Point of No Return

443

Oleh: H. Winarto AR bin Darmoredjo (Majelis Dakwah Edwin Az-Zahra)

Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar kalimat ini, “The point of no return!” (titik dimana sudah tidak ada lagi kesempatan untuk kembali). Kalimat ini memiliki makna sangat dalam, kalau tidak dikatakan, penuh rasa khawatir di dalamnya.

Jika seseorang sudah sampai di titik “no return” itu, dia sudah tidak bisa kembali lagi; bahkan sekedar menengok ke belakang saja, tidak memungkinkan.

BACA JUGA: Jadilah Manula Pedakwah Virtual

***

Suatu hari Rasulullah ﷺ menyerahkan panji Jihad Fi Sabilillah ke tangan Ali bin Abi Thalib Ra, dalam momen perang Khaibar. Rasulullah menjanjikan, Allah SWT akan memberikan kemenangan di tangan Ali, untuk membuka benteng Khaibar, mengalahkan kaum Yahudi, dan merebut kekuasaan mereka.

Ketika itu Rasulullah berpesan agar Ali memegang panji Jihad itu dengan mantap, maju ke depan, dan tak menengok ke belakang. Beliau berpesan agar Ali memimpin memerangi Yahudi, dalam rangka menegakkan kalimah, “Laa ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah.”

Ali bin Abi Thalib Ra saat itu berada di “point no return”. Dia tak bisa surut ke belakang, berhenti, atau meminta toleransi. Jihad harus dikobarkan, musuh di depan mata, kemenangan sudah menanti.

Bila Ali bin Abi Thalib bukan pribadi yang ISTIQAMAH, tidak mungkin beliau akan memikul amanah menaklukkan basis terakhir kekuatan Yahudi di Kota Madinah itu. Dan alhamdulillah, Ali meraih sukses besar.

BACA JUGA: Jangan Terjebak pada Budaya Gila Kerja!

Ada kalanya makna “point no return” bersifat negatif (bahkan sebenarnya lebih banyak bermakna demikian). Misalnya, seseorang yang sudah terjerumus ke dunia narkoba, akan sangat sulit kembali ke jalan semula, bahkan tidak mungkin bisa kembali pulih 100% seperti semula.

Ada saja, aset-aset kehidupannya yang sirna akibat obat psikotropika itu. Begitu juga seseorang yang telah melakukan seks bebas, terjerumus praktik ribawi, membunuh manusia secara tidak haq, melalukan kebohongan agama, mengkhianati masyarakat luas, dan lain-lain. Mereka juga berada dalam “point no return”, tidak ada tempat kembali baginya.

Seperti para politisi yang telah terjerumus jauh dalam urusan politik. Mereka telah menghirup polusi politik, sudah banyak menelan “nasi bungkus” politik, sudah bermain-main dengan “cinta” politik, sudah akrab dengan dusta politik, sudah memiliki “selera konsumsi” politik, dan seterusnya.

Mereka juga berada dalam “point no return” itu. Begitu juga dengan para dai, ustadz, muballigh, kyai, cendekiawan Muslim, dan lain-lain. yang telah terlalu jauh bermain-main di dunia dakwah, bukan ikhlas karena Allah, tetapi karena selain-Nya.

BACA JUGA: Beban Berat Menyelamatkannya

Namun, ada satu hal yang perlu diingatkan kepada Ummat Islam, tentang momen “point no return” ini. Ternyata, setelah melakukan kajian atas fakta-fakta selama ini, dalam kehidupan Ummat Islam, di tingkat lokal, nasional, maupun dunia.

Saat ini pun kita semua telah berada dalam situasi “point no return”. Situasi ini bukan bersifat personal atau komunitas, tetapi menyangkut nasib Ummat di hadapan PERUBAHAN ZAMAN.

Zaman yang kita alami saat ini ternyata merupakan jaman “point no return”. Maksudnya, di jaman ini kita tidak bisa mengelak dari kenyataan-kenyataan buruk di depan mata. Hal-hal buruk itu –yang sering kita yakini sebagai hasil dari gerakan konspirasi– sengaja diciptakan, dikembangkan, dan disecarkan secara global, sampai ke kamar-kamar rumah kita.

Sejak lama, kita telah menyadari ini; kita telah membaca dan mendiskusikan keadaan ini; bahkan kita telah berusaha semampunya melawan gelombang ini. Namun rupanya, kekuatan musuh (kaum konspirator) terlalu kuat untuk dihadapi.

BACA JUGA: Musa, Fir’aun, dan Habib

Mereka memaksakan agar dunia berjalan tanpa moral, selain “moral” jahiliyyah yang sangat konfrontatif dengan nilai-nilai Islam; mereka didukung segala tenaga, fasilitas, dana, dan dukungan politik unlimitted.

Sedangkan usaha-usaha Islami, hanya kerjaan “orang swasta”, tanpa satu pun negara secara penuh mau mendukungnya. Bahkan para pemimpin negara sudah menjadi agen-agen kehidupan jahiliyyah itu.

Inilah sebagian situasi “point no return” di hadapan kita…

***

Point of no return juga berlaku pada saat kita mati dan minta kepada Allah SWT untuk dihidupkan lagi barang sebentar untuk berbuat amal. Tetapi hal itu sudah tak mungkin, sudah No Way.

Wallahu ‘alam. Selamat berakhir pekan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here