Oleh: Taufik Hidayatullah
Ibadah puasa yang sedang dijalankan tentunya memiliki hikmah. Salah satu hikmah di antara sejumlah hikmah lainnya dalam ibadah puasa, yaitu lahirnya sikap empati, kasih sayang (rahmat) kepada sesama, yakni fakir miskin.
Tentu saja hal ini dimungkinkan, sebab di saat berpuasa, seseorang merasakan lapar dan dahaga, sebagaimana yang biasa dirasakan oleh kaum papa, yakni fakir (al-fuqarā) dan miskin (al-masakin) tersebut.
Bila di bulan-bulan lain selain bulan Ramadhan, sikap empati seringkali menjadi barang langka, digerus oleh keangkuhan dan kesombongan, maka di bulan suci yang penuh keberkahan diharapkan sikap empati kembali hadir dalam diri setiap manusia. Hadir menghampiri dan menemani kita.
Secar otomatis biasanya kesadaran kemanusiaan itu digugah oleh sebuah ritual ibadah bernama puasa. Orang-orang yang memahami dan menghayati makna sesungguhnya ibadah puasa ini akan menyadari, betapa manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Tuhan, dan dihadirkan ke muka bumi ini.
Kemuliaan itu berasal dari sucinya diri (fitrah) sejak azali, dengan dilengkapi akal dan hati, disempurnakan dengan bimbingan wahyu Ilahi dan teladan Nabi Muhammad SAW.
Hadirnya kemuliaan tersebut akan terus hadir dan menemani manusia, jika manusia mempertahankan dan menjaganya melalui aktivitas mulia, berupa peningkatan kualitas hubungan dengan Allah (hablun minallah) dan hubungan dengan manusia (hablun minannas).
Atau dengan kata lain, kemuliaan manusia akan terjaga dengan baik jika ibadah ritual dan ibadah sosial terjalin erat satu sama lain, seiring sejalan dan saling menyertai.
Sebaliknya, jika kualitas hubungan dengan Allah dan hubungan dengan manusia terabaikan, atau salah satunya terabaikan, maka kemuliaan yang sudah ada pada dirinya akan berganti dengan kehinaan.
Keistimewaan yang melingkupinya akan berubah menjadi kerendahan, bahkan bisa jadi kehinaan.
Di titik inilah ibadah puasa menemukan relevansinya. Puasa mengajarkan kepada manusia untuk tetap meneguhkan eksistensi kemuliaan diri, melalui dua hubungan sekaligus.
Hubungan spiritual Ilahi (hablun minallah), berupa ibadah puasa di siang hari, dan hubungan sosial insani (hablun minannas) dengan mengajarkan semangat berbagi kepada sesama, baik melalui zakat, infak, sedekah dan yang lainnya.
Artinya bahwa bulan suci yang tengah kita jalani mengajarkan kita tidak hanya sekadar bagaimana menjalin relasi yang suci dengan Ilahi (Maha Suci), tetapi juga menjalin hubungan yang erat dengan insani (manusia) melalui sikap empati.
Jumat, 24 Maret 2023