya eksistensi alam ghaib.

Waraqah bin Naufal tentu menyetujui rencana Khadijah yang sudah terpesona dan ingin menikah dengan Muhammad. Khadijah kemudian meminta bantuan teman wanitanya yaitu Nufaisah untuk menemui dan menanyakan kesediaan Muhammad untuk menikahinya. Muhammad mengatakan dirinya tidak mempunyai apa apa untuk menikahi Khadijjah.

Banyak orang yang lebih terhormat dan kaya dari dirinya yang ingin menikah dengan Khadijjah, sedang dirinya tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk melamar Khadijah.

Namun Nufaisah meyakinkannya bahwa hal itu agar diserahkan kepadanya, dan kemudian mengundang Muhammad untuk bertemu Khadijah. Dalam pertemuan tersebut Muhammad dan Khadijah sepakat untuk membicarakan hal tersebut pada keluarga masing masing.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-175)

Tentu saja hal ini menjadi berita yang mengejutkan bagi paman paman Muhammad. Namun Muhammad meyakinkan pada paman pamannya agar tidak perlu mengkhawatirkan kebiasaan sukunya dalam melakukan pinangan, karena pernikahan ini memang sama sekali tidak didasari oleh kebiasaan tersebut.

Para pamannya juga khawatir terhadap keluarga Khadijah, namun Muhammad meyakinkannya lagi bahwa Khadijah akan menyelesaikan semua masalah dengan keluarganya.

Akhirnya para pamannya bersepakat menunjuk Hamzah untuk memimpin acara pinangan. Para pamannya mempertimbangkan jika nantinya ada keberatan dari keluarga Khadijah, mereka tidak merasa dipermalukan karena yang pergi meminang adalah Hamzah yang masih

muda. Mereka khawatir jika mereka dipermalukan akan dapat menimbulkan persoalan bahkan bentrokan dengan keluarga Khadijah. Kepribadian Hamzah yang masih muda dikenal pemberani, tegas dan sangat menyayangi Muhammad, dianggap cocok untuk mengambil sikap apabila terjadi situasi yang rumit.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here