Gus Mus: Menjelekkan Sesama Muslim Termasuk Fasik

294

Jakarta, Muslim Obsession – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) menyebut prilaku orang yang suka menjelekkan orang lain sesama Muslim termasuk orang yang fasik.

“Berarti keluar dari ketaatan kepada Allah Swt. Jika sampai memerangi atau bertengkar dengan orang Muslim maka itu sudah termasuk orang yang tidak mau terima kasih. Karena sudah diberi hidayah oleh Allah swt menjadi seorang muslim,” kata Gus Mus dalam channel YouTube NU Online, beberapa hari lalu.

“Kebalikannya dari fasik adalah taat. Kita sebagai hamba Allah selalu dituntut untuk taat kepada-Nya. Misuh kepada saudara Muslim termasuk fasik karena qital artinya memang perang. Tapi, secara bahasa juga bisa dimaknai dengan pertengkaran, baik pertengkaran fisik maupun pertengkaran mulut,” sambung Gus Mus dalam videonya.

Gus Mus menyebutkan bahwa seseorang dikatakan kafir karena ia tidak bersyukur kepada Allah. Orang mukmin jika bersyukur akan terlihat, salah satunya dengan melaksanakan shalat. Orang yang tidak shalat adalah orang yang tidak mau berterima kasih kepada Allah.

Menurut Imam al-Bukhari, lanjut Gus Mus, memisuhi orang lain merupakan hal yang mengkhawatirkan, karena bisa menyebabkan amal-amalnya sia-sia. Orang yang memerangi atau memusuhi orang Islam tanpa sadar amal-amalnya menjadi tidak ada artinya sama sekali.

“Kita harus selalu khawatir, selalu waspada, jangan hanya karena kita sudah sering sembahyang, shalat, haji, umrah, berkali-kali kemudian terhadap sesama kita tidak memperhatikan sikap kita. Hal ini dapat menyebabkan amal kita sia-sia di hadapan Allah swt,” tutur Pengasuh Pesantren Raudlatuth Thalibien Leteh Rembang ini.

Gus Mus menerangkan bahwa Islam memberikan harga tinggi pada perkataan yang baik. Islam menekankan pentingnya perkataan baik. Bahkan, Rasulullah saw menilai kadar keimanan seseorang kepada Allah dan hari kiamat dilihat dari baik atau tidaknya perkataan yang bersangkutan.

Bagi Gus Mus, keimanan kepada Allah dan hari kiamat merupakan sesuatu yang abstrak. Meski begitu, bukti dan jejak keimanan itu bisa diketahui secara konkret melalui perilaku sehari-hari. Ini ditandai antara lain dengan menjaga perkataan yang baik agar tidak menyakiti, merugikan orang lain, atau menimbulkan kekisruhan. (Al)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here