Catat! Empat Kondisi Seseorang Boleh Membatalkan Shalat 

1974
shalat
Ilustrasi Shalat Berjamaah (Photo: The Conversation)

Muslim Obsession – Pada hakikatnya membatalkan shalat dengan sengaja itu hukumnya tidak boleh. Terlebih jika alasannya hanya sepele dan tidak bermanfaat. Misalnya karena film kesayangan sudah dimulai, atau ponsel berdering.

Hanya saja terkadang membatalkan shalat menjadi sebuah kewajiban. Misalkan mendengar orang minta bantuan sedang di sekitarnya tidak ada orang lagi. Atau ada binatang buas yang menghampirinya, misalkan ular. Daripada dipatok ular, lebih baik berhenti dari shalat.

Di lain kesempatan, membatalkan shalat dihukumi boleh-boleh saja. Syaikh Wahbah Az-Zuhaily berkata dalam kitabnya, Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu (j. 2 h. 46)

Wa amma ma yajuzu qoth’ussholati lahu walau fardlon li ‘udzrin fahuwa ma ya’ti sirqotul mata’i, walaw kaana al-masruqu lighairihi idza kana al-masruqu yusawi dirhaman fa aktsara, aw khoufu al-mar’ati ala waladiha aw khoufu fauroni al-qidri aw ihtiroqi at-tho’aami ‘ala an-nar.

Adapun sesuatu yang membolehkan memutus shalat adalah sebagai berikut, (1) Terjadi aksi pencurian walau bukan hartanya sendiri, dengan syarat lebih dari satu dirham, (2) seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya (karena menangis terus), (3) khawatir (masakan dalam) panci mendidih, (4) khawatir makanan gosong.

Dalam artian, ketika seseorang yang lagi shalat mengkhawatirkan sesuatu yang penting dan dalam keadaan genting boleh berhenti dari shalatnya. Termasuk ibu-ibu yang baru melahirkan, tentunya ia akan selalu dihantui rasa takut atas bayinya. Hal ini bukanlah yang terlarang dalam agama.

Silahkan para ibu berhenti dari shalatnya ketika mendengar tangisan anaknya. Kecuali jika anaknya sudah ada yang menjaga, maka lebih baik ia melanjutkan shalatnya. Karena kekhawatirannya tidak cukup kuat.

Apalagi hanya dalam shalat sunah, yang wajib saja bisa diputus di tengah jalan. Dikutip dari Bincang Syariah, bahkan terkadang lebih baik berhenti shalat daripada meneruskannya. Seperti dipanggil-panggil oleh kedua orangtua.

Cukup kisah Sayyidina Juraij menjadi uswah dalam kehidupan kita. Di mana panggilan orangtua, lebih-lebih ibu akan berdampak luar biasa ketika kita mengabaikannya walaupun sedang shalat.

Jadi, timbang-timbanglah saat sedang salat, sekiranya bisa menunggu sampai selesai shalat, maka lanjutkanlah. Namun jika hanya berakibat negatif, baik pada diri sendiri, orang lain, atau pada harta, maka sah-sah saja apabila kita keluar dari shalat.

Wallahu A’lam bish Shawab…

(Vina)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here