Haul dan Tasyakur Pondok Pesantren An-Nuur Pati

1457

Oleh: Dr. Muslich Taman

Adalah An-Nuur, salah satu pondok pesantren yang ada di Desa Pekalongan, Kecamatan Winong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Terletak persis di tengah-tengah kawasan pendidikan. Diapit dua lembaga pendidikan besar, Yayasan Tarbiyatul Banin dan MTsN 1 Pati.

Ponpes ini diasuh oleh KH. Nur Yahya bin H. Hamzah, sosok kyai low profile yang sangat sederhana, lulusan Ponpes Mathali’ul Falah Kajen Pati asuhan KH. Abdulloh Salam dan Ponpes Al-Anwar Sarang Rembang asuhan KH. Maimoen Zubair. Keduanya berada di wilayah Jawa Tengah.

Dalam perjuangan membangun pondok, KH. Nur Yahya didampingi sosok istri yang ulet dan tangguh, Hj. Syafa’atun binti Sutamat Umar. Bersama sang istri, Kyai Nur Yahya memulai karir membangun pondok dengan mengajar ngaji Al-Quran di rumah. Lalu seiring berjalannya waktu, beliau membangun mushalla di depan rumahnya, diberi nama Mushalla An-Nuur.

Di mushalla kecil itulah, beliau berdua mengajari anak-anak tetangga sekitar mengaji membaca Al-Quran dan ilmu agama. Yang kemudian terus berkembang. Hingga datanglah para remaja dan jamaah dari berbagai desa sekitar yang sengaja ingin belajar dan berguru kepada Kyai Nur Yahya.

Di setiap sore hingga malam, keduanya mengajar ilmu agama kepada anak-anak dan remaja di mushalla yang dibangunnya, hingga akhirnya pengajian rutin ibu-ibu dan juga bapak-bapak pun terbentuk dan terjadwal secara rutin.

Aktivitas keagamaan yang membutuhkan kegigihan dan keistiqamahan seperti itu beliau jalani berdua selama bertahun-tahun, terbuka bagi siapa pun, tanpa ditarik biaya apa pun. Bahkan, bagi santri anak-anak dan remaja kala itu, tak jarang justru mereka diberi bingkisan sarung atau baju koko dari sang Kyai.

Begitulah asal muasal Kyai Nur Yahya memulai karir membangun Ponpes An-Nuur hingga akhirnya terus berkembang seperti saat ini.

Saat ini, Kyai Nur Yahya telah dikaruniai enam anak perempuan yang semuanya berprofesi sebagai guru. Merekalah yang kini sehari-hari membantu sang ayah dalam mengelola Yayasan dan Pondok Pesantren An-Nuur. Selain, mereka juga sibuk mengajar di sekolah formal di pagi harinya.

Mengenal lebih dekat latar belakang pendidikan sosok Kyai Nur Yahya, beliau adalah salah satu santri Mbah Maimoen Zuber. Beliau sempat beberapa lama menimba ilmu agama di Pondok Al-Anwar Rembang, langsung dari Mbah Moen.

Nur Yahya muda sebagai santri memiliki hubungan yang dekat dengan Mbah Moen, seperti keluarga sendiri. Karenanya tak heran, Mbah Moen saat masih hidup, beberapa kali datang ke rumah santrinya yang satu ini. Baik sekadar mampir dari sebuah acara, atau karena diundang untuk mengisi pengajian. Bahkan, pada suatu ketika, Mbah Moen pernah singgah bermalam di rumahnya. Cerita Kyai Nur Yahya.

Sepeninggal Mbah Moen, kedekatan khusus Sang Kyai dengan santrinya yang terjalin erat selama ini, dilanjutkan oleh para putra Mbah Moen. Salah satunya, oleh Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, atau yang lebih akrab dipanggil Gus Ghofur. Putra Mbah Moen yang mengenyam pendidikan formalnya di Universitas Al-Azhar Mesir, mulai dari S1, S2, hingga S3.

Karena itulah, dalam momen helatan haul para pendahulu pondok pesantren tahun ini yang sekaligus momen pengajian rutin ikatan jamaah haji, Gus Ghofur kembali diundang untuk menyampaikan taushiyah kepada para jamaah, tamu undangan, dan santri yang hadir. Di hadapan hadirin yang mencapai lebih dari seribu pengunjung, acara haul dan pengajian pun berlangsung penuh hikmat dan meriah.

Saya yang datang bersama keluarga dari Bogor Jawa Barat, dalam sambutan mewakili keluarga, menyampaikan ucapan terima kasih tak terhingga kepada seluruh hadirin, dan berharap semoga acara yang ada dapat memperkokoh jalinan silaturahmi dengan semua pihak, dan menjadi amal kebaikan di sisi Allah yang layak dibalas dengan pahala berlipat ganda di dunia dan akhirat.

Selain itu, saya juga berterima kasih kepada para tetangga, kerabat dan handai taulan yang telah membantu dan mendukung terselenggaranya acara sekaligus meluangkan waktunya untuk hadir dan turut mengaji pada siang itu. Tak lupa, saya mewakili keluarga juga meminta maaf jika dalam pelaksanaan acara ada kekurangan dan kekhilafan.

Kembali tentang sosok Kyai Nur Yahya, beliau dikenal sebagai sosok yang unik sekaligus mendalam ilmunya. Kalau dilihat dari penampilannya, Kyai Nur Yahya sangat mirip dengan gaya penampilan Gus Baha, sang adik angkatan saat di pondok Mbah Moen. Pembawaannya cuek dan apa adanya.

Begitu juga dalam hal penguasaan baca kita kuning, tak diragukan lagi. Dalam usianya yang sudah kepala 70, Kyai Nur Yahya masih aktif keliling mengisi pengajian agama dengan baca kitab kuning, dari masjid ke masjid di desa-desa sekitar tempat tinggalnya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan Kyai Nur Yahya sejak lama. Memang, untuk saat ini Kyai Nur Yahya dikenal sebagai kyai paling sepuh di daerahnya.

Sebagai anak terakhir dan selaku Sekretaris Yayasan, Luluk Munawaroh saat ditanya tentang harapannya untuk pondok ke depan, dia berharap setelah acara gelaran haul dan silaturahmi tahun ini, Ponpes An-Nuur ke depan makin maju, makin optimal memberikan pelayanan kepada santri, dan makin berlimpah keberkahan dalam berkhidmat kepada umat untuk mempersiapkan generasi pemimpin bangsa yang relegius dan profesional. Aamiin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here