Jangan Terjebak pada Budaya Gila Kerja!

444

Oleh: H. Winarto AR bin Darmoredjo (Majelis Dakwah Edwin Az-Zahra)

Kini muncul kembali fenomena Hustle Culture, tiada hari tanpa bekerja, hingga tak ada lagi waktu untuk kehidupan pribadi.

Tawazun sebagai solusi. Walaupun seorang muslim harus menampilkan kinerja terbaiknya, bersungguh-sungguh, dan amanah, akan tetapi Islam juga mengajarkan mengenai pentingnya keseimbangan.

Seorang muslim boleh saja bekerja keras, akan tetapi waktu bekerja tersebut juga harus seimbang dengan waktu untuk beribadah.

Dalam Al-Quran, Allah berfirman bahwa bekerja penting untuk mencapai kebahagiaan di dunia, namun demikian seorang muslm juga tidak boleh melupakan upaya untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.

BACA JUGA: Beban Berat Menyelamatkannya

***

Belakangan ini di kalangan generasi milenial muncul fenomena hustle culture yang dapat didefinisikan sebagai budaya gila kerja atau workaholic. Orang yang terjebak dalam hustle culture merasa bahwa dirinya harus bekerja keras demi mencapai kesuksesan.

Mereka menganggap satu-satunya jalan untuk mencapai keberhasilan hanya dengan bekerja secara terus menerus. Hustle culture juga tampak melalui adanya kebiasaan yang menganggap bahwa bekerja lebih penting diatas segalanya.

Ciri-ciri hustle culture dapat dilihat dari individu maupun dari budaya yang ada di tempat kerja.

Menurut beberapa sumber, ciri dari individu yang menganut hustle culture dan terjebak menjadi workaholic memiliki ciri sebagai berikut: selalu memikirkan kerja dan tidak punya waktu santai, merasa bersalah ketika beristirahat dari bekerja, memiliki target yang tidak realistis, sering mengalami burnout atau kelelahan dalam bekerja, serta tidak puas dengan hasil kerja.

BACA JUGA: Musa, Fir’aun, dan Habib

Ciri lain dari hustle culture adalah anggapan bahwa bekerja lembur sebagai hal yang normal, begitu juga dengan persepsi bekerja secara rutin di akhir pekan sebagai hal biasa serta merasa bersalah jika tidak menambah jam kerja.

Padahal, dari tinjauan manajemen kerja, seorang pekerja mestinya memiliki waktu istirahat yang cukup. Pemerintah pun sebetulnya sudah mengatur bahwa jam kerja normal maksimal adalah 40 jam per pekan.

Dampak dari adanya hustle culture ini cukup berbahaya bagi kesehatan mental dan juga kesehatan fisik. Terjadinya fatigue atau keletihan yang ekstrim adalah dampak yang umum terjadi karena adanya workaholisme dalam bekerja.

Banyak studi menunjukkan workaholisme berkaitan dengan penyakit jantung, serta sakit pada leher dan punggung. Pada beberapa kondisi yang lebih buruk, kelelahan tersebut dapat menyebabkan kematian, bahkan pada usia yang relatif muda.

BACA JUGA: Dosa Kecil Bukan Masalah Kecil

Telah banyak pula riset yang menunjukkan bahwa workaholisme menimbulkan depresi, kecemasan, insomnia, dan banyak gangguan terhadap kesehatan mental.

Bekerja, tentu saja merupakan aktivitas yang sangat bermanfaat secara finansial, psikologis dan sosial. Dengan bekerja, seorang individu mampu mengaktualisasikan potensi dirinya, memperoleh pendapatan untuk menikmati kehidupan yang sehat dan layak, serta mendapatkan status sosial yang baik dalam masyarakat.

Meski demikian, dari tinjauan kesehatan, bekerja tidak boleh berlebihan karena dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Dalam bidang psikologi juga telah lama disampaikan pentingnya menjaga keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan personal.

Menurut penelitian, ketika seorang individu terlalu banyak bekerja, produktivitas yang dicapai justru malah lebih rendah dan justru akan merusak bidang kehidupan lainnya. Sebaliknya ketika individu mampu mengelola waktu yang seimbang untuk bekerja dan untuk melakukan kegiatan lainnya maka produktivitasnya akan makin meningkat.

BACA JUGA: Makna Qurrota A’yun dalam Sebuah Doa

Beberapa manfaat lain dari memiliki keseimbangan kehidupan kerja adalah individu akan lebih sehat, baik secara fisik maupun secara mental. Seiring dengan baiknya tingkat kesehatan, maka individu juga akan memiliki performa kerja yang baik.

Individu yang memiliki keseimbangan kehidupan kerja juga cenderung memiliki tingkat kepuasan yang tinggi terhadap kehidupan kerjanya maupun terhadap bidang kehidupan lainnya, misalnya kehidupan keluarga, kehidupan sosial, dan sebagainya.

Pentingnya memiliki keseimbangan kehidupan kerja ini juga berlaku bagi seorang muslim. Kewajiban muslim selain bekerja adalah juga beribadah, selain melakukan aktivitas personal lain untuk mendukung kehidupannya. Islam tentunya juga memiliki solusi agar keseharian seorang muslim dapat seimbang.

Sebagai agama yang paripurna, Islam juga memiliki pandangan tersendiri mengenai aktivitas bekerja. Dalam Islam, bekerja adalah sebuah kegiatan yang mulia, yang memiliki nilai ibadah dan juga jihad, sebagaimana diantaranya dalam ayat-ayat berikut ini:

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung,” (QS. Al-Jumu’ah: 10).

“Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan,” (QS. Al-Mulk: 15).

“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah,” (QS. Al-Muzzammil: 20).

Wallahu ‘alam. Wabasysyiril mukminin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here