Timbulkan Polemik, Muhadjir Pastikan Permendikbud Kekerasan Seksual Direvisi

389
Menko PMK Muhadjir Effendy. (Foto: istimewa).

Jakarta, Muslim Obsession – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy memastikan pemerintah akan merevisi Permendikbudristek nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS).

Muhadjir menyebut dalam Permendikbudristek ada hal yang ambigu sehingga membuat polemik. Ambiguitas dalam frasa itu, kata dia, telah memicu perbedaan pendapat di tengah masyarakat dalam menyikapi aturan tersebut.

“Memang sekarang masih dalam keadaan ada perbedaan di masyarakat, karena di situ ada frasa yang ambiguitas masih mengganda arti. Saya yakin dalam waktu yang tidak lama nanti akan segera dikoreksi,” ujar Muhadjir dalam rekaman suara yang diterima Jumat (19/11).

Muhadjir tak merinci frasa mana dalam aturan tersebut yang perlu diperbaiki. Namun, beberapa elemen masyarakat belum lama ini menolak rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam aturan tersebut. Sebabnya, ada poin dalam aturan yang dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan.

Salah satu rumusan norma kekerasan seksual yang yang menjadi polemik di antaranya ada dalam Pasal 5. Aturan pada pasal itu dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan ‘tanpa persetujuan’

Frasa ‘tanpa persetujuan’ ini menuai protes lantaran frasa tersebut bisa ditafsirkan melegalkan zina, seks bebas atau tindakan pornografi jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual. Berikut petikan bunyi pasal 5:

Pasal 5 ayat 1

Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 5 ayat 2;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;

k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;

l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang,memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;

m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

Muhadjir menegaskan bahwa aturan Permendikbud ini secara subtantif harus didukung. Ia menilai aturan tersebut sebagai upaya mencegah dan memberikan pembelaan kepada korban kekerasan seksual.

“Karena itu untuk mencegah dan melindungi dan memberikan pembelaan bagi para korban kekerasan seksual,” kata dia.

Muhadjir lantas mengingatkan agar polemik yang muncul tak menghilangkan tujuan mulia dibuatnya aturan tersebut. Baginya, kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan lembaga pendidikan sudah sepatutnya di tangani secara serius oleh pemerintah.

Namun, Ia juga memastikan bahwa nilai-nilai agama dan sosial di tengah masyarakat tetap harus dijaga dalam peraturan. Agar nantinya tak muncul pemahaman ganda ditengah masyarakat.

“Sehingga jangan sampai terjadi pemahaman yang mengganda. Satu sisi niatnya baik, tapi kemungkinan ya jadi konsekuensi yang tidak dimaksudkan tapi numpang di situ, terutama yang berkaitan dengan nilai keagamaan dan nilai sosial yang harus kita tegakan di Indonesia sesuai dengan dasar kita yaitu Pancasila,” kata dia. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here