
Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)
A. Nabi Ibrahim
Tidak diketahui secara jelas sejak kapan ajaran Nuh disimpangkan oleh keturunannya yang telah tersebar dibanyak belahan bumi sehingga seluruh penduduk dunia melupakan Allah dan menjadi musyrik.
Setelah masa Nabi Nuh, Allah mengutus Nabi Hud kepada saudara-saudaranya kaum Ahqaf dan Nabi Shalih pada kaum Tsamud dan tidak lama kemudian Nabi Ibrahim ditetapkan sebagai rasul pada bangsa yang saat itu adalah bangsa yang besar dan maju serta berperadaban tinggi pula, yaitu bangsa Akadia.
Di Uruk, proses Ibrahim diangkat menjadi rasul dimulai ketika masih remaja berumur sekitar 14 atau 15 tahun, dimana ia sudah bertanya-tanya terhadap pekerjaan bapaknya, yaitu Azzar. Pekerjaan Azzar sehari-hari adalah pembuat patung-patung berhala untuk kuil penyembahan masyarakat Ur, yaitu patung Dewa Sin (Dewa Bulan), Dewa Shamas (Dewa Matahari), dan Dewi Ishtar.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-4)
Ibrahim remaja juga heran, jika malam hari beberapa patung berhala ditidurkan oleh imam kuil, dan pagi hari patungnya dibersihkan kemudian diberdirikan dan di kakinya diberikan makanan yang tidak pernah dimakan oleh patung berhala dan pada malam harinya makanannya dibuang. Setelah patung berhala diberdirikan, lalu disembah.
Nabi Ibrahim juga mempertanyakan ayahnya yang menyembah berhala buatannya sendiri. Ketika akalnya tidak bisa menerima bintang, matahari dan bulan diberhalakan sebagai tuhan yang tidak berdaya itu disembah, Ibrahim remaja mulai mencari tuhan yang sebenarnya.
Ketika ditemukannya bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dengan segala isinya, maka Allah menuntun Ibrahim untuk mengenal Allah dan memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan-Nya di langit dan di bumi.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-3)
Ada dialog antara Ibrahim dengan Allah tentang bagaimana menghidupkan orang mati. Dialog yang dimaksudkan Ibrahim untuk semakin memantapkan keyakinanannya kepada Allah.
Allah memerintahkan Ibrahim mencincang 4 ekor burung, kemudian cincangan burung diperintah agar diletakkan di bukit, dimana untuk setiap puncak bukit satu bagian cincangan. Setelah itu Ibrahim diperintahkan untuk memanggilnya. Ternyata burung tersebut hidup kembali dan segera terbang mendatanginya.
Ketika keyakinannya sudah mantap, Ibrahim kemudian menghadapkan wajahnya kepada Tuhan pencipta langit dan bumi dengan penuh kepasrahan mengikuti agama yang benar dan berlepas dari kemusyrikan. Allah lalu memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus (QS. Al-An’am ayat 74-79, QS. Al-Baqarah ayat 260).
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-2)
Nabi Ibrahim kemudian menjadi penyebar tauhid, pembawa ajaran monoteis di Ur, Akadia. Sendirian tanpa satupun teman, Nabi Ibrahim memulai dakwahnya dari keluarganya dengan mengingatkan ayah dan keluarganya untuk mengikuti keimanannya dan agar tidak tersesat (QS. Maryam ayat 42 -44). Setelah itu, dengan keberanian tiada duanya Nabi Ibrahim mulai mengajarkan tauhid dan mengajak kaumnya agar bertakwa.
Nabi Ibrahim memperkenalkan ajaran religius baru dan tuhan baru pada bangsanya, sambil menyatakan sesatnya kehidupan religius lama yang dianut kaumnya. Tentu hal itu membuat kegaduhan pada kehidupan religius kaumnya. Ancaman dari kaumnya tidak menggoyahkan keimanannya meskipun Nabi Ibrahim sendirian (QS. Al-An’am ayat 80-81). Agama Ibrahim inilah kemudian menjadi cikal bakal agama yang diajarkan Rasul dan Nabi berikutnya hingga muncul agama Islam.
Sejak masa Ibrahim hingga sekarang telah berlangsung lebih dari 4000 tahun ajaran tauhid terus didakwahkan. Sudah dalam hitungan milyar manusia menganut risalah tauhid, namun masih lebih banyak penduduk dunia yang belum menganut tauhid.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-1)