Peristiwa Penting dalam Sejarah Nishfu Sya’ban

Pembahasan tentang Nishfu Sya’ban bagian 2.

839
Kabah dahulu
Ka’bah pada zaman dahulu.

1- Takdir yang ada di ilmu Allah. Takdir ini tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

لاَيَهْلِكُ اللهُ إلاَّ هَالِكًا

“Tiada Allah mencelakakan kecuali orang celaka, yaitu orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah Taala bahwa dia adalah orang celaka.”

2- Takdir yang ada dalam Lauhul Mahfudh. Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ar-Ra’du ayat 39 yang berbunyi:

يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ

“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz).”

Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengucapkan dalam doanya yaitu “Ya Allah jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yang celaka maka hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia”.

3- Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.

4- Takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu yang telah ditentukan. Takdir ini juga dapat diubah sebagaimana hadits yang menyatakan: “Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang jelek dan mengubah menjadi bahagia.”

Dalam salah satu hadits Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda,

إنَّ الدُّعَاءَ وَالبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ والاَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ البَلاَءَ قَبْلَ أنْ يَنْزِلَ

“Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang; dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun.”

Di antara kebiasaan kaum muslimin pada malam Nishfu Sya’ban adalah melakukan shalat pada tengah malam dan datang ke pekuburan untuk memintakan maghfirah bagi para leluhur yang telah meninggal dunia.

Kebiasaan seperti ini adalah berdasar dari amal perbuatan atau sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Antara lain ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Musnadnya dari Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha, yang artinya kurang lebih sebagai berikut:

“Pada suatu malam Rasulullah ﷺ berdiri melakukan shalat dan beliau memperlama sujudnya, sehingga aku mengira bahwa beliau telah meninggal dunia. Tatkala aku melihat hal yang demikian itu, maka aku berdiri lalu aku gerakkan ibu jari beliau dan ibu jari itu bergerak lalu aku kembali ke tempatku dan aku mendengar beliau mengucapkan dalam sujudnya: “Aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksa-Mu; aku berlindung dengan kerelaan-Mu dari murka-Mu; dan aku berlindung dengan Engkau dari Engkau. Aku tidak dapat menghitung sanjungan atas-Mu sebagaimana Engkau menyanjung atas diri-Mu.” Setelah selesai dari shalat beliau bersabda kepada Aisyah, “Ini adalah malam Nishfu Sya’ban. Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berkenan melihat kepada para hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, kemudian mengampunkan bagi orang-orang yang meminta ampun, memberi rahmat kepada orang-orang yang memohon rahmat, dan mengakhiri ahli dendam seperti keadaan mereka.”

Nabi Muhammad ﷺ pada malam Nishfu Sya’ban berdoa untuk para umatnya, baik yang masih hidup maupun mati. Dalam hal ini Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan hadits:

إنَّهُ خَرَجَ فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ إلَى الْبَقِيعِ فَوَجَدْتُهُ يَسْتَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ وَالشُّهَدَاءِ

“Sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ telah keluar pada malam ini (malam Nishfu Sya’ban) ke pekuburan Baqi’ (di kota Madinah) kemudian aku mendapati beliau (di pekuburan tersebut) sedang memintakan ampun bagi orang-orang mukminin dan mukminat dan para syuhada.”

Banyak hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, at-Tirmidzi, at-Tabrani, Ibn Hibban, Ibn Majah, Baihaqi, dan an-Nasa’i bahwa Rasulullah saw menghormati malam Nishfu Sya’ban dan memuliakannya dengan memperbanyak shalat, doa, dan istighfar.

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here