Perempuan yang Baru Menjadi Ibu Rentan Depresi, Begini Cara Mengatasinya!

204
Ilustrasi: Dialog ibu dan anak. (Foto: muslimmomy)

Muslim Obsession – Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (PP NA) gelar seminar “When Mom is Happy, Everyone is Happy” yang diadakan pada Sabtu, (28/10) melalui Zoom Meeting.

Seminar ini bertujuan Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan peran dan kerja sama orangtua dalam pengasuhan anak.

Adapun melalui seminar ini dikaji tiga topik yang berkaitan dengan tema utama. Ketiga topik itu disampaikan secara daring oleh Winda Susra, Elisa Kurniadewi, dan Rahmat Hidayat.

Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Ariati Dina Puspitasari menjelaskan bahwa kesehatan mental di Indonesia yang dilansir dari Kemenkes banyak dialami oleh perempuan dengan rentang usia 10-35 tahun dengan persentase paling besar mengalami depresi dan bahkan mengakibatkan bunuh diri.

“Mengapa anak-anak ikut depresi dan stres? 10-17 tahun itu masih kategori remaja. Peran ibu ketika ibu happy, anak dan keluarga bisa menjadi lebih bahagia, jauh dari gangguan kesehatan mental,” kata Arianti.

Pada sesi pertama, Winda Susra yang merupakan seorang dokter, ibu muda sekaligus anggota Departemen Kesehatan dan Lingkungan PPNA berbagi informasi dengan tema “New Mom: Adaptasi dan Antisipasi”.

Winda Susra menyampaikan bahwa seorang ibu muda yang baru pertama kali menjadi seorang ibu rentan mengalami depresi, apalagi setelah kelahiran bayi.

“Seorang ibu muda (new mom) pasti mengalami perubahan, baik secara fisik atau mental sehingga harus mampu beradaptasi,” kata Winda.

Winda juga menjelaskan bahwa akan ada beragam tantangan yang dihadapi seorang ibu muda ketika baru pertama kali hamil/melahirkan. Seorang ibu harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada pada tubuh.

“Kita harus bisa mempersiapkan diri ketika tubuh yang tiba-tiba menggemuk, tapi hal itu sebetulnya jika ada kemauan bisa diubah,” jelas Winda.

Lebih lanjut, Winda menyampaikan tantangan lain yang dihadapi seorang ibu muda. “Ada kalanya new mom akan merasa tidak sempurna, merasa kesepian, punya sedikit waktu me-time, sulit mendapatkan tidur yang cukup, memastikan bayi mendapatkan ASI yang cukup, dan juga mengalami dilema karir,” ujar Winda.

Dari semua tantangan yang ada Winda berpesan agar masukan dan kritikan terkait cara pengasuhan anak dari berbagai pihak tidak perlu diterima semua karena bisa mempengaruhi mental seorang ibu.

“Di samping itu, me time itu penting bagi seorang ibu, misalnya melihat-lihat marketplace, membeli ice cream, atau sekadar memberikan waktu makan yang santai. Bentuk healing new mom tergantung dari diri sendiri,” tambah Winda.

Kesiapan Mental Perempuan Menjadi Seorang Ibu

Sementara itu, Elisa menyampaikan bahwa kesehatan mental merupakan keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya.

“Untuk mengelola stres, kita perlu melakukan inhale exhale. Orang-orang yang tidak bisa mengelola stresnya maka pikirannya tidak bisa jernih,” jelas Elisa.

Elisa menjelaskan bahwa 50-70 persen ibu di Indonesia yang mengalami gejala baby blues atau depresi setelah melahirkan (dikutip dari WIK dalam Kompas, 2023), 6 dari 10 ibu menyusui di Indonesia tidak bahagia (dikutip dari HCC dalam Kompas 2023).

“Kemiskinan dan kesehatan mental adalah dua hal yang saling berkait kelindan. Ada banyak studi yang secara konsisten menunjukkan bahwa kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab dan menimbulkan konsekuensi gangguan kesehatan mental,” terang Elisa.

Seorang ibu adalah pusat kehidupan dalam keluarga. “Hal ini karena keadaan psikologis yang positif ketika seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasaan hidup, pikiran, dan perasaan positif akan berdampak kehidupan yang dijalaninya. Maka, membahagiakan seorang ibu adalah sebuah investasi,” kata Elisa.

Elisa juga memaparkan enam hal yang menjadi penentu kebahagiaan seorang ibu.

“Enam hal itu meliputi, self acceptance (penerimaan diri), personal growth (pertumbuhan diri), purpose in life (tujuan hidup), environmental mastery (penguasaan lingkungan), autonomy (mampu mengontrol dirinya), positive relations with others (membangun hubungan yang baik dengan orang lain),” terangnya.

Elisa menekankan bahwa terkait persoalan kebahagiaan itu merupakan tugas masing-masing individu karena Allah tidak akan mengubah suatu kaum kecuali dirinya sendiri yang mengubahnya.

“Dalam mewujudkan kebahagiaan ibu perlu membuat set point, mengecek kecemasan yang ada di dalam diri, membuat tujuan, membangun growth mindset, serta learning, action, dan munajat ” tandas Elisa.

 

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here