Gus Baha Analogikan Manfaat Haji Badal dengan Bayar Utang

425
Gus Baha. (Foto: Ponpes Almunawwir)

Jakarta, Muslim Obsession – Ibadah haji bukan hanya berlaku bagi orang masih hidup atau yang mampu secara fisik. Ketika seseorang sudah tua, tidak mampu melaksanakan haji. Namun ingin melaksanakan haji maka hajinya boleh diwakilkan (badal).

Begitu juga ketika orang tua sudah wafat, hajinya pun bisa dilakukan oleh anak anaknya atau oleh orang lain. Kia Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menyebut sebuat riwayat soal badal haji.

“Ada perempuan bertanya, Ya Rasulullah sayang sekali bapak saya ini sudah tak bisa ikut, bapak saya sudah tua. Apa perlu saya haji kan?” Rasulullah menjawab: “Iya,” ujar Gus Baha.

Lalu, apakah haji yang diwakilkan dianggap bermanfaat? Rasulullah menganalogikan seperti utang yang dimiliki orang tua dan dibayarkan oleh anaknya.

“Apakah haji bapak saya bemanfaat jika diwakilkan? Nabi bikin analogi andaikan bapak kamu punya utang kemudian yang bayar anda, itu manfaat,” ujar Gus Baha.

Badal Haji ada dua jenis

Pada prinsipnya Kementerian Agama (Kemenag) RI, menyebut badal haji adalah kegiatan menghajikan orang yang telah meninggal (yang belum haji) atau menghajikan orang yang sudah tak mampu melaksanakannya (secara fisik) disebabkan oleh suatu udzur, seperti sakit yang tak ada harapan sembuh.

Badal Haji ada dua jenis

1. Al-Ma’dlub, yaitu orang yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk berangkat ke Tanah Suci, sehingga memerlukan jasa orang lain untuk melaksanakan ibadah haji. Al-Ma’dlub yang memiliki kemampuan finansial wajib/boleh dibadalkan jika tempat tinggalnya jauh dari Tanah Haram Makkah dengan jarak lebih dari masafatul qashr.

Sedangkan, Al-Ma’dlub yang sudah ada di Tanah Haram Makkah atau tempat lain yang dekat dari Tanah Haram Makkah tidak boleh dibadalhajikan, melainkan harus haji sendiri atau dibadalhajikan setelah meninggal. Tetapi, jika kondisinya benar-benar tidak memungkinkan untuk melaksanakan sendiri, maka menurut sebagian pendapat, dia boleh dibadalhajikan di saat dia masih hidup (Hasyiatul Jamal, Juz II, hlm. 388).

2. Al-Mayyit adalah haji yang tidak terlaksana atau tidak selesai karena yang bersangkutan meninggal lebih dulu. Hal ini terbagi dalam 2 (dua) macam, yaitu Haji Wajib (haji Islam, haji nazar, dan haji wasiat) dan Haji Sunnah.

Dari rincian pembahasan haji bin niyabah menurut Syafi’iyah dapat disimpulkan bahwa haji wajib yang tidak terlaksana/tidak selesai karena yang bersangkutan meninggal dunai terlebih dulu, hal ini ada yang wajib dibadalkan dan ada yang tidak wajib dibadalkan.

Adapun haji wajib yang wajib dibadalkan biayanya menjadi beban tirkah si mayyit. Perlu dijelaskan pula, bahwa jika si mayyit tidak meninggalkan tirkah yang cukup untuk membiayai badal hajinya, maka tidak ada yang harus menanggung beban-beban biaya itu, baik ahli warisnya maupun yang lain. Namun, ahli waris atau lainnya sunnah menghajikan/membiayai hajinya mayyit tersebut (Hasyiyah Jamal/2/388).

Menurut Buya Yahya, orang yang telah meninggal dunia, punya harta warisan dan wajib haji, maka sebelum hartanya dibagi kepada ahli warisnya, harta itu baiknya digunakan untuk melakukan haji.

“Badal haji itu ada, khususnya orang yang telah meninggal dunia yang sudah wajib haji. Maka diambil dari harta warisnya sebelum dibagi, digunakan untuk jadi al haji,” ujar Buya Yahya.

Bagi seseorang yang tua renta, sudah tidak mampu melakukan ibadah haji. Maka boleh dibatalkan jika dia sudah melakukan ibadah haji.

“Atau orang yang sudah tua renta, yang memang secara aturan gak mungkin berangkat. Maka boleh dibatalkan,” ucap Buya Yahya.

Hanya ada sejumlah syarat untuk bisa membadalkan haji. Salah satunya orang yang sudah pernah berhaji.

“Yang boleh membadalkan haji adalah orang yang sudah pernah haji, yang belum pernah haji tidak boleh membadali haji kata Imam Syafi’i,” lanjut Buya Yahya.

Buya Yahya juga peringatkan kepada anak-anak yang memiliki orang tua telah meninggal dunia, dan cukup hartanya untuk melakukan haji. Maka sisihkan harta tersebut untuk badal haji sebelum dibagikan kepada ahli waris.

“Peringatan kepada para anak-anak yang orang tua telah meninggal, maka kemudian mereka sudah kaya, cukup harta. Jangan buru-buru dibagi harta, kecuali di potong untuk badal. Badal tuh bisa berangkat sendiri, atau bisa saja dibayarkan kepada orang yang biasa menerima badal,” ucap Buya Yahya.

Selain itu, ujar Buya Yahya, untuk memilih orang yang bisa membadalkan harus dilihat karakternya.

“Yang perlu diperhatikan adalah kejujuran orang yang akan anda mintai untuk menjadi badal. Kalau model nya pendusta ya jangan,” lanjut Buya Yahya.

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here