Kisah Haru Tentang Cinta di Zaman Khalifah Umar

2766

Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.

Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah ﷺ yang paling utama.

Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh.

Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.

Akhirnya tiba waktunya pelaksanaan qishash. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.

”Itu dia!” teriak Umar.

“Dia datang menepati janjinya!”.

Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.

”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah.

“Tak kukira… urusan kaumku… menyita… banyak… waktu…”

”Kupacu… tungganganku… tanpa henti, hingga… ia sekarat di gurun… Terpaksa… kutinggalkan… lalu aku berlari dari sana..,” kata si pemuda lusuh dengan suara yang tersengal-sengal.

”Demi Allah,” ujar Umar menenangkannya dan memberi pemuda lusuh itu minum.

“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.

”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan… di kalangan Muslimin… tak ada lagi ksatria… menepati janji…” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.

Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya, “Lalu kau, Salman, mengapa mau-maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?”

Kemudian Salman menjawab, “Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya.”

Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.

”Allahu Akbar!” tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.

“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.

Semua orang tersentak kaget.

“Kalian…” ujar Umar.

“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.

Kemudian dua pemuda menjawab dengan suara membahana, “Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.

”Allahu Akbar!” teriak hadirin.

Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.

*****

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here