Kiat Sukses Tanam Cabai untuk Generasi Milenial

830

Jakarta, Muslim Obsession – Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) menggelar pengajian umum tentang pemberdayaan masyarakat dibidang ekonomi. Kajian ekonomi yang dilakukan secara daring itu turut diikuti oleh Ketua Umum PP Parmusi Usamah Hisyam, serta para dai dan jajaran pengurus Parmusi di berbagai daerah.

Kajian Parmusi di bawah naungan Parmusi Bisnis Center (PBC) kali ini membahas secara khusus pemberdayaan masyarakat dengan bertanam cabai. Mengapa cabai? Karena jenis tanaman ini adalah salah bahan makanan pokok yang selalu dibutuhkan masyarakat.

Dr. Nurjaya pakar pertaninan yang menjadi narasumber dalam kajian ekonomi ini mengatakan, berdasarkan data dari Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang. Jumlah ini hanya sekitar 8 persen dari total petani kita yang berjumlah 33,4 juta orang.

Menurutnya, untuk bisa menjadi petani cabai sukses yang pertama menjadi kunci adalah pemilihan lahan dan ketersediaan air. “Selain itu, pengolahan tanah juga penting seperti pembersihan sisa tanaman atau gulma, pembuatan bedengan, pengapuran, pemupukan dasar, dan penutupan mulsa,” paparnya, Sabtu (5/3).

Hal kedua adalah pemilihan varietas (diterima pasar, mempunyai produktivitas yang tinggi, sesuai kondisi lahan, mempunyai keunggulan toleran terhadap OPT tertentu). Ketiga adalah waktu tanam, lahan kering atau tegalan penanaman pada awal musim penghujan, lahan sawah bekas padi pada akhir musim penghujan.

“Pada musim hujan, sebaiknya kita menanam pada jarak yang lebih lebar misalnya 40 x 45cm, atau 50cm x 60cm agar sinar matahari lebih banyak masuk dan mudah untuk melakukan penyemprotan. Penguatan bibit cabai juga harus diperhatikan, penanaman lebih baik dilakukan pada sore hari karena intensitas matahari tidak terlalu tinggi agar lebih survive,” ujarnya.

Menurut Nurjaya, hal lain yang penting adalah berkaitan dengan pemeliharaan karena semua orang bisa menanam cabai, tapi tidak semua orang bisa memelihara dengan baik. Pemeliharaan meliputi sanitasi atau kebersihan (jaga kebersihan lahan, air, tanaman, perkakas yang digunakan), pengamatan (perlu tidaknya pemupukan, serangan OPT, dan kebutuhan air), aksi atau tindakan dan evaluasi.

Nurjaya menuturkan ketika cabai mahal, orang cenderung untuk ikut menanam cabai untuk mendapatkan harga mahal. Hal ini harus dihindari karena beberapa bulan kemudian harganya akan mulai turun. Oleh karena itu, sebagai petani harus bisa melihat peluang panen cabai untuk mendapat harga tinggi seperti apa.

“Pertama kita harus bisa melihat pertanaman cabai daerah lain (mapping), untuk sentra produksi cabai rawit berada di Jawa Timur. Kalau untuk produksi cabai produksi berada di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Kita harus tahu daerah lain menanam cabai di bulan apa dan kita bisa melihat peluang untuk menanam cabai dari hal tersebut,” ujarnya.

Nurjaya mengajak para generasi milenial untuk tidak segan bertanam dengan memanfaatkan lahan kosong di sekitar. “Jangan lihat hasilnya, liatlah prosesnya. Tidak ada lahan yang tidak produktif, kecuali kita malas,” jelasnya.

Sementara Ketum Parmusi Usamah Hisyam mengatakan, pertanian cabai bagus untuk pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh para dai. “Satu hal yang harus kita ketahui parmusi dengan semua dainya berupaya memanfaatkan pertanian dan perkebunan sebagai media dakwah Islam,” ujarnya.

Karena itu Usamah meminta kepada jajaran Parmusi daerah untuk mencari lahan kosong yang bisa diolah untuk tanam cabai dengan sistem bagi hasil. “Jawa Timur sebagai penghasil cabai terbesar mungkin bisa jadi pilot project, bisa cari lahan kosong dengan sistem bagi hasil,” tuturnya. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here