Jalan Panjang Penemuan Dasar Negara

1124
Indonesia

Oleh: Lukman Hakiem (Peminat Sejarah)

Setelah diusulkan sejak 2012, akhirnya pada 8 November 2019, negara mengukuhkan Prof. K.H. A. Kahar Mudzakkir (1907-1973) sebagai Pahlawan Nasional.

Meskipun nama Abdul Kahar Mudzakkir terabadikan di dalam sejarah pembentukan Negara Republik Indonesia sebagai salah seorang anggota Panitia Sembilan yang menghasilkan rumusan resmi pertama rancangan Preambule Undang-Undang Dasar 1945 seperti dirumuskan dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945.

Dan meskipun Abdul Kahar telah turut sejak masa paling awal dari proses pembentukan Sekolah Tinggi Islam (STI), serta menjadi pemimpin pertama dari perguruan tinggi yang kemudian menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, ternyata tidak mudah “menyajikan” apa dan siapa Abdul Kahar kepada publik.

Hal itu terutama sekali karena sifat tawadhu para pemimpin kita di masa lalu yang tidak mau mencatat dan menuliskan apa yang pernah mereka perbuat untuk negeri ini, dan sejarah pun tidak cukup berbaik hati untuk mencatat peranan mereka.

Berbagai buku sejarah politik dan konstitusi Indonesia, bagai melupakan tokoh kelahiran Yogyakarta ini, padahal Abdul Kahar adalah anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang pada 1 Juni 1945 menyampaikan pikirannya mengenai dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.

Ironisnya sejak buku Mr. Mohamad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 yang terbit pertama kali pada 1959, hingga buku RM. A.B. Kusuma, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menjelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan yang terbit pada 2004, pidato Abdul Kahar (bersama banyak pidato anggota BPUPK yang lain), tidak pernah dapat dinikmati oleh masyarakat luas.

Menurut buku Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), pada persidangan pertama BPUPKI, 29 Mei – 1 Juni 1945, terdapat 31 anggota yang menyampaikan pidato, akan tetapi Risalah Sidang hanya memuat notulasi pidato-pidato Yamin (29 dan 31 Mei 1945), Soepomo (31 Mei 1945), dan Soekarno (1 Juni 1945). Ke manakah para tokoh, calon pembicara yang sudah terjadualkan itu?

Mungkinkah 27 anggota BPUPK yang lain, termasuk di dalamnya Mohammad Hatta, H. Agus Salim, K.H. Ahmad Sanusi, K.H. Abdul Kahar Mudzakkir, Soekiman Wirjosandjojo, A.R. Baswedan, dan Latuharhary membuang begitu saja peluang bersejarah untuk mengemukakan gagasan mengenai Indonesia merdeka yang sudah mereka suarakan dan perjuangkan sejak dua dasawarsa terakhir? Atau, jika pidato mereka tidak tercatat, mengapa tidak tercatat. Jika hilang, tidak adakah ikhtiar yang sungguh-sungguh untuk menemukannya?

Ini misteri yang mesti diusut oleh para ahli sejarah.

Syukurlah, di buku karya RM. A.B. Kusuma, dimuat pidato Ki Bagus Hadikusumo yang disampaikannya pada 31 Mei 1945. Pidato itu dikutip Kusuma dari buku Ki Bagus Hadikusumo, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tahun 1982.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here