Restu Ibu Tumpah di Pasir Permisan

Laporan Egy Massadiah dari Pembaretan ke-107 Kopassus**

366

Bopongan Prajurit

Usai tradisi pembaretan, sigap sejumlah prajurit langsung mendekati Danjen Kopassus. Mereka berjongkok, melesakkan satu pundaknya di antara dua kaki, diikuti prajurit lain di sisi yang satu, lalu mereka mengangkatnya tinggi-tinggi dalam bopongan para prajurit.

Yel-yel Komando mereka pekikkan dengan kompak dan semangat. Gemblengan yang begitu keras, sudah sampai pada titik pembaretan serta pemasangan brevet Komando Pasukan Khusus. Sebuah lambang: prajurit yang telah digodog dalam kancah diklat yang membara laksana api. Prajurit dengan brevet Kopassus memiliki keberanian, kecekatan, dan keterampilan prajurit komando di bidang operasi darat, laut, dan udara.

Danjen Deddy juga memompakan semangat “Tribuana Chandraca Satha Dharma”. Artinya, prajurit yang telah menguasai taktik dan teknik ilmu perang khusus. Mahir dan andal bergerak secara cepat di berbagai medan baik di darat, laut, dan udara. Berjiwa patriotik tinggi, senantiasa siap sedia melaksanakan tugas pokok ke setiap penjuru dan siap menghadapi berbagai ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan.

“Selaku Danjen Kopassus dan atas nama pribadi, saya mengucapkan selamat kepada para prajurit yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan komando selama tujuh bulan dengan baik,” ujar bintang dua kelahiran Bandung, 14 September 1973 itu.

Deddy mengaku bangga melantik para prajurit muda, para kesatria muda yang berani, percaya diri, dan optimis serta selalu siap mendedikasikan diri sebagai pemersatu bangsa. “Hari ini, para prajurit akan memulai perjalanan dan pengabdian nyata. Buktikan kemampuan dan kesetiaan dalam mengemban tugas, dalam melayani masyarakat, bangsa, dan negara,” tegas Lulusan Terbaik Dikreg XLVIII Seskoad (2010) itu.

Danjen menambahkan, tugas prajurit komando tidak mudah. Apalagi di tengah perubahan yang cepat, disrupsi teknologi, geopolitik yang dinamis, yang harus disikapi secara cepat dan tepat. Selain itu, dunia kemiliteran juga berubah cepat. Kita tidak boleh ketinggalan dalam menyikapi teknologi.

“Siapkan diri menghadapi setiap ancaman. Gunakan teknologi untuk ancaman yang juga menggunakan teknologi,” pesan Danjen Deddy kepada peserta pembaretan yang berjumlah 54 perwira, 88 bintara dan 90 tamtama.

Wadanjen Kopassus (2021 – 2022) itu juga meminta para prajurit terus belajar dan berlatih menempa kemampuan dan keahlian. “Siapkan dirimu menjadi teladan masyarakat yang menjaga integritas, menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai keprajuritan, dan berdiri di depan dalam membantu masyarakat,” ujar Deddy yang juga mantan Kasdam IV/Diponegoro (2022 – 2023).

Sebagai prajurit komando, dan pasukan elit kebanggan bangsa dan negara, Deddy menekankan agar mengedepankan kesiapan operasional dan kesiapsiagaan tinggi sebagai wujud profesionalitas prajurit yang dibentuk secara khusus di atas kemampuan prajurit dan satuan lain.

“Prajurit Kopassus dibentuk dengan keras namun terukur. Dilatih pada titik-titik maksimal kemampuan manusia untuk disiapkan menjadi prajurit militan, profesional, serta adaptif dilandasi moralitas dan loyalitas,” tegas Deddy.

“Kepada orang tua yang hadir di sini, saya ikut berbahagia sebagaimana yang bapak ibu rasakan. Mereka bukan hanya kebanggaan bapak-ibu sekalian. Mereka juga kebanggaan bangsa Indonesia, TNI-AD, dan satuan Kopassus,” ujar Deddy.

Tak lupa, Danjen Deddy juga mengucapkan terima kasih kepada Komandan Pusdiklatpassus Kopassus, para pembina dan pelatih atas dedikasinya dalam menjadikan para prajurit perkasa dan pemberani serta berkarakter.

Usai acara resmi, Komandan Jenderal Kopassus meminta perwakilan prajurit menyampaikan kesan dan pesan. Mulai dari prajurit tamtama, bintara hingga perwira. Mereka merasa sangat berterima kasih atas pendidikan keras yang telah diberikan. Dengan begitu, mereka mampu bertahan di tengah hutan, dalam suhu yang dingin, tanpa bekal makan.

Juga latihan berat berjalan kaki ratusan kilometer, menyeberangi sungai, rawa dan lautan. Setiap kesan dan pesan yang menggugah semangat, spontan disambut pekik “Komando” secara serentak dan menggelegar.

Mereka akan menjadi prajurit yang lekat dengan “pisau komando” sebagai ciri atau identitas. Ke depan, akan lebih menyatu dengan brevet komandonya. Masuk markas di Cijantung, akan disambut gapura pisau komando. Bahkan di atas batu karang lepas Pantai Permisan, juga tampak pisau komando raksasa menancap.

Pisau komando dengan panjang gagang 10 cm, dan bilah pisah 18 cm, itu bukan pisau yang berfungsi untuk mengiris, tetapi menusuk.

Sejarahnya erat dengan salah satu perjuangan Kopassus di medan operasi tempur Timor Timur (sekarang Timor Leste).

Penggunaan pisau komando baru ada tahun 1970-an, saat satuan ini masih bernama Kopasandha (Komando Pasukan Sandhi Yudha). Dari sekian banyak jejak perjuangan mereka, ada kisah seorang anggota Kopassus melegenda dan menjadi sejarah. Ia adalah Pratu Suparlan, satu di antara anggota Kopassus yang mengorbankan nyawanya saat menjalankan misi demi menyelamatkan pasukan yang lebih besar.

Kisah heroik yang terjadi pada Januari 1983 itulah yang senantiasa membara di setiap dada prajurit Komando. Nama Pratu Suparlan kemudian diabadikan sebagai lapangan udara Suparlan Pusdiklatpassus Batujajar, Bandung, Jawa Barat, yang diresmikan KSAD Jenderal TNI Edi Sudrajat pada 26 Mei 1991.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here