Kerja Keras untuk Dunia Lupa Akhirat

647

Oleh: H. Winarto AR bin Darmoredjo (Majelis Dakwah Edwin Az-Zahra)

Setiap manusia pasti mendambakan kesuksesan dalam hidupnya. Kita juga sebagai orang Islam tentunya ingin sukses baik di kehidupan dunia maupun akhirat sebagaimana digambarkan dalam doa kita “Rabbana atina fiddun ‘ya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina aza bannar”.

***

Ada sebuah kisah.

Stephen R. Covey menceritakan tentang seorang penebang pohon yang melamar pekerjaan di sebuah pabrik pengolahan kayu.

Ia diterima dan sangat suka dengan bayaran yang diterima. Ia pun bekerja dengan tekun.

Pimpinannya memberi ia gergaji dan menunjukkan pohon-pohon mana saja yang boleh ditebang.

Pada hari pertama bekerja ia bisa menebang 18 pohon.

“Selamat! pertahankan itu,” kata pimpinannya.

Tersemangati oleh kata-kata bosnya tadi, penebang kayu semakin bekerja dengan keras.

Namun pada hari berikutnya ia hanya bisa menebang 15 pohon.

Hari ketiga, meski ia bekerja bertambah keras, ia hanya bisa merobohkan 13 pohon.

Hari demi hari semakin sedikit pohon yang bisa ia tebang.

“Saya sepertinya kehilangan kekuatanku,” pikir penebang kayu.

Ia pun menemui bosnya dan meminta maaf atas kinerjanya yang buruk. Ia tidak tahu apa yang terjadi.

“Kapan terakhir kali kamu mengasah gergajimu?” tanya bos.

“Mengasah gergaji? Saya tak punya waktu untuk mengasah gergaji. Saya sibuk menebang pohon..” jawab si penebang kayu.

Seperti itulah kehidupan kita. Kita terkadang begitu sibuk, bekerja keras dan tak punya waktu untuk mengasah “gergaji” (mengembangkan kapasitas intelektual, emosional, spritual dan jasmani) kita, sehingga hasil yang didapatkan pun tidak sesuai dengan harapan kita.

Orang-orang di masa sekarang lebih sibuk dan semakin sibuk dibandingkan orang-orang sebelumnya.

Tak ada yang salah dengan bekerja keras. Akan tetapi kita tidak boleh mengabaikan hal-hal yang penting dalam kehidupan ini.

Mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, memberi waktu yang cukup untuk keluarga, memiliki cukup waktu untuk istirahat, meluangkan waktu untuk belajar dan membaca, mengikuti kajian ilmu umum maupun keislaman, mengembangkan bakat, berolahraga, dan sebagainya adalah contoh “mengasah gergaji”.

Jika kita terus giat bekerja, tidak menyiapkan waktu untuk mengasah “gergaji”, mengasah otak, perasaan, spiritual dan jiwa, kita akan menjadi tumpul dan kehilangan efektivitas.

Hidup juga terasa jalan di tempat, bahkan terasa kering dan membosankan. Ujungnya, akan ada penyesalan di kemudian hari.

Ingat….jangan lupa untuk “mengasah gergaji” mu secara rutin dalam empat aspek: intelektual, emosional, spritual dan jasmani. Lebih baik lagi juga mengajak seluruh anggota keluarga dan lingkungan agar berkembang bersama.

Hmm…Sudahkah Anda “mengasah gergaji” hari ini?

Salam fasbiqul khairat ….

 


#Apakah engkau suka hatimu menjadi lembut dan mendapatkan hajatmu (keperluanmu)? Rahmatilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berikanlah makan kepadanya dari rezekimu, niscaya hatimu menjadi lembut dan niscaya kamu akan mendapatkan hajatmu.” (HR. ‘Abdurrazaq).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here