Kritik Debat Capres-Cawapres, Najwa Minta KPU Lebih Independen dan Subtansial

293
Prof. Quraish Shihab dan Najwa Shihab dalam Shihab & Shihab.

Jakarta, Muslim Obsession – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah menetapkan debat calon presiden-calon wakil presiden sebanyak lima kali, yakni pada 12 Desember 2023, 22 Desember 2023, 7 Januari 2024, 14 Januari 2024, dan 4 Februari 2024.

Jurnalis senior, Najwa Shihab mengungkapkan kritiknya terhadap format debat yang diselenggarakan oleh KPU. Menurutnya debat yang dilaksanakan oleh KPU tidak menarik, sebab debatnya searah, terlalu kaku, pertanyaannya tidak menyentuh hal yang substansial, tidak ada follow up question, dan moderator hanya fungsinya sebagai time keeper.

“KPU kalau bikin debat garing nih, mohon maaf. Saya itu sudah meliput sejak Pemilu pertama, 2004, 2009, 2014, 2019, dan Insyaallah panjang umur sekarang 2024 ini. Dan memang sepanjang debat yang dilaksanakan oleh KPU itu tuh nggak menarik,” ujarnya, Jumat (1/12).

Menurutnya, format debat yang searah dan kurang menyentuh isu-isu substansial, tidak memberikan kesempatan yang memadai bagi pemilih untuk membandingkan kandidat yang lebih baik.

Ia menjelaskan perbedaan antara format debat di Indonesia dengan yang ada di Amerika. Najwa menyebut bahwa di Amerika, Komisi Independen sangat serius dalam merancang berbagai format debat yang beragam, termasuk dengan panelis, moderator, atau format pertemuan.

“Kalau di Amerika, Komisi Independen itu mereka serius banget dan memang formatnya beragam di Amerika, ada format yang dengan panelis, ada yang format moderator, ada yang formatnya hold meeting Jadi memang ada beragam dan semuanya dirancang spesifik oleh si Komisi Independen ini,” jelasnya.

Najwa yang dulu pernah terlibat di stasiun televisi swasta yang ditunjuk jadi penyelenggara resmi KPU mengungkapkan bahwa KPU dalam rapat-rapatnya cenderung terpengaruh oleh kepentingan tim sukses (timses) yang over protektif terhadap kandidat mereka.

Hal ini menyebabkan debat yang dilakukan menjadi kurang independen dan tidak fokus pada isu-isu substansial yang perlu diperdebatkan.

“Jadi ikut dalam rapat-rapat KPU dan Tim Sukses. Dalam berbagai rapat-rapat itu setidaknya ketika aku ikuti yah itu memang KPU nya tersandera oleh kepentingan timses. Timsesnya itu over protektif terhadap kandidatnya. Nah, mau ada debat langsung kah, mau ada follow up question, satu-satunya mau interaksi itu saling tanya,” jelasnya.

“Jadi ada kan segmen saling tanya kandidat. Itu saling tanyanya bukan berangkat dari kepentingan masing-masing capres yang bukan kepentingan isu yang patut utut diperdebatkan gitu,” imbuhnya.

Menurutnya KPU harus bisa independen dan memikirkan pemilih bukannya memikirkan peserta pemilu, debatnya tidak akan banyak memberikan kontribusi kepada pemahaman dan akhirnya membantu kita menentukan pilihan. Ia juga menyoroti pentingnya pertanyaan dalam debat.

Menurutnya, merumuskan pertanyaan yang seimbang, substansial, dan tidak normatif adalah hal yang sulit. Ia menegaskan bahwa tanpa adanya follow up question, debat hanya akan diisi dengan retorika dan jargon belaka, tanpa memberikan pemahaman yang rasional kepada pemilih.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pertanyaan dalam debat harus berangkat dari pernyataan sebelumnya dari capres-cawapres agar bisa membandingkan dan mengontraskan. Ini dianggapnya jauh lebih menarik daripada adu argumen tim sukses di media sosial yang cenderung memancing emosi.

“Jadi daripada saling berbalas pantun timses di media. Ini udah langsung dua-duanya, lu bilang setuju, lu bilang nggak setuju, kenapa, apa alasannya, ini kan menjadi jauh lebih menarik. Daripada berantem di medsos, bikin hoaks, bikin teknik manipulasi, memancing emosi. Debat resmi itu dipakai membahas ide, daripada ramai-ramainya di medsos dan emosi,” pungkasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here