Pentingnya Mengenal Keburukan

218

Oleh: KH. Abdul Ghoni (Wakil Ketua Lembaga Dawah Parmusi Pusat)

عنْ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَان رضي اللَّه عنهِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا فَقَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Dari Hudaifah bin Al Yaman semoga Allah meridhainya berkata; “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang perkara-perkara kebaikan sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut akan menimpaku.

Aku bertanya; “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada pada masa jahiliyyah dan keburukan lalu Allah mendatangkan kebaikan ini kepada kami, apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan?”.

BACA JUGA: Siksa Neraka yang Paling Ringan

Beliau menjawab: “Ya”. Aku bertanya lagi; “Apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan?”. Beliau menjawab: “Ya, akan tetapi di dalamnya ada “dukhn” (kotorannya) “. Aku bertanya lagi; “Apa kotorannya itu?”. Beliau menjawab: “Yaitu suatu kaum yang memimpin tanpa mengikuti petunjukku, kamu mengenalnya tapi sekaligus kamu ingkari”.

Aku kembali bertanya; “Apakah setelah kebaikan (yang ada kotorannya itu) akan timbul lagi keburukan?”. Beliau menjawab: “Ya, yaitu para penyeru yang mengajak ke pintu jahannam. Siapa yang memenuhi seruan mereka maka akan dilemparkan kedalamnya”. Aku kembali bertanya; Wahai Rasulullah, berikan sifat-sifat (ciri-ciri) mereka kepada kami?”.

Beliau menjelaskan: “Mereka itu berasal dari kulit-kulit kalian dan berbicara dengan bahasa kalian”. Aku katakan; “Apa yang baginda perintahkan kepadaku bila aku menemui (zaman) keburukan itu?”. Beliau menjawab: “Kamu tetap berpegang (bergabung) kepada jama’atul miuslimin dan pemimpin mereka”.

Aku kembali berkata; “Jika saat itu tidak ada jama’atul muslimin dan juga tidak ada pemimpin (Islam)?”. Beliau menjawab: “Kamu tinggalkan seluruh firqah (kelompok/golongan) sekalipun kamu harus memakan akar pohon hingga maut menjemputmu dan kamu tetap berada di dalam keadaan itu (berpegang kepada kebenaran),” (HR Bukhori dan Muslim).

BACA JUGA: Berdusta Atas Nama Nabi ﷺ, Neraka Tempatnya

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

1- Sebagaimana seorang muslim dituntut untuk mengetahui berbagai macam kebaikan agar dapat mengamalkannya, begitu pula selayaknya bagi dia untuk mengetahui pelbagai macam keburukan agar mampu menghindarinya.

Jika dicermati sejenak, betapa banyak kitab-kitab ulama terdahulu yang mengupas masalah dosa-dosa besar. Hal itu bertujuan untuk memperingatkan umat agar tidak terjerumus ke dalamnya.

2- Teladan tentang makrifat (terhadap keburukan) dengan tujuan menjauh darinya ini terambil dari sejarah perjalanan para shahabat Nabi ﷺ yang tertarbiyah dalam naungan wahyu dan berperi kehidupan pada masa turun wahyu; (makrifat seperti ini) sebagaimana dikatakan oleh shahabat mulia Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu:

“Dulu_ orang-orang senantiasa bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku takut terjerumus ke dalam keburukan itu,” (Muttafaq ‘alaihi).

BACA JUGA: Pelaku Mujaharah Dosanya Tidak Diampuni

3- Terlebih lagi perkara kesesatan dan kebatilan, yang merupakan kezaliman terbesar, yang mampu menyeret manusia menjadi bahan bakar api neraka selama-lamany Sudah sepantasnyalah kita memahami hakikat  kesesatan dan kebatilan itu sendiri. Karena siapa yang tidak mengetahuinya, dikhawatirkan akan terperosok di dalamnya tanpa disadarinya.

Sebagaimana yang dikatakan oleh penyair Arab, Abu Faras al-Hamdani:

عرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّر … رِ لَكِنْ لِتَوَقِّيهِ

ومَنْ لَا يَعْرِفِ الشَّرَّ … مِنَ النَّاسِ يَقَعْ فيهِ!

Aku mengetahui keburukan bukan untuk berbuat keburukan…

Akan tetapi agar mampu terhindar darinya…

Karena barang siapa dari manusia yang tidak mengetahui keburukan..

Suatu saat akan terjerumus ke dalamnya.

BACA JUGA: Sesama Mukmin Bagaikan Anggota Badan dalam Satu Tubuh

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

Maka sebagaimana tauhid tidak akan diketahui kecuali dengan menjauhi lawannya, yaitu syirik, dan iman tidak akan terwujud kecuali dengan menjauhi hal yang menyelisihinya, yaitu kekufuran, demikian juga halnya dengan kebenaran, tidaklah kebenaran akan termurnikan kecuali dengan memahami secara cermat kesalahan.

Persis seperti itu juga halnya dengan (pengetahuan akan) Sunnah. Tidaklah akan bersih pemahaman terhadap Sunnah, tidak pula akan terang alamat-alamatnya kecuali (jika disertai) dengan makrifat terhadap lawannya, yaitu bid’ah.

Bahkan sesungguhnya makrifat terhadap perkara-perkara beserta lawan-lawan dari perkara-perkara itu memang bersumber dari nilai-nilai Qurani yang agung sebagaimana firman Allah yang Maha Mulia:

فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. Al-Baqarah: 256).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here