Kolaborasi PPAD, Terang di Lembah Berkabut

Catatan Perjalanan Puncak Jaya Papua.

279

Dukungan Perdami

Dukungan penuh juga disampaikan Ketua Umum Perdami, Prof dr Budu, PhD, SpM (K), MMed Ed. Tak kurang dari 3.000 dokter spesialis mata anggota Perdami berharap kerjasama seperti ini bisa dilanjutkan.

“Saya sangat terkesan. Pertama, saya sudah sering ke Papua, tapi ini kunjungan pertama saya Puncak Jaya. Kedua, pola kolaborasi tanpa batas yang dibangun pak Doni Monardo sungguh luar biasa. Perdami sangat bersyukur dilibatkan dalam kegiatan yang sangat humanis ini,” ujar pria asal Sulawesi Selatan, itu.

Pola seperti ini, bukan tidak mungkin akan menjadi jalan paling efektif bagi Perdami untuk menuntaskan persoalan bangsa di bidang mata. “Kebersamaan seperti ini insya Allah akan bisa meretas masalah mata, sebab ini juga menyangkut hajat hidup masyarakat,” tambah Guru Besar Fakultas Kedokteran Unhas itu.

Bakar Batu Lagi

Sedangkan, Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa mengaku mendapat banyak ilmu baru dari dua hari mendampingi kunjungan Doni Monardo ke Puncak Jaya. “Beliau ini guru saya sejak di Kopassus. Banyak sekali ilmu beliau yang saya jadikan pedoman, dan hari ini saya mendapat ilmu-ilmu baru dari beliau,” ujar Saleh.

Pria kelahiran Ternate 14 Maret 1969 itu, mengikuti serangkaian kunjungan Doni Monardo mulai dari Puncak Jaya hingga Sentani. “Saya mencatat sejumlah ilmu baru. Pertama, kolaborasi tanpa batas bisa mengatasi kesukaran apa pun. Kedua, nothing is impossible. Tak ada yang tak mungkin. Kembali lagi, kolaborasi tanpa batas adalah kata kuncinya,” ujar Saleh.

Ia mencontohkan baksos “Kitorang Melihat Terang”. Saleh membayangkan, betapa besar biaya yang diperlukan untuk mewujudkan aksi kemanusiaan tersebut. Bagaimana mendatangkan para dokter mata, mengangkut logistik yang demikian banyak dari Jakarta ke Puncak Jaya, dan berbagai tingkat kesulitan lain. “Dengan kolaborasi tanpa batas, nyatanya bisa terwujud,” tambahnya.

Saleh menyaksikan langsung mata-mata yang kembali berbinar setelah lepas dari pekatnya katarak. Di RSUD Puncak Jaya, ia menyaksikan ibu-ibu memeluk para dokter sebagai ungkapan terima kasih karena telah membuatnya kembali melihat terangnya dunia.

Sementara di Sentani, Saleh juga mengikuti kunjungan Doni Monardo ke pabrik sagu yang digagas dan diwujudkannya tahun 2019 di atas tanah adat milik Yanto Eluay, salah satu tokoh adat, yakni ondofolo Kampung Sereh Sentani.

“Tekad menjadikan Papua, sebagai sentra pangan melalui sagu sungguh luar biasa. Kami dari unsur Kodam Cendrawasih akan memberikan dukungan penuh agar pabrik sagu itu segera beroperasi,” tekad Saleh.

Terakhir, ia terkesima diajak Doni Monardo bicang-bincang sore sambil menyaksikan sunset di Hele’yo Sentani. Sebuah kawasan di tepi Danau Sentani yang dulu hanya semak belukar, telah disulap menjadi objek wisata kuliner yang sangat indah.

“Pak Doni pula yang menggagas objek wisata Hele’yo ini. Ternyata di sini sangat indah. Minggu depan saya akan ajak staf gowes ke sini. Adakan gathering di sini. Intinya, objek wisata harus menarik. Kodam Cendrawasih yang juga dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunannya, akan terus mendukung agar Hele’yo makin banyak dikunjungi wisatawan,” papar Saleh pula.

Mantan Kasdam Jaya itu juga mengatakan, sesuai arahan Panglima TNI, Kodam Cendrawasih akan mendukung kegiatan-kegiatan positif seperti ini. “Kami tunggu di kegiatan sosial selanjutnya. Kita bakar batu lagi,” pungkas Saleh, disusul tepuk tangan hadirin.

Kopi Wilhelmina

Sebelum berpamitan, Pj Bupati Puncak Jaya, Tumiran memberikan “oleh-oleh” khas Puncak Jaya, di antaranya kopi. Mendengar “kopi Puncak Jaya”, Doni memecah formalitas acara penyerahan cendera mata. Ia pun membahas soal kopi Puncak Jaya.

Doni menanyakan kepada Tumiran, kapasitas produksi kopi di wilayahnya. Sayang, jumlahnya belum terlalu banyak. Doni pun mendorong Pj Bupati agar menggalakkan penanaman kopi Puncak Jaya. Kopi yang ada di Puncak Jaya disebut sangat bersejarah. Bibitnya diberikan langsung oleh Ratu Belanda Wilhelmina, saat Indonesia masih berada di bawah kekuasaannya.

Pohon kopi yang ada di pegunungan tengah Papua, adalah varietas typika. Varietas pertama yang didatangkan VOC ke Jawa pada abad ke-17. Typika yang nyaris hilang di Pulau Jawa justru banyak ditemukan di Pegunungan Tengah Papua yang beriklim sejuk pada ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut. Pohon-pohon kopi typika itu dibawa oleh para misionaris dari tanah Jawa.

“Mungkin perlu peremajaan, karena usianya sudah ratusan tahun. Tapi yang jelas, Papua pernah menjadi penghasil kopi yang produksinya pernah mencapai 970 ton per tahun,” ujar Doni.

Pangdam Saleh Mustafa yang mendengar penuturan Doni kepada Pj Bupati Tukiran pun bergumam lirih, “ilmu baru lagi dari pak Doni Monardo.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here