Diaspora Indonesia: Peluang dan Tantangannya

724

Kelima, warga Indonesia juga memiliki kecenderungan untuk membatasi diri dalam pergaulan. Sejak saya mahasiswa saya mengamati jika warga Indonesia di luar negeri sering membatasi pergaulan mereka dengan sesama warga saja.

Saya kurang tahu apakah ini bagian dari fenomena kurang percaya diri atau ada penyebab lain? Tapi yang pasti ini berakibat kepada kurang berkembangnya pengalaman sekaligus wawasan global para diaspora.

Satu hal yang paling pasti adalah dengan kecenderungan ini diaspora Indonesia kurang berkembang dalam berkomunikasi dalam bahasa asing. Inggris misalnya bagi mereka yang tinggal di Amerika.

Keenam, kecenderungan mengedepankan “negative minds” ketimbang berpikiran positif. Hal ini mengantar kepada sebuah prilaku yang cepat “menghakimi” (judgmental).

Selain cepat menghakimi di kalangan diaspora Indonesia di luar negeri juga paling sering kita dapatkan “gossip” yang tiada berujung. Bahkan menimbulkan kecurigaan-kecurigaan kepada sesama warga atau orang lain.

Semua itu dengan sendirinya kerap kali menimbulkan ketidak nyamanan (unpleasant) sekaligus rasa “tidak aman” (insecurity) dalam masyarakat.

Ketujuh, masyarakat Indonesia di luar negeri masih sangat terikat oleh keadaan di dalam negeri. Keadaan di dalam negara Indonesia juga seringkali menjadi keadaan yang mempengaruhi prilaku warga Indonesia di luar negeri.

Polarisasi bangsa dalam negeri akibat pemilu misalnya ternyata juga berimbas besar kepada kejiwaan dan prilaku warga di luar negeri. Hal ini menjadikan warga di luar negeri seolah pergerakannya ditentukan oleh pergerakan yang terjadi di dalam negeri.

Akibat terbesar dari itu adalah rentangnya terjadi perpecahan di kalangan Komunitas Indonesia. Yang sudah pasti berakibat kepada lemahnya nilai kontribusi diaspora di negara di mana mereka menetap.

Kedelapan, diakui atau tidak ada fenomena tersendiri di kalangan diaspora yang perlu dikiritisi. Yaitu cepat mengalami keadaan jiwa sosial yang tidak sehat.

Fenomena ini dapat dilihat pada situasi sebagai misal, jika ada yang di atas, maka dia cenderung merendahkan yang di bawah. Atau sebaliknya, yang ada di bawah cenderung menarik yang di atas untuk jatuh.

Fenomena pertama itu disebut kecenderungan arogansi sering terjadi kepada sesama. Memandang enteng atau merendahkan sesama bangsa karena kurang dari dirinya.

Fenomena sebaliknya disebut “dengki” atau iri hati kepada sesama yang kebetulan mendapatkan kelebihan tertentu. Berusaha untuk menjatuhkan sesama diaspora terkadang dengan cara-cara jahat.

Itulah beberapa hal yang diaspora Indonesia perlu benahi. Jika tidak rasanya akan berat untuk mereka akan bisa memainkan peranan penting itu di luar negeri.

Lalu apa saja dan bagaimana harusnya diaspora memainkan peranan itu? (Bersambung….).

Udara Frankfurt-Beograd, 23 Februari 2020

* Diaspora Indonesia di kota New York, USA.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here