Tiga Laku Sufi Abu Bakar As-Shiddiq yang Patut Diteladani

11630

Jakarta, Muslim Obsession – Siapa yang tekenal sahabat Rasulullah satu ini, Abu Bakar As-Shiddiq. Dia adalah orang yang disebut-sebut pertama kali beriman atas Kerasullan Nabi Muhammad. Ada empat sahabat mulia yang mereka di juluki khulafa’ al-Rasyidin yang artinya pengganti nabi yang telah mendapat petunjuk.

Abu Bakar As-Shiddiq adalah sosok sahabat yang terkenal kuat ketauhidannya. Hal ini terbukti saat hati para sahabat tergoncang ketika Nabi Saw. wafat, ia berpidato di hadapan para sahabat dengan mengatakan: “Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah Muhammad telah wafat, barang siapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah adalah dzat yang Maha Hidup dan tidak akan pernah mati.” (HR, Ahmad, Abdurrazaq dari Aisyah dan Ibn Abbas dan Ibn Abi Syaibah dari Ibn Umar).

Ada pesan tauhid yang sangat halus di dalam pidatonya ini. Beliau mencoba meneguhkan hati para sahabat. Bahwa Yang Maha hidup adalah Allah Swt. sementara manusia siapapun itu pasti akan mati, termasuk nabi. Makna yang tersembunyi lagi yang dapat digali dari pidatonya ini adalah nabi adalah manusia bukan Tuhan, maka mengimani nabi berarti bukan menyembahnya melainkan meyakini dan membenarkan ajaran-ajarannya. Tidak dibenarkan mengkultuskan nabi sebagai sesembahan melainkan sebagai Rasul.

Abu Bakar As-Shiddiq juga sosok yang sangat dermawan, ia menginfakkan semua hartanya untuk kepentingan agama Allah. Totalitas dalam membela agama Allah ini sangat diacungi jempol. Hal ini terbukti saat Rasulullah Saw. bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?”

Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya” (HR. Attirmidzi dari Umar). Kedermawanan Abu Bakar ini pasti didasari oleh ketauhidan yang kuat. Ia tidak ragu lagi untuk mengeluarkan hartanya demi kepentingan agama Allah. Karena ia yakin bahwa Allah Maha Memberi rizqi. Dan harta yang didermakan untuk perjuangan dakwah tidak akan sirna, tetapi abadi disisih-Nya.

Sifat dermawan ini kemudian menjadi prasyarat menjadi wali/kekasih Allah Swt. Sebab untuk menjadi walinya Allah Swt. seseorang harus melepaskan harta dalam dirinya. Orang yang pelit sulit bahkan tidak akan mungkin menjadi wali, karena hatinya masih terikat dengan dunia.

Nabi pernah berwasiyat kepada Sayyida Ali, “Ya Ali sesungguhnya wali-wali Allah Swt. itu mendapat keluasan rahmat dan ridha-Nya bukan sebab banyaknya ibadah, tetapi sebab dermawannya jiwa dan menganggap ringan terhadap dunia.” Sifat dermawan adalah bagian dari buah kezuhudan terhadap dunia. Zuhud terhadap dunia adalah prasyarat menjadi kekasih Allah Swt.

Abu Bakar As-Shiddiq adalah orang yang sangat wara’. Artinya orang yang sangat hati-hati betul dan selektif dengan apa yang dimakan, dipakai dan digunakan. Jika benar-benar tidak halal maka orang yang wara’ tidak akan melakukannya. Hal ini terbukti diceritakan suatu ketika ia pernah memakan makanan yang syubhat.

Ketika ia tahu jika makanan tersebut syubhat maka ia langsung memuntahkannya sembari berkata: “Andaikan makanan itu tidak bisa keluar kecuali dengan mengorbankan jiwa (ruh) ku maka akan aku keluarkan juga, sebab aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Tubuh yang diberi makan dari barang haram maka neraka lebih pantas untuknya.’ (HR. At-Tirmidzi dan Ibn Hibban dari Ka’ab bin ‘Ajarah).

Hal ini menunjukkan betapa wara’ nya dia, ia rela mati dalam rangka mengluarkan barang syubhat di dalam tubuhnya. Ia benar-benar memegang teguh apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.

Alhasil, setidaknya ada tiga sifat mulia yang bisa di telisik dari laku sufinya yaitu ketauhidan yang kuat, kedermawanan dan wara’, yang mana tidak sifat tersebut adalah sifat dasar seorang sufi.

Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakar As-Shiddiq adalah sahabat yang melettakan dasar-dasar laku sufi. Sebenarnya banyak sekali laku sufi yang bisa ditampilkan disini, namun jika bisa meneladani tiga sifat ini saja sudah luar biasa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here