Waspada! Kerupuk Babi Beredar Bebas di Singkawang

1297

Muslimin menambahkan, berdasarkan pengakuan pedagang, kerupuk dan diduga mengandung babi tersebut dari luar Singkawang yang ada di Kalbar. “Untuk sosis, produk tersebut didatangkan dari Malaysia,” jelas Muslimin.

Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Singkawang, Achmad Kismed mengatakan, terkait temuan itu pihaknya sudah memberikan pembinaan kepada pedagang yang bersangkutan.

“Jika memang kerupuk tersebut merupakan produk lokal, kami minta pengusahanya menampilkan label yang menegaskan jika makanan itu mengandung babi,” katanya.

Namun, jika produk tersebut didatangkan dari luar Singkawang tanpa label serta tanpa peringatan mengandung babi atau tidak, kepada pedagang diminta untuk tidak menerima produk tersebut.

“Jika masih dijual produk seperti itu, dengan sangat terpaksa akan kami sita,” ujarnya.
Dari hasil tes, memang kerupuk tersebut sudah mengandung babi. “Tapi kalau untuk sosis saya belum tahu. Karena saya belum mendapatkan informasi tentang sosis,” ungkapnya.

Humas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Hartono menceritakan, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap semua produk makanan yang beredar di pasaran. Banyak makanan yang setelah diteliti, ternyata mengandung babi atau campuran babi.

“Yang berlabel halal pun ternyata banyak yang tidak halal,” ujar Hartono, sebagaimana dikutip dari rilis Halal MUI, Senin (29/7/2019).

Kepala BPJPH Prof Sukoso mengatakan, untuk memberikan ketenangan di masyarakat, produsen makanan perlu melakukan sertifikasi halal. Sesuai Pasal 67 UU No 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), disebutkan bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia mulai berlaku lima tahun sejak UU JPH diundangkan. Itu berarti pada 17 Oktober 2019 kewajiban itu diberlakukan untuk semua produk, baik makanan dan minuman, obat dan kosmetika.

“BPJPH sangat berperan dalam melaksanakan amanat UU. Namun, MUI tetap berperan. Itu ada di Pasal 33 UU JPH. Jadi setelah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang ditetapkan BPJPH, menguji produk, dan ternyata halal, maka hasil pengujian diserahkan ke BPJPH. Baru kemudian BPJPH menyerahkan ke MUI untuk memperoleh penetapan kehalalan produk. Keputusan penetapan kehalalal produk oleh MUI disampaikan ke BPJPH untuk nantinya menjadi dasar bagi penerbitan Sertifikat Halal,” jelas Prof Sukoso kepada Indopos.

Ada pun bagi yang sudah mendapat Sertikat Halal oleh MUI/LPPOM MUI dan masih berlaku hingga melampaui 17 Oktober 2019, tetap diakui BPJPH, dengan cara mendaftar/registrasi ke BPJPH dengan melampirkan Sertifikat Halal-nya.

Bagi yang sedang berproses sertifikasi dengan MUI/LPPOM MUI sampai 17 Oktober 2019 dan masih lanjut proses, tetap proses dilakukan hingga didapat sertifikat dan kemudian diregristrasikan ke BPJPH. “Regristrasi ini tidak dipungut biaya, hanya sebagai pelaporan ke BPJPH untuk mendata,” jelas Prof Sukoso. (Vina)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here