Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-48)

V. Nabi Musa, Harun, Bani Israel Pulang ke Baitul Maqdis.

639
Perkiraan peta perjalanan Nabi Musa, Nabi Harun dan Bani Israel, dari Mesir hingga seberang timur sungai Yordan di seberang daratan menuju kota Yerikho.

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Peristiwa pertemuan antara hamba Allah dengan Nabi Musa tersebut menunjukkan bahwa (1) Pengetahun Nabi Musa adalah pengetahuan yang bersifat zhahir dan empiris, yang dengan pengetahuan zhahirnya tersebut Nabi Musa menghukumi perbuatan hamba Allah adalah perbuatan yang salah. Tentu dari aspek hukum kehidupan empiris apa yang dipersoalkan Nabi Musa tidak bisa disebut salah, namun (2) hamba Allah mempunyai pengetahuan dari sisi Allah dan mendapat perintah dari Allah yang tidak bisa dilihat atau dihukumi secara zhahir.

Hamba Allah tersebut diberikan ilmu yang dapat mengetahui tentang hakikat suatu peristiwa, baik sebelum terjadi, sedang terjadi maupun setelah terjadinya suatu peristiwa. Bukan ilmu yang berdasarkan pengetahuan yang bersifat zhahir atau empiris namun ilmu non empiris atau mengetahui sesuatu yang ghaib berdasarkan pengetahuan yang diberikan dari sisi Allah yang digunakan untuk mencegah dan merubah peritiwa yang akan terjadi dalam suatu keburukan dengan menggantinya menjadi peristiwa kebaikan.

Dari peristiwa tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa meskipun Allah telah mengutus Nabi Nabi yang dibekali risalah Allah untuk mengajak manusia hidup dalam keadaan beriman agar dapat menuju kebaikan, namun keberadaan risalah Allah tersebut tidak bisa menjamin bahwa manusia akan berbuat sebagaimana yang tertulis dalam risalah Allah tersebut. Oleh karena itu Allah juga mengutus hamba Allah yang tidak diketahui yang akan membantu dan menolong manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-47)

Hamba Allah itu oleh para mufassir berdasarkan hadits Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, asal usul hamba salih yang dinamakan Khidir adalah karena jika ia duduk di atas rumput kering, rumput tersebut akan kembali menjadi hijau, dari kata akhdar yang berarti hijau (HR. Bukhari dan Ahmad).

Hadits itupun ternyata tidak menjelaskan nama sebenarnya Nabi Khidir. Sedang yang dimaksud dengan rahmat ialah wahyu dan kenabian, sedang yang dimaksud ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib. Dengan demikian Nabi Khidir adalah seorang Nabi yang disembunyikan asal usulnya, seperti halnya sangat tersembunyinya ilmu Allah yang diberikan kepada Nabi Khidir, sama dengan tersembunyinya riwayat kehidupan sampai kematiannya.

19. Bani Israel sedang berputar-putar, Nabi Harun meninggal.

Dari Kitab Bilangan 20 : 14 – 29, diperoleh informasi, tidak lama setelah peristiwa Mata Air Batu Meriba, kemudian Bani Israel melakukan perjalanan kembali. Arah perjalanan ternyata justru kembali ke Kadesh Barnea dan membuka kembali perkemahan di wilayah tersebut.

Dari tempat tersebut Nabi Musa mengirim utusan ke raja Edom. Nabi Musa mengetahui bangsa Edom adalah saudara Bani Israel. Utusan dipesan untuk menceritakan tentang kisah Bani Israel yang pindah ke Mesir dan suatu saat diperlakukan secara jahat oleh bangsa Mesir.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-46)

Hingga akhirnya Bani Israel di tuntun Tuhan melalui rasulnya meninggalkan Mesir untuk menuju negerinya yang sudah lama ditinggalkannya, sedang Bani Israel telah berada di suatu persingggahan di Kadesh Barnea di tepi perbatasan wilayah Edom. Bani Israel hendak menuju kawasan gurun Negev.

Bani Israel minta izin hendak melewati jalan-jalan besar negeri Edom, tidak akan menggangu ladang, kebun, tidak menyimpang ke kiri maupun ke kanan. Namun jawaban penduduk Edom adalah tidak mengizinkan melewati jalan di wilayahnya. Ketika Bani Israel juga menyatakan akan membayar air yang diminum, dan lewat dengan jalan kaki saja, namun tetap tidak diizinkan oleh bangsa Edom, dan bangsa Edom mengancam memerangi jika Bani Israel memaksa melalui jalan di wilayahnya.

Bani Israel kemudian mengambil jalan menyimpang menuju Bene Yaakan dan berkemah di sana. Namun di depan mereka terbentang padang gurun Hor yang sangat tandus. Tidak diriwayatkan apa yang menjadi masalahnya, namun kemudian dari Bene Yaakan, Bani Israel kembali ke arah selatan menelusuri batas wilayah Edom di padang belatara Zin, berkemah di Horhagidgad.

Mungkin kekhawatiran atas persoalan ketidaktahuan tentang letak sumber air menyebabkan mereka kembali menyusuri jalan ke arah selatan, hingga akhirnya berhenti agak lama di Horhagidgad. Kemudian bergerak lagi memasuki jalan di antara batas wilayah selatan bangsa Edom dengan batas sebelah utara bangsa Madyan dan berkemah lagi di Yotbata, kemudian bergerak lagi dan berkemah di Abrona, kemudian bergerak lagi dan berkemah di Ezion-Geber, sehingga sampai di perbatasan wilayah suku Madyan di ujung teluk ‘Aqabah.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-45)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here