Ekstrem! Bisha’a, Ritual Pendeteksi Kebohongan Arab Pedalaman

1544
Ritual Bisha'a dilakukan sebagai cara untuk mendeteksi kebohongan seseorang.

Muslim Obsession – Masyarakat Arab dikenal sangat menjunjung tinggi kejujuran, sehingga orang yang jujur akan mendapat derajat dan status sosial yang tinggi. Sebaliknya, orang yang kerap berbohong akan ditempatkan pada derajat dan status sosial yang rendah.

Hanya saja, tak semua orang memiliki akhlak terpuji ini. Dengan berbagai dalih, bohong seringkali dilakukan agar kepentingan seseorang terpenuhi.

Di sebuah desa Arab Badawi di salah satu negara di jazirah Arab terdapat sebuah tradisi unik untuk membuktikan apakah seseorang jujur atau bohong. Tradisi itu disebut Bisha’a.

Tradisi Bisha’a merupakan ritual yang digelar sebuah mahkamah dengan menempatkan seorang hakim untuk melaksanakannya. Caranya sangat unik sekaligus ekstrem!

Bisha’a dilakukan dengan cara meletakkan sebuah besi panas yang membara di lidah seseorang yang tertuduh atau terdakwa. Seorang hakim yang ditunjuk akan meminta si tertuduh untuk menjilat besi memijar dengan lidahnya.

Jika lidahnya tidak terbakar, maka ia terbukti tidak berbohong. Sebaliknya, jika lidahnya terbakar dipastikan dia berbohong.

Seperti kasus pada video tersebut ini, seorang wanita telah dituduh mencuri uang 2000 USD, kemudian pihak keluarganya membawanya ke Mahkamah tradisional orang Badawi tersebut untuk membuktikan apakah dia pelakunya atau bukan.

Oleh seorang hakim desa itu, Owaymer Amer Ayed yang merupakan generasi ke-14 yang mewarisi tradisi Bisha’a, ia memerintahkan wanita tertuduh itu menjilat.

 

Ada sejak Mesopotania kuno

Konon, tradisi Bisha’a terakhir kali masih dilakukan oleh Suku Ayaidah. Karena dinilai sangat ekstrem, tradisi ini mulai ditinggalkan. Pada peradaban Mesopotania kuno, Bisha’a digunakan oleh sebagian besar suku di Mesir, Yordania dan Arab, namun saat ini hanya Suku Ayaidah yang menerapkan ritual ini.

Biasanya Bisha’a banyak digunakan dalam situasi ketika dimana kejahatan dilakukan oleh seseorang namun tidak ada saksi seorangpun yang melihatnya.

Para tersangka harus menjilat sendok yang dipanaskan untuk membuktikan bahwa mereka tidak bersalah, dan ketika sudah diputuskan bersalah atau tidak, putusan tersebut tidak dapat diganggu gugat.

Ritual Bisha’a menggunakan prinsip apabila seseorang berbohong maka mereka akan menjadi gugup yang mengakibatkan mulut menjadi kering, sehingga lidah mereka akan dibakar oleh logam panas.

Namun apabila seseorang tidak berbohong, maka mereka akan menjadi rileks sehingga air liur di lidah akan melindungi dari logam panas tersebut.

Para penentang ritual Bisha’a mengklaim bahwa keakuratan dari ritual ini dipertanyakan dan bisa mengakibatkan kerugian fisik bagi tersangka.

Hari ini, Bisha’h digunakan sebagai upaya terakhir, ketika para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, atau ketika tidak ada bukti atau saksi lain yang tersedia.

Ritual ini juga digunakan sebagai cara untuk menakut-nakuti tersangka agar mengakui kejahatan mereka, dan membawa perselisihan yang belum terpecahkan.

Dengan menjalani ritual Bisha’a dapat mengakibatkan luka bakar lidah yang parah, tetapi suku Ayaidah terus mengandalkannya untuk menyelesaikan masalah hukum dalam suku.

Wah, ngeri sekali! (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here