Dari Kacamata Ahlu Sunnah, Vaksinasi adalah Wajib

346
Abdul_Mu'ti (Foto: Istimewa)

Muslim Obsession – Salah satu hambatan dalam upaya mensukseskan program vaksinasi menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti adalah adanya mutual distrust atau krisis kepercayaan masyarakat.

Problem itu menurutnya dapat dilihat dari beredarnya hoaks seputar vaksin dan banyaknya orang yang percaya bahwa vaksinasi dirancang oleh negara lain untuk melumpuhkan Indonesia.

“Padahal vaksinasi itu adalah bagian dari cara dan ikhtiar manusia untuk bisa memiliki ketahanan, imunitas agar bisa relatif terlindungi dari kemungkinan tertular Covid-19. Vaksinasi itu bukan pengobatan, tapi perlindungan,” ucap Mu’ti dalam forum virtual UM Gresik, Senin (2/8).

“Dan kemudian kalau ada satu dua kasus di mana mereka yang setelah divaksinasi kemudian sakit dan akhirnya meninggal misalnya itu adalah kasus yang pada banyak hal bisa terjadi,” imbuh Mu’ti.

Untuk melawan krisis kepercayaan itu, menurut Mu’ti hal yang penting dilakukan adalah memahamkan masyarakat dengan penjelasan yang mudah dicerna. Baik menyangkut penjelasan ilmiah maupun penjelasan keagamaan.

Apalagi khusus menyangkut sains, proporsi kebenaran sains meskipun mayoritas manjur tapi tidak memiliki jaminan benar 100 persen.

“Kebenaran atau probabilitas ilmiah itu kan hanya dipatok di angka 99,99%. Itu artinya ada kemungkinan 1% yang tidak sesuai dengan proyeksi dan prediksi. Bahkan ada yang tingkat kepercayaannya 95% itu artinya ada kemungkinan 5% yang tidak sesuai dengan proyeksi. Tapi kemudian tidak berarti karena ada 1% atau 5% itu maka yang 99% atau yang 95% itu kemudian ditiadakan dan dianggap tidak penting sama sekali,” ungkapnya.

Bagi umat muslim, Abdul Mu’ti berpesan bahwa vaksinasi adalah bagian dari usaha yang dipandang benar sesuai kepercayaan ahlu sunnah dalam menghadapi masalah, yakni wajib mendahulukan ikhtiar sebelum bertawakal.

“Inilah saya kira bagian dari ikhtiar di mana kita sebagai bagian dari umat beragama itu diwajibkan oleh Allah untuk senantiasa berikhtiar dan kemudian keputusan akhir dari ikhtiar itu berada di tangan Allah dan berada di tangan kita,” jelasnya.

“Inilah konstruksi teologi ahlu sunnah yang menurut saya sangat tepat untuk kita angkat dalam kesempatan ini dalam ungkapan yang sederhana tentu saja manusia berusaha, Tuhan yang menentukan semuanya. Dan kemudian setelah kita berusaha, berikhtiar, ada saatnya kemudian kita bertawakal dan bertawakal itu adalah ciri dari hamba Allah yang muttaqin, yang menyadari bahwa setiap dari kita ini harus berusaha, setiap kita ini harus berikhtiar tapi tidak boleh kita bergantung pada ikhtiar karena kita semuanya hanya bertawakul hanya bergantung kepada Allah,” imbuhnya.

“Nah, vaksinasi itu adalah bagian dari ikhtiar ilmiah, sedangkan tawakal itu adalah ikhtiar diniyah. Dua-duanya harus kita gabungkan dan itulah saya kira visi dan pandangan Muhammadiyah bagaimana kita terlibat dalam gerakan-gerakan kemanusiaan itu,” pesan Mu’ti.

“Karena itu maka bagaimana pandangan kita mengenai penyakit, mengenai Al-Quran, mengenai Islam dan sikap kita di dalam menyelesaikan berbagai persoalan itulah yang kemudian menjadi distingsi, pembeda antara umat dan bangsa yang berkemajuan, umat dan bangsa yang berilmu pengetahuan tapi juga kemudian umat dan bangsa yang berkeadaban,” tutupnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here