Tokoh Masyumi dan G30S/PKI

1099

Negara Bukan Milik Masyumi Saja

Cerita Adi Sasono dalam diskusi terbatas di UII pada awal 1980-an itu tidak syak lagi menguak spektrum lain dalam hubungan Masyumi dengan komunisme, khususnya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Sikap Masyumi terhadap komunisme terang benderang termaktub dalam Keputusan Muktamar VII Masyumi di Surabaya, 27 Desember 1954, yang antara lain menyatakan bahwa falsafah komunisme (historisch-materialisme) bertentangan dengan dasar iman dan Qudrah-Ilahiyah.

Keputusan Muktamar Surabaya itu juga menyatakan bahwa komunisme menurut hukum Islam adalah kufur.

Barangsiapa yang menganut komunisme dengan pengertian, kesadaran, dan keyakinan akan benarnya paham komunisme yang nyata-nyata bertentangan, menentang, dan memusuhi Islam itu, “maka adalah ia hukumnya kafir.”

Yang menarik, meskipun sikap Masyumi terhadap komunisme sudah sangat tegas, menjawab pertanyaan mengenai bagaimana sikap Masyumi terhadap komunisme sekiranya Masyumi menang dalam pemiliihan umum 1955, Ketua Umum Masyumi Mohammad Natsir mengatakan bahwa dalam menghadapi komunis tidak perlu melarangnya dengan secara hukum, umpamanya mengeluarkannya dari hukum, tetapi cukup dengan perjuangan perlombaan dengan fair secara demokratis parlementer.

Natsir menegaskan, Masyumi menolak tiap-tiap cara yang tidak demokratis. “Negara bukanlah untuk Masyumi saja,” kata Natsir sebagaimana termaktub dalam Capita Selecta 2 (1957:306).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here