Kisah Tukang Batu yang Tangannya Dicium Rasulullah

4903
Ilustrasi: Pemecah batu.

Oleh: Drs. H. Tb. Syamsuri Halim M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Alkisah, saat mendekati Kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan seorang tukang batu.

Ketika itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.

Rasulullah, sang manusia agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”

“Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya. Karena itulah tangan saya kasar,” jawab si tukang batu.

Rasulullah adalah manusia paling mulia. Tetapi ketika melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasulullah pun menggenggam tangan itu.

Beliau menciumnya seraya bersabda, “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya”.

Rasulullah tidak pernah mencium tangan para pemimpin Quraisy, tangan para pemimpin kabilah, raja atau siapa pun.

Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az-Zahra dan tukang batu itulah yang tangannya pernah dicium Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium itu tangan yang telapaknya melepuh dan kasar/kapalan karena membelah batu dan bekerja keras.

Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu dikenal sebagai pekerja yang taat dan giat juga tangkas.

Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan sebagai jihad di jalan Allah (fi sabilillah), maka alangkah baiknya.”

Mendengar itu Rasulullah pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah. Kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah. Kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah,” (HR. Thabrani).

Maka dalam setiap langkahmu bekerja atau berusaha, niatkan untuk mencari rejeki yang halal, untuk memberi nafkah kepada keluarga. Maka saat itu engkau sedang fi sabilillah (di jalan Allah).

Referensi:

Dr. Syech Aid Al-Qorni

الموسوعة الشاملة

www.islamport.com

الكتاب : دروس للشيخ عائض القرني

المؤلف : عائض بن عبد الله القرني

مصدر الكتاب : دروس صوتية قام بتفريغها موقع الشبكة الإسلامية

http://www.islamweb.net

[الكتاب مرقم آليا، ورقم الجزء هو رقم الدرس – 398 درسا]

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here