Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-149)

VIII. Nabi Zakariya, Yahya, ‘Iysaa, Kehancuran Haekal Sulaiman (Masjidil Aqsha) yang Kedua dan Kemunculan Nashara, Kristen dan Katolik.

445
Lukisan tentang awal pemberontakan Bani Israel terhadap imperium Roma, pertempuran di wilayah Emmaus. (Sumber: sejarah militer.com)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Sedang Matius 23:38 dan 24:2, Markus 13:2, dan Lukas 13:35 menuliskan: “Lihatlah rumahMu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi”. Lalu Yesus keluar dari Haekal Sulaiman, kemudian berkata kepada para muridnya: “Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak diatas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan”.

Yesus telah menubuwahkan kehancuran Yerusalem dan Haekal Sulaiman, yang karena nubuwahnya ini, berakibat terjadinya permusuhan terbuka antara pejabat agama Yahudi dengan Yesus. Pejabat agama Yahudi tidak bisa lagi menanggung resiko semakin besarnya pengikut Yesus yang akan membahayakan kedudukan mereka sebagai pemimpin agama.

Hati dan akal mereka telah tertutup oleh kebencian. Mereka tidak akan membiarkan Yesus terus hidup kemudian berupaya membunuh Yesus.

Setelah beberapa tahun sepeninggal Yesus, para pengikutnya terpecah menjadi dua yaitu kaum Nashara dan kaum Kristen. Masa setelah tahun 40 M, menjadi masa yang sulit bagi Bani Israel. Mereka harus melihat kenyataan agamanya memunculkan sekte baru yaitu Nashara. Mereka juga melihat dari agamanya ini muncul golongan aqidah lain yang tidak bisa mereka anggap sebagai sekte agama Yahudi, yaitu Kristen.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-148)

Bani Israel juga menghadapi peristiwa yang menguji keteguhan imannya. Kaisar Gaius Caligula menginginkan membuat patung dirinya dan diletakkan di Haikal Sulaiman. Keinginan kaisar Gaius membuat kondisi kaum Yahudi bergolak. Bibit kelompok pemberontak mulai muncul.

Namun secara mendadak Caligula pada tahun 41 dibunuh seorang tentara roma. Caligula digantikan oleh pamannya yaitu Claudius. Kebijakan Claudius untuk wilayah Yudea dan Israel tidak jauh beda dengan Caligula. Haekal Sulaiman sangat menarik untuk dijadikan simbul pagan Roma sekaligus menempatkan patung kaisar.

Claudius bersikap ramah terhadap kaum Yahudi dengan tetap menjadikan Agripa I yang disukai kaum Yahudi sebagai raja kaum Yahudi. Untuk sementara, bibit pemberontakan dapat dipadamkan oleh Agripa I dengan membangun pasar dilembah Tyropeon dan pembangunan tembok kota. Namun Agripa I mendadak meninggal pada tahun 44 M dan tahtanya digantikan anaknya yang masih berumur sekitar tujuh belas tahun.

Akibatnya, Claudius mengirim orang untuk mendampingi raja Agripa II dengan maksut mengambil hati kaum Yahudi yang senang dengan keYahudian keluarga Agripa, namun juga mengirim orang untuk mendampingi Agripa II agar tidak membuat kesulitan bagi Roma.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-147)

Tindakan Claudius justru memunculkan bibit pemberontakan kaum Yahudi terhadap kekuasan Roma. Claudius meninggal tahun 54 M di racun oleh istrinya yaitu Agripina yang melihat Claudius tidak menyukai Nero anaknya yang menjadi anak tiri Claudius.

Sempat terjadi kekosongan kursi Kaisar selama beberapa saat, namun Agripina dapat mengamankan kursi kekaisaran yang diserahkannya pada Nero. Sampai tahun 59 M terjadi dua kali pemberontakan kecil kaum Yahudi yang dapat di tumpas oleh Roma. Meskipun ada pemberontakan, namun Yerusalem masih tetap dapat berkembang. Bahkan pembangunan Haekal Sulaiman yang dimulai Herodes Agung dapat dirampungkan.

Tahun 60 an adalah masa kekaisaran Romawi yang tidak stabil. Nero mengangkat gubernur yang mudah disuap bahkan disuap oleh penjahat. Hal itu dapat memicu terjadinya kerusuhan di negeri Israel. Untuk membiayai keamanan wilayahnya, Gubernur Roma bahkan merampas harta Haekal Sulaiman yang justru mengakibatkan kerusuhan yang lebih besar lagi.

Tentara Roma bahkan sering mengalami diserang rakyat di jalanan kota. Gubernur wilayah Israel akirnya meminta bantuan gubernur Syiria. Namun hal ini justru membangkitkan kemarahan kaum Yahudi secara lebih luas.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-146)

Pada tahun 64 M, tentara Gubernur Syiria menuju wilayah gunung Scopus di dekat kota Bejita (Bezheta) dekat Yerusalem, namun kemudian mundur di sekitar wilayah Emmaus. Disini terjadi peperangan yang membuat sekitar 5.000 tentara Romawi meninggal dalam peperangan, meskipun kurban dari kaum Yahudi juga tidak kalah besarnya pula akibat kaum Yahudi perang dengan doktrin bunuh diri.

Tetapi peperangan itu tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari para pejabat agama Yahudi. Hanya kaum Saduki yang mendukung peperangan kaum Yahudi yang membayangkan kemerdekaan negeri Israel, sedang kaum Farisi lebih perhatian pada perkembangan agama.

Melihat kaum Yahudi terpecah atas terjadinya pemberontakan, Raja Agrippa II berusaha membujuk pemberontak agar mau berdamai, sebelum kaisar mengerahkan tantara perang Roma yang lebih kuat.

Usaha raja Agrippa II membujuk kaum pemberontak berhasil, bahkan salah satu pemimpin pemberontak yaitu Joshepus mengundurkan diri karena tidak tahan dengan doktrin perang bunuh diri.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-145)

Namun Langkah Agrippa II yang berhasil dalam Langkah damainya tersebut juga menjadikan kelompok nasionalis militant yang awalnya kecil yang didukung sekte Saduqi menjadi semakin banyak didukung rakyat Israel sehingga semakin besar yaitu kelompok Zelot. Kelompok ini menentang langkah moderat Bani Israel.

Peristiwa lainnya, pada tahun 62, Salah satu imam Nashara, yaitu James, dihukum mati oleh Mahkamah agama Yahudi, dengan alasan telah melanggar Taurat. Peristiwa ini membuat kaum Nashara dipimpin Simeon, sepupu Yesus meninggalkan Yerusalem menuju kota Pella (atau Fihl atau Fahl) di wilayah kaki timur lembah Yordan.

Kepergian kaum Nashara ini karena Simeon teringat pada ramalan Yesus pada kehancuran Haekal Sulaiman dan Yerusalem. Kaum Nashara memindahkan basis pengajaran dan persebaran Nashara di Pella Yordania. Demikian pula, kaum Kristen juga melihat bahaya yang lebih besar sehingga meninggalkan kota Yerusalem.

Yerusalem kehilangan penduduk yang cukup besar, namun mereka telah bertekat untuk merdeka dari penjajahan Roma. Mereka bertahan menunggu kedatangan tentara Roma.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-144)

Di Roma, setelah berkuasa lebih dari lima tahun, Nero menunjukkan gelagat sangat kejam bahkan membunuh ibu dan istrinya sendiri. Nero yang menjadi semakin kejam, merasa terganggu oleh situasi di wilayah Israel.

Tahun 67, Nero mengirim tantara Roma yang dipimpin oleh panglima yang dikenal cakap yaitu Vespasianus. Tentara Roma memulai peperangannya dari wilayah Galilea. Perlahan tapi pasti wilayah Galilea dikuasi oleh Vespasianus dan mulai mengancam wilayah Yudea.

Tahun 68, terjadi pemberontakan rakyat Roma di propinsi Gaul melawan Nero. Vespasianus untuk sementara menghentikan gerakan militernya di Israel dan mencermati perkembangan situasi di Roma yang semakin lama pemberontakan rakyat semakin meluas.

Tahun 70 pemberontakan di Roma berhasil mengalahkan pasukan Nero dan membuat Nero melarikan diri dan dikabarkan bunuh diri. Vespasianus dipanggil pulang oleh senat Roma dan diangkat menjadi Kaisar. Vespasianus meninggalkan anaknya yaitu Titus di Israel untuk melanjutkan perang dengan Bani Israel.

Kaum nasionalis Israel yang berintikan kaum Zelot sudah memusatkan kekuatannya di Haekal Sulaiman. Dengan menggelorakan perang suci di rumah Allah, kaum Zelot sangat yakin dapat bertahan di Bait Allah dan akan mendapatkan pertolongan dari Allah.

Kalau mengalami kematian, meraka akan dengan senang hati akan menyongsong kematian tersebut karena yakin dengan hadiah surga. Kebanyakan kaum Farisi termasuk rabbi yang mereka hormati yaitu Rabbi Yohanan ben Zakkai, diam diam keluar dari Yeusalem. Mereka keluar karena tidak sepakat dengan sikap revolusioner kaum zalot. Bani Israel semakin terpecah sebelum peperangan dimulai.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here