Meraba Kisah di Lorong Kota Kuno, Icheri Sheher (My Trip in Baku – 4)

1121

Baku, Muslim Obsession – Yeay… Xoş gəlmişsiniz! Selamat datang di Baku. Akhirnya, setelah menjelajah angkasa selama hampir 15 jam, kami pun dapat menghirup bau tanah Baku.

Angin sepoi segera menyapa kami. Meski pelan, tapi embusannya cukup menusuk tulang, karena membawa suhu 18 derajat celsius.

Beberapa teman jurnalis yang kedinginan segera mendekapkan tangan ke dada atau memasukkannya ke kantung jaket. Beruntung, saya telah mengenakan sweater sejak berangkat dari Soetta.

Kami dijemput pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dengan sebuah minibus yang langsung membawa kami ke sebuah lounge VIP.

Untuk sementara, kami bisa rehat, meluruskan kaki, dan mengisi baterai handphone yang melemah.

Tapi rehat sebenarnya baru terasa saat badan ini diempaskan ke kasur empuk sebuah hotel bintang lima di kawasan M Mushfig, Baku. Kami punya waktu sekitar dua jam sebelum berkumpul kembali untuk city tour.

*****

Icheri Sheher. Sebuah kota klasik, menjadi destinasi pertama yang kami kunjungi. Dalam bahasa Arzeri, Icheri Sheher adalah kota (yang berada di) dalam. Konon, Icheri Sheher telah ada sejak abad ke-5.

Inilah salah satu bukti otentik perkembangan abad pertengahan sekaligus untuk memahami kehidupan urban di Baku dan kunci untuk memahami budaya ekonomi, material, dan moral saat ini di Azerbaijan.

Dari kota kuno ini, para pelancong dapat menemukan sumber historis dan arkeologis yang menunjukkan bahwa Baku, seperti banyak kota Azerbaijan lainnya, muncul sebagai hasil dari pertumbuhan pemukiman kuno yang maju secara ekonomi dan padat penduduk.

Sehari saya menjejakkan kaki di kota ini, wajah Baku memang terkesan antik. Tak hanya dilihat dari arsitektur bangunan ala Eropa kuno, pun dari warna cat yang didominasi warna coklat muda.

Penerjemah yang dikirim KBRI, Mr. Ali Husainli mengatakan bahwa sumber daya alam seperti minyak dan garam adalah faktor kunci untuk pertumbuhan Baku dari pemukiman kecil menjadi kota yang berkembang. Saat ini ditambah dengan gas.

Di era lampau, konon, Baku menjadi salah satu kota yang paling padat penduduknya. Tidak hanya di Kaukasus Selatan tetapi juga di Timur Tengah. Memiliki iklim yang kondusif, kondisi alam dan geografis, kelimpahan sumber daya alam, Baku dikaruniai lokasi strategis yang berada di sepanjang rute perdagangan dunia.

Satu hal yang membuat nyaman berada di kota bibir Laut Kaspia ini adalah iklimnya yang sejuk serta tanah yang subur dan sumber daya air yang kaya. Sebuah sumber mengatakan, di awal era Yunani-Romawi, ahli geografi Claudius Ptolemy (70-147AD) dalam karyanya “Geografi” menyebut Baku sebagai Baruka atau Gaytara di antara 28 kota di wilayah Albania.

Banyak literatur menyebut Baku sebagai tanah api “suci”. Bahkan kota ini diyakini telah berabad-abad dihuni masyarakat yang hidup dalam ragam kepercayaan. Kekristenan, penyembahan berhala dan pemujaan api menyebar di sini sebelum penaklukan Arab dan tempat pemujaan mereka ada di berbagai bagian Azerbaijan.

Baku Kuno juga merupakan salah satu tempat suci utama pemujaan api. Hal ini tampak pada banyaknya informasi soal monumen suci yang dihancurkan selama invasi Kaisar Bizantium Iracly (610- 641 M) ke Baku pada 624 M.

Kembali ke Icheri Sheher. Kota ini memiliki identitas yang selalu menarik. Ragam arsitektur di kota kuno ini selalu berhasil membawa kita kembali ke masa lalu. Saya sendiri merasa berada di kota kecil di era Romawi Kuno.

Ada beberapa toko yang menjajakan etalase masa lampau dengan lukisan, pernak-pernik, hingga patung atau miniatur dan barang-barang dari tembaga. Sementara muda-mudi serta anak-anak dan orang tua berjalan santai meraba kisah di lorongnya.

Pun demikian dengan saya dan rekan-rekan jurnalis yang berlomba untuk mengabadikan lorong kota kuno ini. Sambil berjalan menyusuri lorong untuk menjangkau keberadaan menara legendaris, Qız Qalası atau The Meiden Tower.

Icheri Sheher, 28 Mei 2018.

 

Baca Juga:

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here