Taujihat MUI Tegaskan Shalat Jumat Dua Gelombang tidak Tepat di Indonesia

510
Ilustrasi: Shalat Berjamaah dengan physical distancing. (Foto: kanal24)

Jakarta, Muslim Obsession – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menilai ide melaksanakan Shalat Jumat dengan dua gelombang tidak tepat untuk diterapkan. Sekalipun pelaksanaan dua gelombang tersebut ditujukan untuk mengurangi kapasitas dan daya tampung masjid di era new normal.

Wasekjen Fatwa MUI Pusat, KH. Sholahuddin Al Aiyub menegaskan, setelah melalui kajian yang mendalam, MUI memandang Shalat Jumat di era ini lebih tepat dengan membuka kesempatan bagi masyarakat mendirikan Shalat Jumat di tempat-tempat lain yang memungkinkan seperti mushalla, aula, gedung olahraga, stadion, dan sejenisnya.

“Karena hal itu mempunyai argumen syari’ah (hujjah syar’iyyah) yang lebih kuat dan lebih membawa kemaslahatan bagi umat Islam,” ujar Kiai Sholahuddin di Jakarta, Kamis (4/6/2020). (Baca: MUI DKI Keluarkan Fatwa Shalat Jumat Bisa Dibagi Dua Gelombang)

Menurutnya, bagi jamaah yang datang terlambat dan tidak mendapat tempat di masjid serta tidak menemukan tempat shalat jumat yang lain, atau dalam kondisi adanya alasan yang dibenarkan syariah, maka wajib menggantinya dengan shalat dzuhur sebagaimana Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2020.

Di antara isi fatwa tersebut, kata dia, pelaksanaan shalat Jum’at dua gelombang (lebih dari satu kali) di tempat yang sama pada waktu yang berbeda hukumnya tidak sah, walaupun terdapat udzur syar’i (alasan yang dibenarkan secara hukum).

Selanjutnya, fatwa tersebut menyebutkan bahwa orang Islam yang tidak dapat melaksanakan Shalat Jumat disebabkan suatu udzur syar’i maka diwajibkan melaksanakan shalat Zuhur.

Disebutkannya, taujihad ini muncul karena fatwa tersebut masih relevan dan paling membawa maslahat untuk menjawab permasalahan yang muncul saat ini. Fatwa tersebut, memiliki pijakan dalil syari’ah yang lebih kuat untuk situasi dan kondisi di Indonesia. Fatwa itu, juga mengacu pada pendapat ulama empat madzhab.

Selain itu, hukum asal dari Shalat Jumat adalah sekali saja dan hanya dilakukan di satu masjid di setiap kawasan serta dilakukan dengan segera tanpa menunda waktu.

“Dalam kondisi dharurah atau kebutuhan mendesak, misalnya jauhnya jarak antara tempat penduduk dan masjid atau menampungnya kapasitas masjid karena kepadatan penduduk di suatu wiayah, maka dalam kondisi seperti itu diperbolehkan mengadakan shalat Jum’at di lebih dari satu masjid,” katanya.

Dia menambahkan, para ulama dari zaman ke zaman tidak memilih opsi shalat Jum’at dua gelombang atau lebih di tempat yang sama, mereka sudah membolehkan shalat Jum’at di lebih dari satu masjid di satu kawasan bila ada keadaan yang mendesak seperti ini.

Kebolehan melaksanakan Shalat Jumat dua gelombang atau lebih di satu tempat yang sama, kata dia, tidak relevan diterapkan di Indonesia karena beberapa sebab.

Pertama, kata dia, pendapat tersebut didasarkan pada dalil syariah yang lemah dan menyelisihi pendapat mayoritas (jumhur) ulama.

Kedua, imbuh dia, kalaupun kebolehan tersebut terjadi di negara Eropa, Amerika, maupun Australia, tidak lantas bisa dijadikan dalil untuk juga diterapkan di Indonesia karena situasi dan kondisinya berbeda.

“Di negara-negara tersebut, umat Islam merupakan minoritas dan sangat sulit mendapatkan izin tempat untuk melaksanakan shalat Jum’at, serta tempat yang ada tidak bisa menampung jumlah jama’ah, sehingga tidak ada alternatif lain bagi mereka selain mendirikan shalat Jum’at secara bergelombang di tempat yang sama,” katanya.

Apa yang terjadi di negara-negara luar negeri tersebut, tidak terjadi di Indonesia. Umat Islam di Indonesia mempunyai kebebasan mendirikan Shalat Jumat di tempat manapun yang memungkinkan didirikannya Shalat Jumat.

Selain alasan syar’i, pelaksanaan shalat Jum’at dua gelombang atau lebih di satu tempat juga berpotensi besar menimbulkan masalah prosedur kesehatan penanganan Covid-19.

“Untuk menunggu giliran Shalat Jumat gelombang berikutnya  tidak ada tempat yang aman dan memadai untuk menunggu, justru berpeluang terjadinya kerumunan yang bertentangan dengan protokol kesehatan,” paparnya. (**)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here