Mari Berbekal untuk Masa Depan

603

Oleh: Ahmad Tavip Budiman (Ketua Komisi Dakwah dan Pemberdayaan Masyarakat MUI Kota Bogor)

Kita sudah memasuki tahun baru Islam 1444 H. Waktu berjalan begitu saja tanpa terasa. Namun, kita rasa-rasanya belum bisa memanfaatkan waktu tersebut dengan baik Hari demi hari lagi-lagi dilalui dengan berbagai macam kesalahan. Namun, hal itu dianggap angin lalu tanpa coba kita perbaiki di kemudian hari.

Sudah sepatutnya kita menengok apa saja yang telah kita perbuat dan merencanakan perbaikan ke depannya. Allah swt telah berfirman dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 18:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

BACA JUGA: Guru Bahagia Sukses dan Mulia

Kita harus memaafkan masa lalu. Memaafkan bukan berarti melupakan. Memaafkan menjadi langkah awal untuk memperbaiki langkah di masa yang akan datang. Sementara masa kini harus kita hadapi. Sebab, masa kini inilah yang ada persis di depan mata. Kita tak bisa menghindarinya.

Mau tidak mau, itu harus dihadapi dengan cara dan sikap sebaik mungkin. Adapun masa depan harus kita persiapkan. Persiapan menuju masa depan dimulai dengan melihat mana yang perlu diperbaiki dari masa lalu yang telah kita lewati dan masa kini yang tengah dihadapi. Kaum Muslimin yang berbahagia.

Hari esok yang dimaksud pada ayat tersebut menurut pandangan banyak ulama adalah akhirat. Akhirat ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dengan dunia yang menjadi jembatan menujunya. Makanya, ada satu nasehat penting:

اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأنَّكَ تَعِيشُ أَبَدًا، وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

“Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kau mati esok.”

BACA JUGA: Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Quran

Pekerjaan yang tampaknya duniawi jika dilakukan untuk memenuhi kekuatan dalam beribadah juga termasuk ibadah yang bernilai akhirat. Lalu, kapan tiba waktunya kita di akhirat? Kita sendiri tidak ada yang mengetahui kapan, di mana, dan dalam keadaan bagaimana ajal tiba.

Hal ini sudah ditegaskan Allah swt dalam Al-Quran Surat Luqman ayat 34:

اِنَّ اللّٰهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِۚ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْاَرْحَامِۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًاۗ وَمَا تَدْرِيْ نَفْسٌۢ بِاَيِّ اَرْضٍ تَمُوْتُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ (لقمان: 34)

“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat: dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal”.

BACA JUGA: Membentuk Pemuda Bervisi Aswaja

Menjaga Lima Perkara

Dalam kitab Al-Bahrul Muhith, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Muqatil, dijelaskan bahwa tidak ada yang mengetahui kelak akan bekerja sebagai apa, apakah baik atau buruk. Pun kita akan meninggal di mana, di darat, di laut, atau dalam keadaan yang seperti apa? Wallahu a’lam.

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw mengingatkan kita agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

“Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara, masa mudamu sebelum masa tua, sehatmu sebelum sakitamu, kekayaanmu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum kesibukanmu dan kehidupanmu sebelum kematianmu,” (HR. Al-Hakim).

BACA JUGA: Hiduplah dengan Penuh Syukur

Nikmat ini jika tidak dimanfaatkan akan berdampak buruk. Orang yang diberi anugerah kekayaan dan kemampuan sudah semestinya mensyukuri nikmat itu dengan bersedekah, meningkatkan kepedulian, dan solidaritas sosial. Akan tetapi tak jarang yang tidak yang lulus dengan ujian kekayaan.

Hal ini dikarenakan watak manusia kikir jika diuji kenikmatan, kebaikan, dan kekayaan. Al-Quran menegaskan:

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا إِلَّا الْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ

“Sesungguhnya manusia diciptakan sukanya berkeluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan, apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. Kecuali, orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).” (QS al-Ma’arij: 19-25).

BACA JUGA: Inti Ibadah adalah Akhlak

Masa luang juga sering diabaikan kebanyakan manusia. Dalam Al-Quran sebenarnya ada nasihat penting, mengenai waktu kosong atau istirahat: “Jika kamu sudah selesai melakukan suatu amal, maka bersungguh-sungguhlah untuk melakukan amal yang lain.”

Jadi, istirahat sejati adalah berpindah dari amal baik yang satu menuju amal baik yang lain. Inilah orang yang cerdas memanfaatkan waktu luangnya.

Hidup juga demikian, banyak sekali yang abai dengan nikmat ini. Padahal setiap orang pasti mengalami mati, tapi orang selagi hidup lebih banyak menyiapkan sesuatu yang tak bakal dibawa mati.

Nabi pernah menasihati, “Cukuplah kematian menjadi penasihat (terbaik).” Pada kesempatan lain, “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (alias kematian).”

Orang yang memanfaatkan hidupnya dengan baik, maka kematian menjadi kesadarannya sehingga dia tidak kehilangan arah. Karena dia sadar bakal mati, maka yang dilakukan adalah mempersiapkan diri kala hidup dengan berbagai amalan yang memudahkan dia dalam menjemput kematian.

BACA JUGA: 6 Hal yang Mengusir Kesulitan Hidup

*****

Oleh karena itu, kita harus memanfaatkan betul waktu yang 24 jam yang telah disediakan untuk kita. Ini tidak lain agar kita betul-betul siap untuk menghadap Allah swt dengan bekal ketakwaan yang telah saban hari kita tingkatkan.

Kita harus menjadikan hari ini lebih baik daripada hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Hakim:

مَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ أَمۡسِهِ فَهُوَ رَابِحُ، وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ مِثْلُ أَمۡسِهِ فَهُوَ مَغۡبُوْنٌ، ومَن كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنۡ أَمۡسِهِ فَهُوَ مَلۡعُوْنٌ

“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat.”

BACA JUGA: Akan Mulai Tampak Sedikit Demi Sedikit Saat Ajal Akan Datang

Berdasarkan hadits itu, ada tiga kelompok manusia yang dilihat dari peningkatan segi kualitas amal perbuatannya berdasarkan kesehariannya.

Pertama, manusia yang melakukan amal hari ini lebih baik dari yang kemarin. Kelompok manusia tersebut adalah orang yang beruntung. Kedua, barangsiapa yang hari ini sama saja dengan kemarin, maka dia (termasuk) orang tertipu.

Dan ketiga, kelompok orang yang memiliki amal hari ini lebih buruk dari yang kemarin, maka mereka termasuk orang terlaknat.

Semoga Allah swt memberikan kita kekuatan dan kesempatan untuk terus memperbaiki masa depan sehingga kita dapat menghadap kepada Allah swt dengan husnul khatimah. Amin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here