Musa, Fir’aun, dan Habib

458

Oleh: H. Winarto AR bin Darmoredjo (Majelis Dakwah Edwin Az-Zahra)

Melihat keadaan sekarang dan bagaimana orang menghadapinya semuanya sudah tersurat didalam Al-Quran dan Hadits. Kehidupan manusia tak lain hanyalah merupakan kejadian-kejadian atau sejarah di masa lalu.

***

Kajian Al-Quran di sebuah grup ta’lim sampailah pada surat Ghafir, surat ke-40 sesuai urutan surat dalam Al-Quran. Surat Ghafir dikenal juga dengan surat Al-Mukmin.

BACA JUGA: Dosa Kecil Bukan Masalah Kecil

Di dalam surat Ghafir, terdapat kisah menarik yang tidak diceritakan di surat-surat lain, yakni peranan dari seorang keluarga Fir’aun yang beriman kepada Allah SWT dan kepada nabi Musa AS, dalam memberikan dukungan terhadap dakwah Nabi Musa AS, dimana tadinya beliau menyembunyikan keimanannya.

Al-Quran tidak menyebutkan nama yang bersangkutan, selain hanya menyebut “rajulun mukmin.”

Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir Al Mishbah menyatakan: “Memang hampir semua uraian al-Quran tentang peristiwa tidak menjelaskan siapa pelakunya, kapan dan dimana peristiwa itu terjadi. Sebab yang dipentingkan adalah pelajaran yang harus diambil dari peristiwa itu.

Di sisi lain, hal tersebut juga untuk menunjukkan bahwa peristiwa serupa dapat terjadi pada setiap orang, kapan dan dimana saja. Itu sebabnya — menurut asy- Sya’rawi — jika ada kisah Al-Quran yang menyebut nama pelakunya, maka peristiwa itu tidak dapat terjadi lagi.”

BACA JUGA: Makna Qurrota A’yun dalam Sebuah Doa

Para mufassir menemukan sekian banyak perkiraan nama rajulun mukmin itu. Zamakhsyari mengatakan satu dari dua: Syam’an atau Habib. (Tafsir Al Azhar, Prof.Dr.Hamka, Juzu’ 24, hal 160). Untuk keperluan tulisan ini, kita memilih HABIB, hanya semata dengan pertimbangan, karena nama ini sudah populer dan familiar di masyarakat kita.

Habib, begitu mendengar ancaman Fir’aun hendak membunuh Nabi Musa As, lantaran dia khawatir bisa menggeser kedudukannya sebagai penguasa dan mengubah ideologi Fir’aun dengan ideologi berbasiskan ajaran Allah, langsung keluar dari “persembunyiannya”.

Dengan tegas tanpa tedeng aling-aling memproduksi pernyataan yang tajam dan bernas, yang ditujukan kepada Fir’aun dan pengikut-pengikutnya, setelah sebelumnya Musa As menanggapi santai ancaman pembunuhan dari Fir’aun terhadap dirinya, dengan narasi: “Innii ‘uztu bi rabbii wa rabbikum min kulli mutakabbirin laa yu’minu bi yaumil hisab.” (QS Ghafir/40:27). Terjemahannya: Sesungguhnya aku berlindung kepada Rabb-ku dan Rabb-mu dari semua orang yang sombong yang tidak percaya akan hari perhitungan.

Habib, memanglah sangat piawai dalam mengartikulasikan pikirannya dalam bentuk peringatan (taushiyah), dengan memilih persoalan yang sangat mendasar, seumpama bagaimana kaumnya bisa menyeimbangkan antara orientasi duniawiyah dengan orientasi ukhrawiyah.(QS Ghafir/40: 39).

BACA JUGA: Bermimpi Ada di Padang Mahsyar

Habib juga mengingatkan kaumnya agar tidak terlena dengan kekuasaan yang sedang dipegangnya. Sebab kekuasaan itu tidak akan abadi. Ia akan tanggal bilamana bencana Allah datang.(QS Ghafir/40: 29).

Kaumnya juga diingatkan agar tidak mengalami azab Allah di dunia, berupa bencana yang ditimpakan kepada kaum Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan kaum sesudahnya.

Apalagi di akhirat nanti, Habib sangat mengkhawatirkan nasib kaumnya disa’at orang pada berlarian untuk menyelamatkan diri, tapi tidak ada seorangpun yang mampu memberi pertolongan dari azab Allah (QS Ghafir/40: 31-33).

Peringatan Habib, nampaknya tidak menjadikan Fir’aun dan pengikutnya berubah sikap. Mereka tetap saja pada pendiriannya. Dan mereka semakin menunjukkan kekufuran dan kemusyrikannya (QS Ghafir/40: 42).

Bahkan Fir’aun tak tanggung-tanggung, dengan pongahnya memamerkan kesombongan dan memerintahkan staf ahlinya, Haman, untuk membangun gedung pencakar langit, yang dengan demikian dia katanya, akan dapat melihat Tuhannya Musa, dimana Musa As diyakininya sebagai pembohong.

BACA JUGA: Kisah Zulaikha Mengejar Cinta Yusuf

Kesombongan Fir’aun itu, disebabkan karena dia merasakan keindahan dalam perbuatan buruknya, sehingga hatinya tertutup bagi kebenaran.

Allah menegaskan: “Tipu daya Fir’aun itu, tidak lain hanyalah membawa kerugian.” (QS Ghafir/40: 36-37).

Bagaimana sikap Habib menghadapi penguasa Fir’aun yang zhalim dan pengikut-pengikutnya yang bandel itu? Habib tidak emosional, apalagi panik. Beliau tetap tenang, sembari terus menerus mengajak Fir’aun dan pengikutnya untuk berpikir mengenai kebahagiaan jangka panjang di akhirat.

Tetapi ketika dia merasakan bahwa Fir’aun dan pengikutnya sudah tidak mungkin lagi menerima ajakannya menuju keselamatan (An Najah), dan sangat boleh jadi mereka juga melakukan makar terhadap Habib, maka dia memutuskan untuk mengeluarkan pernyataan berupa closing statement, dalam fungsinya sebagai pendukung dakwah Nabi Musa As: “Fasatadzkuruuna maa aquulu lakum, wa ufawwidhu amrii ilallaah, innallaaha bashiirun bil ‘ibaad.”

Terjemahan bebasnya, kira-kira: “Suatu saat kalian pasti akan ingat kepada kata-kataku yang pernah kusampaikan kepada kalian. Dan aku serahkan semua urusanku hanya kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat perbuatan hamba-hamba-Nya.”

BACA JUGA: Cuma Kematian yang Tak Bisa Disembuhkan

Lalu Allah menjaga keselamatan Habib dari kejahatan makar mereka (QS Ghafir/40: 45).

Sementara Fir’aun yang zhalim dan pengikut-pengikutnya, beroleh azab Allah di dunia, yang puncaknya, mereka tenggelam di laut merah. Di alam barzakh, mereka merasakan azab kubur, dalam bentuk penampakan neraka kepada mereka setiap pagi dan sore. Sedangkan di hari kiamat, mereka diseret kedalam azab yang sangat keras (QS Ghafir/40: 46).

Demikianlah Al Qur’an surat Ghafir memberikan gambaran kepada kita tentang kesudahan nasib dari pedukung kebenaran dan pendukung kebatilan. Dua-duanya mengklaim sebagai yang berada di track yang benar (sabilar rasyad), baik Fir’aun (QS Ghafir/40: 29), maupun Habib (QS Ghafir/40: 38).

Namun dalam penilaian Allah, kebenaran sejati ada pada Habib, sehingga beliau dijaga oleh Allah Ta’ala. Sedangkan Fir’aun penguasa zhalim dan pengikut-pengikutnya, mengusung kebenaran palsu, oleh karenanya dimusnahkan oleh Allah Ta’ala.

Fa’tabiruu yaa Ulil Abshaar.

Wallahu ‘alam… Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua, dan jangan lupa setiap kejadian membuat kita menengok di Al-Quran dan Hadits.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here