Kisah Haru, Air Mata Sersan Nainggolan di Hadapan Jenderal Doni Monardo

331

Mie Gomak

Kisah mengharu-biru ia tuturkan saat dikirim batalyon 741 pada ajang Porad (Pekan Olahraga TNI Angkatan Darat) tahun 2000 yang dipusatkan di markas Divisi Infanteri (Divif) I/Kostrad, Cilodong, Bogor, Jawa Barat. Nainggolan dipercayakan turun di nomor menembak (senapan) otomatis.

“Besok pagi bertanding, malamnya saya sakit. Demam, badan meriang gak karuan,” katanya membuka kisah.

Mengetahui atletnya sakit, Danyon 741 Letkol Inf Doni Monardo segera mendatangi Nainggolan yang tergolek lemas di velbed barak Divif I/Kostrad. Ia mengajak serta Pasi Ops Yon 741, waktu itu, Kapten Inf Franz Yohanes Purba.

Terakhir bertemu Nainggolan, ketika Purba menjabat Staf Ahli Pangdam I/Bukit Barisan Bidang Hukum dan Humaniter, berpangkat kolonel. Saat ini, Purba menjabat Wadanmentar Akmil Magelang.

Kembali ke kisah Nainggolan yang tergolek demam sebelum turun ke pertandingan menembak otomatis esok paginya, Doni memeriksa kondisi Nainggolan dengan sangat kebapakan.

Pelan Doni bicara, “Nainggolan, kau tidak boleh sakit. Coba katakan, kamu ingin makan apa. Coba pikirkan, makanan apa yang sangat ingin kamu makan saat ini,” kata Nainggolan menirukan bujukan komandannya.

Sungguh tak karuan perasaan Nainggolan. Ia sangat segan didatangi dan diperhatiakn komandannya sedemikian rupa. Lama ia termenung, hingga akhirnya terlintas pikiran makanan kesukaannya di Porsea, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, yakni mie gomak.

Mie Gomak adalah makanan khas suku Batak Toba dari Sumatera Utara. Masakan khas ini bisa ditemui di daerah sekitar Danau Toba, mulai dari Porsea, Balige, Laguboti, Tarutung, hingga Tapanuli Selatan.

Disebut mie gomak karena dahulu ketika mie akan disajikan ke piring, mienya “digomak” atau diremas langsung menggunakan tangan. Bentuknya mirip spaghetti (mi lidi), dimasak berkuah santan bumbu andaliman.

Doni sempat mengernyitkan dahi demi mendengar nama menu yang disebut Nainggolan. Ia seketika menoleh ke Kapten Purba yang mendampinginya.

“Nah, Purba, kau cari sampai dapat mie gomak untuk Nainggolan, biar dia sembuh dan besok bisa bertanding,” perintah Letkol Doni kepada Kapten Purba.

Correct, Kapten Purba mengangkat tangan hormat sambil menjawab, “Siap!” Balik kanan dan menghambur ke luar barak, mencari mie gomak

Usai Kapten Purba pergi, Doni sejenak menemani Nainggolan, dan minta ia istirahat. Tenangkan pikiran, sambil menunggu mie gomak kesukaannya, yang sedang dicarikan oleh Kapten Purba.

“Jujur, perasaan saya campur-aduk, antara segan, takut, khawatir…. Bayangkan, di mana mencari mie gomak malam-malam begini. Di Cilodong pula!” kata Nainggolan, ekspresinya serius.

Mujur tak dapat ditolak, Purba berhasil mendapatkan mie gomak pesanan Nainggolan. Nainggolan sempat berpikir, ada kemungkinan Purba keliling Jakarta. Sebab, sebelum dinas di Batalyon 741, ia pernah dinas di wilayah Jakarta.

Kemungkinan kedua, sebagai orang Batak, ia tak kurang akal untuk mencari orang Batak lain yang bisa menyiapkan mie gomak malam itu juga.

Entahlah. Nainggolan sendiri tak pernah mengetahui bagaimana “perjuangan” Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya untuk mencarikan mie gomak bagi kesembuhan Nainggolan.

Yang ia tahu, Letkol Doni dan Kapten Purba kembali mendatangi tempat tidurnya, dan menenteng sebungkus mie gomak.

“Nah, ini makanan yang sangat kamu inginkan. Sekarang makanlah selagi hangat. Pakaianmu biar Kapten Purba yang menyiapkan. Sepatumu, biar Kapten Purba yang menyemir,” kata Doni, lalu melempar pandang ke Kapten Purba.

Sigap Kapten Purba melaksanakan perintah komandannya. Ia pun menyemir sepatu Nainggolan hingga kinclong.

“Di situ saya tak kuasa menahan air mata. Betapa besar perhatian komandan saya, Pak Doni Monardo, dan juga perwira Pasiops saya, pak Purba. Pangkat saya hanya Prajurit Satu, beliau-beliau perwira,” kata Purba. Matanya berkaca-kaca.

Seketika, Nainggolan merasa segar kembali. Demamnya menguap. Perhatian komandan dan perwira di Batalyon 741, ia rasakan benar-benar membesarkan hatinya. Kini ia bisa menyimpulkan, Doni Monardo sangat pandai membangun kesatuan. Doni seorang yang tulus dimana Nainggolan.

“Saat itu, suasananya benar-benar tidak ada kesenjangan antara perwira dan tamtama. Misi adalah segala-galanya. Hati saya seketika merasa membesar, semangat menyala-nyala, ingin rasanya malam segera berlalu, datang pagi dan bertanding. Saya akan berikan yang terbaik bagi komandan, bagi batalyon,” kata Nainggolan berapi-api.

Perhatian Doni tidak berhenti sampai di situ. Pagi-pagi sekali, ia sudah mendatangi barak prajurit, dan memastikan semua BAB.

“Itu keharusan. Setiap pagi, kami semua para atlet wajib BAB. Kata komandan, supaya tidak demam panggung saat mulai tanding. Bayangkan, soal-soal kecil seperti itu pun beliau perhatikan,” kata Nainggolan pula.

Saat bertanding pun tiba. Hasilnya, sungguh luar biasa. Nainggolan, tamtama berpangkat prajurit satu dari batalyon “antah berantah” berhasil menyisihkan para penembak otomatis kesatuan lain, dan berhasil menembus papan atas, dengan meraih Juara III. Dua juara di atasnya direbut Kopassus (Juara I), dan Divisi I Kostrad (Juara II).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here