Ketum Muhammadiyah: Pemimpin Ideal Harus Penuhi Kualitas Dunia dan Akhirat

1384
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. (Foto: muhammadiyah)

Malang, Muslim Obsession – Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si mengatakan, Indonesia membutuhkan kepemimpinan bermartabat dan berkemajuan yang prosesnya harus dimulai dari dua pihak, yaitu pemimpin itu sendiri dan umat.

Menurutnya, konsep kepemimpinan dalam Islam sebagai proyeksi dari tanggung jawab untuk mengurus nilai-nilai agama dan urusan dunia. Sebagai imam, pemimpin diharapkan mampu mengelola kedua aspek tersebut sehingga dunia dan akhirat dapat terpenuhi.

“Dalam konteks ini, pemimpin harus memenuhi kualitas dan kuantitas yang memadai dalam urusan dunia, sekaligus memperhatikan sisi spiritualitas dalam urusan akhirat,” ungkap Haedar mengutip situs resmi Muhammadiyah, Rabu (3/12/2024).

Haedar menekankan bahwa pemimpin harus memiliki sifat-sifat seperti siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Empat nilai tersebut dianggap sangat penting dalam Islam dan mencerminkan betapa beratnya menjadi seorang pemimpin.

“Dalam kacamata Islam dan kaum muslimin, pemimpin itu harus bisa ngurus dunia dan akhirat. Dunianya terpenuhi, akhiratnya terpenuhi. Berarti betapa beratnya jadi pemimpin dalam pandangan Islam. Jasmani dan ruhaninya harus terpenuhi,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi umat, Haedar menekankan perlunya umat bermartabat dan maju. Umat yang bermartabat diharapkan memiliki pemahaman tentang pilihan benar dan salah, serta mampu membedakan yang pantas dan tidak pantas. Edukasi dan dakwah dianggap sebagai kunci penting dalam membentuk umat yang cerdas dan bermartabat.

Haedar mengingatkan pada peran Nabi dalam menjalankan fungsi kerisalahan yang melahirkan peradaban almadinah almunawarah. Pusat peradaban tersebut menjadi contoh cemerlang yang membangkitkan masyarakat Arab dari kebodohan dan kejahilan. Dengan menyebarkan risalahnya, Nabi mampu membawa perubahan signifikan dalam masyarakat yang dulu dianggap jahil.

Haedar juga menyoroti betapa bobroknya sistem jahiliyah yang kemudian direformasi oleh Nabi SAW. Praktik dinasti dalam politik dan merendahkan martabat perempuan adalah dua contoh yang lahir dari budaya jahiliyah.

Ia menegaskan bahwa prinsip-prinsip Islam mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki dalam beramal shalih dan hak untuk masuk surga.

Dengan mengambil inspirasi dari perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW, Muhammadiyah meyakini bahwa Islam adalah agama dinul hadarah yang membawa kemajuan peradaban hidup umat manusia.

“Selain innama buistuliutamimarimal akhlaq, Risalah Nabi juga punya misi wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Rahmat itu adalah kebaikan untuk orang banyak. Alamin di situ alam seluruh semesta,” tambahnya.

Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah melihat Islam sebagai agama yang mengajarkan nilai-nilai kemajuan peradaban. Hal ini sesuai dengan tugas Nabi dalam membimbing umat manusia menuju kebaikan, serta misi sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta.

Di sisi lain, Haedar mengingatkan peristiwa penting pada saat wafatnya Nabi Muhammad SAW. Meskipun pada masa Nabi belum pernah ada pemilihan pemimpin, namun saat itu muncul tiga kelompok dari kaum Anshar, kaum Muhajirin, dan ahlul bait untuk menentukan pemimpin. Dalam kearifan mereka, akhirnya diputuskan pemilihan pemimpin secara aklamasi, dan Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat sebagai khalifah.

Dengan merayakan kearifan tersebut, Haedar mengajak untuk selalu merenung dan melakukan muhasabah, terutama dalam menyambut tahun baru 2024. Sebuah panggilan untuk merefleksikan nilai-nilai Islam, kepemimpinan, dan peran umat dalam menjaga kemartabatan dan kemajuan peradaban.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here