Teladan Kaum Salaf

691

Oleh: H. Winarto AR bin Darmoredjo (Majelis Dakwah Edwin Az-Zahra)

Begitu banyak kejadian luar biasa yang dialami oleh para ulama saat mereka menuntut ilmu. Bahkan, adakalanya peristiwa yang dialami para ulama itu di luar kemampuan nalar manusia.

Peristiwa yang mereka hadapi pun cukup beragam. Kadang kala, berupa kejadian fisik, bisa pula nonfisik. Beragam peristiwa dalam kehidupan dicatat oleh para ulama melalui karya-karya mereka.

BACA JUGA: Islam Itu Selamat dan Damai

***

Para ulama dari generasi terdahulu (salaf) menunjukkan contoh yang luar biasa dalam mencari ilmu. Di tengah keterbatasan, mereka tidak menyerah. Tekadnya tidak tergoyahkan untuk belajar agama Islam.

Seperti dinukil dari kitab al-Adab al-Mufrad karya Imam Bukhari, kesungguhan dalam menuntut ilmu ditunjukkan Jabir bin Abdullah.

Pada suatu kali, ia amat tertarik pada sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang menggambarkan suasana Padang Mahsyar. Ahli hadits terkemuka dari abad pertama Hijriyah itu pun mencoba menelusuri kebenaran sabda Rasulullah ﷺ itu.

Sayangnya, sahabat Nabi ﷺ yang meriwayatkan hadits tersebut telah hijrah dari Jazirah Arab dan menetap di Syam (kini Suriah). Padahal, Jabir menetap di Hijaz. Bagaimanapun, periwayat 1.540 hadits itu tak patah semangat.

BACA JUGA: Bersyukurlah Jika Ingin Bahagia

Jarak antara Hijaz dan Syam yang begitu jauh, tak menciutkan tekadnya untuk menelisik kebenaran hadits itu. Jabir lalu membeli sebuah unta. Ia pun mengarungi ganasnya padang pasir demi mencapai Syam.

Perjalanan menuju kota itu tak cukup sepekan. Ia menghabiskan waktu selama satu bulan untuk bertemu sahabat Nabi ﷺ yang meriwayatkan hadits yang ingin diketahuinya.

Jabir adalah satu dari sekian banyak contoh, betapa seriusnya para ulama pada zaman dulu dalam mengejar kebenaran. Jarak yang jauh tak menjadi halangan. Dalam hal ini, sang alim merasa bertanggung jawab untuk menemukan kebenaran dari sebuah hadits yang didengarnya. Ia mengaku khawatir tak akan cukup umur bila tak segera membuktikannya.

Kisah-kisah tentang pengalaman dan peristiwa yang dialami para ulama, seperti kisah perjalanan Jabir dari Hijaz menuju Syam, tertuang secara apik dalam sebuah kitab yang ditulis oleh Abdul Fattah Abbu Ghaddah. Dalam kitabnya, Abu Ghaddah mengangkat peristiwa dan pengalaman hidup para ulama.

BACA JUGA: Qailulah Lah

Boleh jadi, tema yang diangkat ulama dari tanah Arab itu belum pernah disentuh oleh sejumlah penulis, bahkan ulama salaf (zaman dulu) sekalipun.

Melalui kitabnya yang sederhana itu, Abbu Ghaddah berupaya menggambarkan keteladanan dan ke sungguhan para ulama pada zaman dulu dalam mencari ilmu. Harapannya, tentu saja agar dicontoh generasi Muslim di era modern ini.

“Apa gunanya mereka (para ulama) bersusah payah?” tanya Abu Ghaddah retoris dalam karyanya itu. Ia pun melakukan penelusuran. Berdasarkan pembacaannya, banyak kisah kegigihan ulama salaf yang membuatnya takjub. Mereka sangat inspiratif.

Rela bersusah payah

Selain menceritakan kisah perjalanan Jabir Abdullah, Abu Ghaddah juga mengutip cerita Ali bin al-Hasan bin Syaqiq. Ulama ini menuturkan perjuangannya saat menimba ilmu kepada sang guru yang bernama Abdullah bin al-Mubarok.

Ali mengungkapkan, pada masa dirinya sebagai murid sering kali ia tak tidur pada malam hari. Pernah suatu ketika, sang guru mengajaknya ber-muzakarah ketika malam di pintu masjid.

BACA JUGA: Jadi Pemimpin, Ambillah Teladan yang Bagus

Padahal, saat itu cuaca sedang tidak bersahabat. Udara dingin menusuk tulang. Ia bersama sang guru berdiskusi sampai waktu fajar tiba, tepat saat muazin mengumandangkan azan subuh.

Ada pula kisah Abdurahman bin Qasim al-Utaqa al-Mishr, seorang sahabat Malik dan Laits. Tiap kali menemukan persoalan dan hendak mencari jawaban, dia mendatangi Malik bin Anas tiap waktu sahur tiba. Agar tak kecolongan, Ibnu al-Qasim tiba sebelum waktu sahur. Tak jarang, ia membawa bantal dan tidur di depan rumah sang guru.

Tak jarang, ia membawa bantal dan tidur di depan rumah sang guru.

Bahkan, pernah suatu kali karena terlalu lelap tidur, Ibnu al-Qasim tidak menyadari bahwa Malik telah keluar rumah menuju masjid.

Suatu ketika, kejadian itu terulang sampai pembantu Malik menendangnya dan berkata, “Gurumu telah keluar meninggalkan rumah, tidak seperti kamu yang asyik tertidur!”

Seorang hakim terkemuka dari Mesir, Abdullah bin Lahiah, punya kisah tersendiri. Ia dikenal sebagai ahli hadits yang banyak mempunyai riwayat.

BACA JUGA: Banyak Orang Kena Prank, Pahalanya Zonk!

Pada 169 H, ia tertimpa musibah. Buku-buku catatannya terbakar. Peristiwa ini memilukan hati Ibnu Lahiah. Betapa tidak, akibat kejadian itu, ingatan dan kekuatan hafalan haditsnya mulai berkurang. Sejak saat itu, banyak terdapat kesalahan dalam keriwayatannya.

Sebagian pakar dan ahli hadits menyimpulkan, riwayat-riwayat yang diperoleh dari Ibnu Lahiah sebelum peristiwa terbakarnya buku-buku itu dianggap lebih kuat jika dibandingkan dengan riwayat yang diambil dari Ibnu Lahiah pascamusibah tersebut.

Merasa prihatin dengan kejadian itu, al-Laits bin Sa’ad al-Mishri memberikan uang sebesar 1.000 dinar kepada Ibnu Lahiah. Namun, seperti halnya pandangan para ulama, uang dalam nominal berapapun tak dapat menggantikan catatan-catatan ilmu yang telah lenyap.

Begitu pentingnya ilmu sehingga apa pun akan kita lakukan untuk meraihnya.

Semoga menginspirasi!

 


#Apakah engkau suka hatimu menjadi lembut dan mendapatkan hajatmu (keperluanmu)? Rahmatilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah makan kepadanya dari rezekimu, niscaya hatimu menjadi lembut dan niscaya kamu akan mendapatkan hajatmu.” (HR. ‘Abdurrazaq).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here