Jangan Sembarangan Mencari Teman

1651
Berteman dengan orang-orang yang mengajak kepada ketaatan kepada Allah Ta'ala. (Foto: Edwin B/OMG)

Oleh: Drs H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk senantiasa bergaul dengan orang-orang yang baik dan shalih. Allah Ta’ala berfirman,

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya,” (QS. Al-Kahfi: 28).

Dengan ayat ini Allah memerintahkan kita untuk bergaul dengan orang-orang yang shalih agar kita memperoleh berkah dan ampunan Allah Ta’ala dan hendaknya kita bersabar dalam bergaul dengan mereka, karena mereka selalu menuntut kebaikan dan ridha Allah Ta’ala.

Seseorang itu harus memilih teman yang baik dan shalih yang selalu mengingatkan kita untuk tetap taat kepada Allah Ta’ala. Kenapa? Karena teman itu sebagai patokan terhadap baik dan buruknya agama seseorang.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama seseorang tergantung dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian memerhatikan, siapa yang dia jadikan teman dekatnya,” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dari Abu Musa Al-Asy’ariy radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Contoh teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya,” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628).

Nasihat Para Ulama

Ibrâhim Al-Khawwâsh rahimahullah berkata:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ

“Penawar hati itu ada lima: membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa), qiyâmul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih,” (Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107).

Imam Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali rahimahullah mengatakan: “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman dekatnya,” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94).

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab: الصَّاحِبُ سَاحِبٌ yang artinya: “Seorang sahabat bisa menarik (mempengaruhi).”

Ahli hikmah juga menuturkan, يُظَنُّ بِالمرْءِ مَا يُظَنُّ بِقَرِيْنِهِ yang maknanya: “Seseorang itu bisa dinilai dari orang yang jadi teman dekatnya.”

Syekh Al-Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

نَظْرُ المُؤْمِنِ إِلَى المُؤْمِنِ يَجْلُو القَلْبَ

“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati,” (Siyar A’lam An- Nubala’, 8: 435).

Maksud beliau adalah dengan hanya memandang orang shalih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-orang shalih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang shalih lainnya.

Syekh ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah mengatakan: “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Syekh Ja’far bin Sulaiman Rahimahullah mengatakan: “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin Waasi’,” (Ta’thir Al-Anfas min Hadits Al-Ikhlas, hlm. 466).

Demikian semoga bermanfaat, wallahu a’lamu bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here