Saatnya Meraih Derajat Takwa

1405

Tiga Tingkatan Puasa

Puasa bukan hanya perintah untuk umat Nabi Muhammad Saw. Sebab ibadah ini pun Allah perintahkan kepada umat-umat terdahulu, di era nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. Tentang ini, kita dapat menemukannya di dalam QS. Al-Baqarah:183, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa”.

Derajat takwa yang dimaksud ayat di atas, tentu saja, merupakan anugerah yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Hanya saja, Rasulullah Saw. melalui para ulama memberikan arahan agar ibadah puasa yang kita kerjakan berbuah derajat takwa.

Di antara hal yang mencerminkan perangai takwa dalam ibadah puasa adalah: Pertama, seorang yang berpuasa meninggalkan segala yang diharamkan (yang membatalkan puasa), seperti makan, minum, dan yang lainnya, padahal jiwa ini cenderung senang kepada hal-hal yang membatalkan puasa tersebut. Seorang yang berpuasa meninggalkan itu semua semata-mata karena Allah ‘Azza wa Jalla. Seseorang yang berpuasa berupaya mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap limpahan pahala dari-Nya.

Kedua, seorang yang berpuasa berarti sedang melatih jiwanya untuk senantiasa muraqabatullah (sikap merasa diawasi oleh Allah Swt.). Ia tinggalkan segala yang disenangi oleh hawa nafsunya padahal ia mampu untuk melakukannya. Ia tinggalkan itu semua karena keyakinan bahwa Allah mengawasinya. Siapa saja yang berpuasa, pasti ia meninggalkan makan, minum, dan pembatal puasa yang lain karena Allah mengetahui apa yang ia lakukan, walaupun orang lain tidak melihatnya.

Ketiga, puasa itu mempersempit jalan setan di tubuh manusia. Ketahuilah bahwa setan itu berjalan dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darahnya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya setan berjalan di dalam tubuh manusia sesuai dengan aliran darah,” (HR. Muttafaqun ‘Alaihi). Puasa akan melemahkan pengaruh setan pada diri seseorang, sehingga perbuatan maksiat akan terminimalisir pada bulan puasa dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain.

Keempat, seringkali amal ketaatan seorang yang berpuasa itu bertambah. Dan ini banyak kita saksikan. Di mana-mana masjid diramaikan dengan shalat berjama’ah, qiyamullail (shalat tarawih), tadarus Al-Quran, ceramah-ceramah, dan kajian intensif keagamaan. Tanpa dilombakan, kaum muslimin dengan sukarela berlomba-lomba mengeluarkan infak dan sedekahnya. Tentu ini semua juga merupakan perangai takwa.

Kelima, ketika orang yang kaya berpuasa, ia akan merasakan beratnya rasa lapar. Ia merasakan penderitaan yang biasa dirasakan oleh fakir miskin. Sehingga keadaan seperti ini akan mendorongnya untuk membantu kalangan dhuafa’ dan sengsara itu. Tidak diragukan lagi bahwa ini juga merupakan perangai takwa.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here