Ustad Abdul Shomad dan Karakter Dai Pemersatu

1475

Sedangkan kaum santri yang tadinya kerap didikotomikan antara santri tradisional dan santri modernis mulai menyadari inefektifitas dan inefesiensi jika terus melakukan rivalitas negatif dalam medan dakwah. Oleh sebab itu, keinginan untuk terus mengerjakan kegiatan dakwah bersama dalam rangka merubah mindset umat dengan meninggalkan bendera masing-masing semakin menjadi opsi prioritas untuk menuju kejayaan umat Islam di Indonesia.

UAS tentunya hanya sekadar simbolisasi dai yang dibutuhkan umat saat ini. Beliau muncul dalam momentum yang tepat di tengah kerinduan umat akan persatuan dan semakin intensifnya pihak-pihak yang ingin membenturkan antar kelompok umat untuk melemahkan persatuan dan kemandirian umat. Karakter dai yang berusaha menyatukan umat dengan mensimplifikasikan tema-tema furu’iyyah, tetapi tetap istiqomah mempertahankan akidah Ahlussunnah Waljama’ah dan kemandirian umat merupakan washilah menuju kejayaan umat Islam di Indonesia.

Oleh sebab itu, kaidah fiqh tentang “Ma Laa Yatimmul Wajib Illa Bihii Fa Huwa Wajib” (perkara yang menjadi penyempurna dari perkara wajib, hukumnya juga wajib) menjadi sebuah kaidah yang nampaknya perlu diaplikasikan jika kewajiban menjayakan Islam di Indonesia memerlukan para dai yang punya karakter pemersatu seperti UAS.

Kita harus mulai mengalahkan kepentingan ego pribadi dan kelompok kita untuk menuju persatuan umat sebagai salah satu prasyarat menuju kejayaan umat di Indonesia. Seperti pesan Allahyarham Mohammad Natsir dalam salah satu bukunya “Kapita Selekta” dengan pesan “persatuan adalah soal qalbu dan wijhah (tujuan hidup) yang diniatkan untuk dicapai dengan kebersihan amal dan keikhlasan hati. Tapi adakah di antara kita yang lila legawa alias ikhlas lillahi ta’ala menenggelamkan eksistensi diri dan kelompoknya demi tegaknya ukhuwah”.

 

*Penulis adalah Wasekum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat dan Sekretaris Lembaga Dakwah Parmusi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here