Misi Diplomatik Republik Indonesia di Mesir (Bagian 1)

1218

Tamu yang Menggemparkan

RASANYA seperti sebuah mimpi, ketika pesawat melandas di lapangan terbang Kairo, ketika wajah petugas menjadi cerah setelah tahu bahwa kami Muslimin, ketika Azzam Pasha menyambut dengan segala keramahan. Terasa sekali hangatnya persaudaraan itu.

Dan saya jadi teringat awal perjalanan ini, perjalanan yang semula tak pernah dibayangkan dapat terjadi, ketika Mohammad Abdul Mun’im muncul di lapangan terbang Maguwo (sekarang Adi Sutjipto) Yogyakarta.

Lapangan terbang Maguwo yang biasanya sepi, hari itu dikejutkan oleh mendaratnya sebuah Dakota Commercial Airlines dari Singapura. Di antara penumpangnya, turunlah seorang lelaki kulit putih dengan kopiah tarbus merah, bersamanya seorang wanita kulit putih. Dan tak lama kemudian mereka sudah terlihat di Malioboro.

Berita ini tentu saja menggemparkan. Para wartawan sibuk mencari informasi. Ternyata lelaki bertarbus merah itu bermaksud menghadap Presiden Sukarno. Kabar ini pun segera disampaikan ke Istana. Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan Menteri Penerangan Mohammad Natsir sedang berada di Jakarta.

Saya, yang saat itu menjabat Menteri Muda Penerangan, sedang di Surakarta; sehingga Sekretaris Negara Mr. Abdul Gaffar Pringgodigdo kemudian menelepon saya di rumah meminta supaya segera datang ke Yogyakarta mengurusi “tamu yang menggemparkan” itu.

Tamu itu adalah seorang Mesir yang bernama Mohammad Abdul Mun’im, Konsul Jenderal Mesir di Bombay (sekarang Mumbay), India, yang datang mewakili negerinya dengan membawa pesan-pesan dari Liga Arab.

Sebagai seorang diplomat, pada mulanya ia tidak bersedia menerangkan maksud kunjungannya kepada wartawan. Tetapi hal itu sudah dapat diterka, karena sekitar November 1946 tersiar berita bahwa Liga Arab di Kairo memutuskan untuk menganjurkan anggota-anggotanya agar mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Abdul Mun’im meninggalkan Bombay menuju Singapura dengan harapan mendapatkan visa masuk Indonesia, tetapi perwakilan Belanda di sana menolaknya. Untung ia bertemu dengan Miss Ktut Tantri, itu wanita kulit putih yang tampak datang bersamanya.

Kita tentu mengenal nama wanita ini, yang menjadi pembantu pejuang-pejuang kita, terutama di Jawa Timur, dengan pidato-pidatonya di corong radio bersama Bung Tomo. Ktut Tantri dengan mati-matian berusaha sehingga berhasil mencarter sebuah pesawat terbang yang membawa mereka menerobos blokade Belanda, langsung menuju Yogyakarta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here