Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-77)

VII. Nabi Ilyas, Ilyasa, Yunus, Penghancuran Haikal Sulaiman (Masjidil Aqsha), Bani Israel Terjajah dan Diperbudak Lagi.

437
Lukisan badan raja Ahab terkena panah dari serangan prajurit Aram. (Sumber: Edu.929.org.il)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Mendengar kutukan Nabi Ilyas tersebut Ahab menjadi ketakutan kemudian bertobat, namun hukuman telah dijatuhkan. Atas tobatnya Ahab, Allah memberi wahyu kepada Nabi Ilyas bahwa kutukannya tidak segera terlaksana.

Kutukan untuk Ahab akan jatuh lebih dahulu, sedang kutukan untuk istri dan keturunannya akan jatuh setelah Ahab meninggal, sehingga Ahab tidak menyaksikan terlaksananya kutukan pada istri dan keturunannya. Setelah peristiwa tersebut sekitar tiga tahun kerajaan Israel dalam keadaan damai.

Suatu ketika Raja Yudea, yaitu Yosafat bin Asa berkunjung ke Samaria menemui Ahab. Dalam pembicaraan kedua raja tersebut, Ahab mengajak Yosafat bekerja sama merebut kembali wilayah Ramot Gilead dari kekuasaan Aram. Yosafat bersedia dengan syarat agar Ahab meminta nasihat pada nabi Bani Israel. Ahab kemudian mengundang orang-orang yang diangkatnya sebagai nabi dan bertanya tentang keinginannya untuk merebut Ramot Gilead. Nabi-nabi palsu tersebut sangat mendukung maksud raja dan menyatakan bahwa Ahab akan dapat merebut wilayah itu kembali.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-76)

Namun Yosafat tidak puas dengan dukungan para nabi palsu tersebut dan meminta apakah masih ada nabi lainnya yang dapat diminta nasihatnya. Ahab menyatakan masih ada seorang nabi yang menjadi musuhnya karena tidak pernah menyampaikan firman yang susuai dengan keinginannya. Yosafat meminta agar nabi tersebut diminta pendapatnya. Ahab kemudian mengundang nabi tersebut yaitu Mikha bin Yimla. Ketika nabi tersebut datang, justru menyampaikan bahwa Ahab akan ditimpa malapetaka jika tetap melaksanakan maksudnya. Atas pernyataan nabi tersebut kemudian Ahab memenjarakan nabi Bani Israel tersebut.

Ahab tetap bersikeras merebut Ramot Giled dan hal itu akan menyulitkan hubungannya dengan Yudea jika Yosafat menolaknya. Kedua raja pada akhirnya bersepakat berperang melawan Aram. Kedua raja tersebut kemudian membawa pasukan masing-masing menyerang kerajaan Aram di Ramot Gilead. Dalam peperangan itu, Ahab tiba-tiba teringat akan kutukan Nabi Ilyas. Untuk menghindari malapetaka menimpa dirinya, dia menyamar dengan tidak memakai baju perang kebesaran seorang raja sebagai upaya mengelabui musuhnya. Namun dia tetap meminta Yosafat tetap menggunakan baju perang raja.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-75)

Ketika pasukan Aram dapat mendesak pasukan Yudea dan mendekati posisi Yosafat, ternyata raja tersebut berteriak bahwa dirinya adalah raja Yudea, bukan raja Israel Samaria. Teriakan Yosafat menunjukkan bahwa meskipun Yudea ikut berperang, sangat mungkin keikutsertaannya telah diberitahukan terlebih dahulu kepada raja Aram. Peperangan tersebut terlaksana namun menjadi rencana perang menjebak raja Ahab.

Bala tentara Aram, ketika mengetahui bahwa yang dihadapi bukan raja Israel Samaria, kemudian mundur dan mengalihkan serangan ke medan pertempuran lainnya untuk mencari raja Ahab. Raja Samaria ini telah masuk jebakan, sulit untuk menghindar. Dalam suatu serangan dengan sasaran secara acak, panah pasukan Aram dapat mengenai Ahab menembus sela-sela baju besinya.

Namun demikian pasukan Aram tidak mengetahui bahwa panah mereka telah mengenai dan membuat luka parah Ahab. Raja Samaria ini mencoba keluar dari medan peperangan namun sangat kesulitan keluar dari pasukan perangnya karena kehadirannya dalam peperangan disamarkan. Hal itu membuat lukanya semakin parah karena terus mengalirkan darah hingga keretanya penuh ceceran darah. Pada akhirnya keretanya dapat keluar dari medan perang, namun terlambat. Raja Samaria meninggal di kereta perangnya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-74)

Petang harinya, pasukan Ahab melaporkan bahwa raja Ahab telah mati. Esoknya peperang berhenti dengan sendirinya karena Israel Samaria telah kehilangan rajanya. Pasukan Israel Samaria dan Yudea mundur dari peperangan. Pasukan Yudea segera kembali ke negerinya, sedang pasukan Israel Samaria masih terhenti karena harus menata kesatuan tentara lebih dahulu.

Mayat raja Ahab telah meluncur pulang menuju istana di Samaria untuk dikuburkan. Di jalan, mungkin karena terlalu kencang jalannya dan lantai keretanya licin oleh ceceran darahnya, mayatnya sempat terpental dan terbanting di jalanan sehingga semakin remuk. Tiba-tiba muncul kawanan anjing yang datang karena bau darah, lalu mencabik-cabik tubuh raja tersebut. Ketika sudah di Samaria, saat keretanya dicuci dan darahnya akan dibersihkan, terdapat anjing yang menjilati darah raja Ahab. Kutukan atau mubahalah yang diucapkan Nabi Ilyas telah terlaksana. Kematian tersebut juga membungkam ramalan nabi-nabi palsu.

Kematian Ahab menyebabkan pemberontakan yang lebih luas di wilayah suku Amon untuk melepaskan diri dari kerajaan Israel yang berakibat kekuasaan kerajaan Israel Samaria di Amon semakin mengecil.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-73)

Kerajaan Israel kemudian dipimpin raja Ahazia bin Ahab yang tetap menyembah Ba’al. Ahazia dalam menjalankan pemerintahannya juga dikendalikan oleh Izebel. Namun tidak lama menjadi raja, suatu saat Ahazia terjatuh dari kamarnya, yang menyebabkan sakit keras. Ahazia mengirim utusan untuk menemui imam Ba’al di kota Ekron menanyakan apakah sakitnya dapat disembuhkan.

Namun utusan tersebut justru bertemu dengan Nabi Ilyas di Ekron yang menyampaikan firman Allah. Kepada utusan tersebut disampaikan bahwa karena Ahazia tidak meminta petunjuk kepada Allah Israel tetapi justru minta petunjuk kepada berhala Ba’al, maka Ahazia tidak akan dapat bangun dari tempat tidurnya bahkan akan menemui kematiannya. Utusan tersebut kemudian menyampaikan pertemuannya dengan Nabi Ilyas.

Setelah itu, Ahazia mengutus perwiranya yang pergi dengan sekitar lima puluh orang pasukannya untuk membawa Nabi Ilyas ke Samaria. Namun rombongan perwira dan pasukan tersebut mati terbakar disambar petir ketika akan memaksa Nabi Ilyas mengikutinya. Ketika diutus rombongan pasukan yang lain untuk mengambil Nabi Ilyas, hal yang sama terjadi pada rombongan pasukan itu, mati terbakar disambar petir.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-73)

Lalu diutus rombongan ketiga, yang ketika bertemu Nabi Ilyas tidak lagi memaksa namun memohon kesediaan Nabi Ilyas untuk menghadap pada Ahazia. Namun Nabi Ilyas tetap menyampaikan firman Allah bahwa Ahazia tetap akan mati karena Ahazia tidak mau minta petunjuk kepada Allah namun minta petunjuk pada Ba’al. Rombongan pasukan tersebut kemudian kembali ke kota Samaria, dan sampai disana Ahazia telah meninggal. Karena Ahazia tidak mempunyai anak, kerajaan kemudian diperintah anak Ahab lainnya, yaitu Yoram bin Ahab.

7. Nabi Ilyas Wafat.

Kitab 2 Raja-Raja 2 mengisahkan proses kematian Nabi Ilyas, yaitu ketika Nabi Ilyas dan Ilyasak (Elisa) berada di Gilgal di utara kota Jerikho, Nabi Ilyas mendapatkan perintah dari Allah menuju Betel. Nabi Ilyas meminta Ilyasak agar tetap berada di Gilgal, namun Ilyasak menolaknya dan tetap akan ikut Nabi Ilyas ke manapun pergi.

Ketika sampai di Betel, Nabi Ilyas mengatakan lagi bahwa dirinya akan menjemput ajalnya dan mendapat perintah dari Allah untuk pergi ke Jerikho. Namun Ilyasak tetap menolak pergi dan akan mengikuti Nabi Ilyas ke manapun pergi. Ketika sampai di Jerikho, Nabi Ilyas dijemput oleh rombongan orang shalih dan Nabi Bani Israel yang mengetahui bahwa Nabi Ilyas akan segera menemui ajalnya.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here