Beberapa Fakta Penting Sekitar Masyumi dan PRRI

1706
Kampanye Partai Masjumi.

Oleh: Lukman Hakiem (Peminat Sejarah)

PERKEMBANGAN politik di Tanah Air, sejak Presiden Sukarno mencanangkan konsepsinya mengenai demokrasi terpimpin, berubah pesat.

Kalangan politisi dan militer di daerah yang tidak menyetujui Konsepsi Presiden lantaran mengikutsertakan kaum komunis, ditambah terjadinya ketimpangan ekonomi, bersekutu di dalam suatu gerakan yang kemudian melahirkan Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi dan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera.

Mendahului pembentukan PRRI, di Padang pada 10 Februari 1958, Letnan Kolonel Ahmad Hussein menyampaikan “Piagam Perjuangan Menyelamatkan Negara”.

Inti Piagam tersebut ialah:

1. Menuntut supaya dalam 5×24 jam sejak tuntutan ini diumumkan, Kabinet Djuanda mengembalikan mandat kepada Presiden/Pejabat Presiden, dan Presiden/Pejabat Presiden mengambil kembali mandat Kabinet Djuanda.

2. Supaya Hatta dan Hamengku Buwono IX ditunjuk untuk membentuk satu Zaken Kabinet Nasional.

3. Berseru kepada Bung Hatta dan HB IX agar jangan sekali-sekali menolak tanggung jawab ini.

4. Menuntut kepada DPR dan para pemimpin rakyat supaya dengan sungguh-sungguh memungkinkan Hatta-HB IX membentuk kabinet.

5. Menuntut kepada Presiden Sukarno supaya bersedia kembali mematuhi kedudukannya sesuai dengan konstitusi, dan memberi kesempatan sepenuhnya kepada Hatta-HB IX untuk membentuk kabinet.

6. Apabila tuntutan 1 dan 2 tidak dipenuhi maka sejak saat itu kami terbebas dari wajib taat kepada Dr. Ir. Sukarno sebagai Kepala Negara.

Telegram kepada Letkol Ahmad Husein

BAGAIMANA sikap Masyumi terhadap pergolakan daerah itu?

Partai Masyumi menyatakan, baik pembentukan Kabinet Karya — yang dibentuk oleh warga negara Dr. Ir. Sukarno atas mandat dari Presiden Sukarno — maupun pembentukan PRRI sama-sama inkonstitusional.

Sejak saat-saat genting menjelang Proklamasi PRRI, pimpinan Masyumi, baik sendiri maupun bersama pimpinan partai lain, dengan sepengetahuan Pemerintah, telah melakukan berbagai usaha guna mencegah Proklamasi PRRI.

Pada tanggal 15 Februari 1958, pimpinan Partai Nasional Indonesia (Soewirjo dan Manuaba), Masyumi (H. Soekiman Wirjosandjojo dan Anwar Harjono), Partai Nahdlatul Ulama (K.H. Masjkur, K.H.M. Dachlan, Imron Rosjadi, dan A.A. Tanaman), Partai Syarikat Islam Indonesia (Anwar Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto), dan Partai Rakyat Indonesia (Soetomo alias Bung Tomo) mengirim telegram kepada pimpinan Dewan Perjuangan, Letnan Kolonel Achmad Husein.

Telegram pemimpin lima partai politik plus Partai Katolik itu pada pokoknya meminta kepada pemimpin Dewan Perjuangan “supaya Saudara jangan bertindak apa-apa lebih dulu. Kami sedang berusaha supaya DPR menjadi perantara untuk mencari jalan penyelesaian.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here