Orang-Orang Berjenggot dalam Perjuangan Kemerdekaan

1091
Haji Agus Salim (Foto: Istimewa)

Oleh: Lukman Hakiem (Peminat Sejarah)

BEBERAPA waktu yang lalu, seorang pemimpin sebuah badan usaha milik negara di suatu daerah memerintahkan salah seorang stafnya yang berjanggut agar mencukur rambut yang menggantung di bawah bibir itu.

Entah apa yang ada di dalam benak sang kepala kantor sehingga dia begitu bersemangat mengeluarkan perintah demikian, padahal menurut kesaksian banyak staf di perusahaan plat merah itu, staf yang berjanggut itu cukup berprestasi.

Janggut yang menjuntai sama sekali tidak mengganggu pekerjaan atau menakuti nasabah.

Para Lelaki Berjanggut
JANGGUT sesungguhnya tidak asing dengan kehidupan kita. Dalam komik atau cerita-cerita silat, seorang jagoan yang sakti mandraguna, seorang pertapa yang arif bijaksana, atau seorang suhu yang ilmu dan kearifannya melampaui kewajaran seorang manusia, selalu digambarkan sebagai seorang dengan janggut menjuntai.

Tidak percaya? Bacalah kembali, misalnya, komik Jaka Sembung karya Djair. Guru Jaka Sembung digambarkan sebagai seorang sepuh dengan janggut panjang di bawah bibirnya.
Bacalah juga cerita silat karya S.H. Mintardja. Orang-orang sakti dan bijak, umumnya digambarkan berjanggut.

Cerita silat karya Asmaraman S. Kho Ping Hoo, baik yang berlatar belakang Cina maupun Jawa, menggambarkan orang-orang sakti seperti Bu Kek Siansu atau Bu Pun Su juga dengan janggut (dan misai) menjuntai.

Pengecualian hanya ada dalam cerita silat karya Sebastian Tito, sebab guru Pendekar 212 yang sakti mandraguna adalah seorang perempuan bernama Sito Gendeng. Mana ada perempuan berjanggut?

Penyebar agama Islam di Jawa, Wali Songo, juga berjanggut.

Jadi, apa yang salah dengan janggut sehingga ada pemimpin perusahaan plat merah yang amat bersemangat menyerukan pembabatan janggut sampai ke akar-akarnya?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here