Yang Sembunyi-Sembunyi itu Lebih Baik

600

Oleh: Ruchman Basori (Inspektur Wilayah II, Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI dan Doktor Manajemen Kependidikan UNNES)

Dalam tata kelola organisasi modern, terutama yang bergerak pada layanan publik, masalah keterbukaan (transparansi) menjadi keharusan. Pelayanan bantuan sosial, pendidikan, kesehatan, keagamaan dan yang menentukan hajat masyarakat, harus transparan, sehingga mendekati aspek pemerataan dan keadilan.

Atas dasar keterbukaan publik, pemerintah telah membentuk Komisi Informasi Publik (KIP) dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat diberikan jaminan dan dapat menuntut haknya, atas keterbukaan informasi. Siapa pun yang menjadi penyelenggara negara, harus berkomitmen melayani publik dengan transparan.

Bagaimana halnya dengan urusan agama? Berbuat baik, termasuk bersedekah, dalam persepektif agama, sebaiknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Walau agama telah mengatur, beramal boleh dilakukan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Namun Tuhan lebih menyukai hamba-Nya yang menyedekahkan hartanya, tanpa diketahui orang lain. “Jika kamu menampakkan sedekahmu, itu baik. (Akan tetapi), jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapus sebagian kesalahanmu. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Baqarah: 271).

Rasulullah Muhammad Saw, pernah bersabda mengenai tujuh golongan yang akan mendapat naungan dari Allah SWT pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Satu di antaranya adalah orang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi.

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya … (dan disebutkan salah satu dari mereka)… dan laki-laki yang bersedekah kemudian menyembunyikan sedekahnya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya”. (Muttafaq ‘Alaih).

Demikian agama Islam telah memandu dengan sangat baik, bagaimana kita beramal, berjariyah, dan bersedekah untuk manajamkan sisi kepedulian sosial kita. Sembunyi-sembunyi (sir) dalam bersedekah itu akan lebih baik dari pada terang-terangan (jahr) atau dipamerkan ke muka publik.

***
Di era kemajuan teknologi informasi (information technology), yang di dalamnya terdapat media sosial yang sangat maju, manusia yang hidup di jagad ini, cenderung ingin menampilkan diri dalam sosoknya menjadi populer. Keterkenalan (popularitas), bahkan telah menjadi gaya, ekspektasi bahkan cita-cita. Apalagi mereka yang terjun di dunia seni peran dan hiburan, politik, layanan publik, popularitas adalah yang utama.

Menjadi popular tidak datang begitu saja (ujug-ujug). Tetapi sesuatu yang harus diciptakan, dikreasi dengan seperangkat strategi dan pelbagai media. Kini orang menggunakan media sosial untuk menaikkan rating kepopularitasannya. Dalam dunia politik dan bisnis, biaya kampanye dan iklan tentu sangat besar, agar dia dikenal publik.

Memamerkaan atau menunjukkan laku bijak-bajik (bersedekah) bagi pejabat publik atau tokoh publik, seakan menjadi keharusan. Masalahnya jika tidak dipublish, dikhawatirkan pejabat tersebut akan dinilai tidak berbuat apa-apa terhadap rakyat.

Dalam banyak literatur, nampaknya dunia bisnis telah mempengaruhi sejak sekian lama, kepada para pemangku kepentingan publik. Apalagi para pemimpin yang mengandalkan pilihan suara, menjadi terkenal dengan menunjukan apa yang dikerjakan itu adalah keharusan.

Kita mengenal istilah product branding, personal branding, corporate branding, destination branding dan cultural branding, sebuah strategi pemasaran. Maka berbuat baik dalam dunia bisnis harus dipamerkan, dipublikasikan secara efektif agar pelanggan terjaga dengan baik.

Personal branding misalnya, disinyalir sebagai strategi pemasaran yang paling populer di kalangan public figure seperti artis, musisi, politisi, dan lainnya. Sehingga, mereka memiliki pandangan tersendiri di mata masyarakat. Kalau tidak dikenalkan ke publik tentu akan menuai kegagalan.

Menurut hemat penulis, berbuat baik bagi pejabat publik atau tokoh bisa jadi sebuah keharusan. Toh agama juga membolehkan untuk beramal secara terang-terangan. Manfaatnya adalah dengan berbuat baik secara terang-terangan bagi seorang public figure dan pejabat, bisa menjadi best practicies atau sucses story. Model bagi pengikutnya untuk berbuat baik dalam pengertiannya yang luas.

Tetapi semua itu dikembalikan lagi kepada kita semua, untuk mengekspresikan akan nilai-nilai dan ajaran agama, yang dipadu dengan nilai-nilai modern. Alangkah indahnya jika praktik baik seorang pejabat dengan segudang keutamaan, terutama dalam perannya melakukan perubahan sosial dapat dicontoh oleh masyarakat.

Akan muncul gelombang besar perubahan negeri ini, karena semua orang akan melakukan fastabiqul-khairat. Yang beramal dengan terang-terangan juga baik, yang sembunyi-sembunyi juga baik. Terpenting adalah adanya kemauan keras untuk berbuat baik dan memberikan kemanfaatan kepada yang lain.

Kita bisa memulai bertabur kebaikan berangkat dari rumah sebagai terjemahan dari ibda’ bi nafsik. Jika anggota keluarga mempunyai karakter, moral dan akhlak baik, termasuk melakukan amaliyah yang berdampak pada perubahan sosial, maka akan lahir masyarakat yang baik. Pada gilirannya dapat membangun negeri yang baik.

Mengakhiri tulisan sederhana ini, saya kutip Hadits Riwayat Imam Malik: “Siapa yang ingin memiliki hati yang terbuka, maka biarkanlah amal kebaikan yang ia lakukan sembunyi-sembunyi, lebih baik daripada amal kebaikan yang tampak.” Wallahu’a’lam bi al-shawab.

Sumber: Kemenag

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here